Selasa, 05 November 2013

Hijrah dan Upah Minimum

Oleh Erwin FS

Sudah lama saya tidak menulis. Di momentum satu Muharam 1435 Hijriyah ini saya coba mengulas isu kontemporer yang ada. Di pikiran saya, isu yang sedang populer saat ini adalah masalah tuntutan kenaikan upah minimum regional.

Salah satu alasan Nabi Muhammad SAW hijrah adalah kuat dan beratnya tekanan dari kelompok-kelompok yang menentang Nabi Muhammad SAW di Mekkah. Namun demikian, kondisi seperti itu juga ternyata membuat akidah dan mental umat Islam pada waktu itu menjadi kuat.

Ketika Hijrah seluruh kaum muslimin bisa dibilang dalam kondisi SPBU, yaitu “dimulai dari nol ya”. Artinya dari segi ekonomi tidak ada yang bisa dibanggakan atau dijadikan pegangan. Namun kebaikan kaum Anshor di Madinah dengan cepat bisa mengubah nasib mereka. Ini artinya, ada pertolongan Allah SWT dalam membantu memulihkan kondisi ekonomi kaum Muhajirin.


Jika dikaitkan masalah hijrah dengan kondisi buruh secara umum, terutama buruh yang pendapatannya hanya pada posisi UMR, memang sangat berat. Apalagi jika yang dimaksud adalah buruh yang ada di Jabodetabek. Ada hal penting yang menurut saya harus dimiliki oleh buruh yang beragama Islam, yaitu kekuatan mental yang berlandaskan akidah yang mampu melahirkan amal ibadah yang baik.

Mengapa demikian, karena tanpa adanya kekuatan akidah dan rutinitas amal ibadah, buruh yang hidupnya dalam kondisi pas-pasan akan mudah mengalami disorientasi sehingga mengarah kepada lemahnya kondisi keluarga secara mental. Ini akan berakibat kepada pendidikan anak dan keluarga.

Jika masalah mental akidah dan amal ibadah ini mampu diselesaikan dengan baik, maka selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah masalah ketahanan keluarga. Ketika pemahaman agama dan keyakinan akan pertolongan Allah SWT menguat, maka dilanjutkan dengan usaha-usaha yang mampu menghasilkan pendapatan tambahan. Akan lebih baik disertai amalan-amalan yang sudah dilaksanakan Nabi Muhammad SAW seperti sedekah dan membantu anak yatim.

Tidak ada larangan bagi buruh untuk bersedekah maupun membantu anak yatim. Justru hal ini akan memberikan umpan balik yang baik kepada pemberinya. Masalahnya, apakah yakin dan mampu memelihara keyakinan tersebut atau tidak.

Perjuangan buruh dalam memperbaiki kondisi ekonominya melalui tuntutan terhadap kenaikan upah adalah wajar. Tapi di sisi lain pihak perusahaan juga harus adil yaitu memberi penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan memberi sanksi kepada yang tidak berprestasi. Buruh harus menerima hal ini sebagai bagian dari keadilan. Jangan sampai, menuntut upah naik tetapi malas dan rendah kinerja dan prestasinya.

Salah satu indikator yang lebih adil dan proporsional dalam melihat upah minimum ini menurut saya adalah nasab zakat profesi. Pada tahun 2005-2006 saya pernah membaca nasab zakat profesi per bulan adalah sekitar 3.265.000 rupiah. Tentu pada tahun 2013-2014 ini nominalnya mengalami kenaikan karena adanya inflasi dan kenaikan harga.

Namun demikian, sepertinya bagi perusahaan tidak mudah memberikan upah minimum sebesar nasab zakat profesi tersebut. Dan dalam pandangan saya, di luar masalah nasab zakat ini, tidak semua majikan (lebih luas dari perusahaan) yang mampu membayar pekerjanya sesuai dengan aturan upah minimum.

Mengkahiri tulisan saya ini, yang bisa disimpulkan adalah dua kekuatan bagi buruh muslim yang perlu ada adalah kekuatan mental akidah dan kekuatan ekonomi yang dilandasi ketahanan keluarga. Dan saran yang bisa disampaikan di sini adalah memperbaiki keuangan keluarga dengan membiasakan diri melakukan perencanaan keuangan keluarga.

Jika umat Islam dari Mekkah bisa berubah nasib mereka dengan hijrah, maka bagi buruh muslim hijrah yang bisa dilakukan adalah berpindah kepada kondisi mental akidah yang lebih baik dibanding sebelumnya dan juga memunculkan solusi-solusi sumber penghasilan lain dengan mengacu kepada ketahanan keluarga.

Kalau tulisan ini kesannya klise, mohon dimaafkan. Tapi jika bermanfaat, saya bersyukur. Allah SWT dalam Al Quran berpesan agar menjadikan sabar dan sholat sebagai penolong. Tanpa mental akidah yang kuat, mustahil bisa menjadikan sabar apalagi sholat sebagai penolong. Semoga para buruh mampu melewati hari-harinya dengan optimis.

1 Muharam 1435 H/5 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post