Oleh Erwin FS
Perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat di Indonesia patut diapresiasi. Perbankan syariah sebagai bagian dari perbankan nasional telah menjadi motor baru penggerak perekonomian nasional. Meskipun dari segi pangsa pasar masih kecil, namun keterlibatannya di tengah masyarakat sudah terasa. Peran bank syariah memajukan sektor riil adalah nilai tambah. Karena ada juga bank konvensional yang justru bermain di sektor keuangan dibanding di sektor riil. Dan ini juga belum tentu salah sepanjang aturan yang ada membolehkannya. Namun demikian, peran intermediasi bank syariah sesungguhnya justru untuk membantu sektor riil berjalan.
Perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat di Indonesia patut diapresiasi. Perbankan syariah sebagai bagian dari perbankan nasional telah menjadi motor baru penggerak perekonomian nasional. Meskipun dari segi pangsa pasar masih kecil, namun keterlibatannya di tengah masyarakat sudah terasa. Peran bank syariah memajukan sektor riil adalah nilai tambah. Karena ada juga bank konvensional yang justru bermain di sektor keuangan dibanding di sektor riil. Dan ini juga belum tentu salah sepanjang aturan yang ada membolehkannya. Namun demikian, peran intermediasi bank syariah sesungguhnya justru untuk membantu sektor riil berjalan.
Dengan
adanya kesadaran masyarakat untuk menjalankan ajaran Islam yang lebih
baik, semakin banyak masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat
menaruh dana, berinvestasi maupun untuk membiayai usahanya. Moral hazard yang terjadi di bank konvensional juga mempengaruhi orang untuk menggunakan jasa bank syariah.
Ada
rasa kenyamanan ketika menempatkan dana di bank syariah. Terbebas dari
riba dan mendapatkan bagi hasil dari investasi yang halal. Dan insya
Allah sumberdaya manusianya relatif terjaga dari aksi moral hazard,
meskipun yang namanya manusia kemungkinan untuk itu akan selalu ada.
Demikian juga ketika menggunakan pembiayaan bank syariah, ada
kenyamanan dan kepastian.
Jika
dilihat dari sudut pandang budaya organisasi, apakah nilai tambah atau
daya tarik yang bisa didapat oleh nasabah atau masyarakat? Menurut
Andrew J. Dubrin (2007) budaya organisasi adalah suatu sistem
nilai-nilai dan keyakinan bersama yang mempengaruhi perilaku pekerja.
Berdasar pendapat Andrew J Dubrin ini maka sistem nilai-nilai dan
keyakinan bersama yang mempengaruhi perilaku pekerja adalah ajaran
Islam. Bank syariah menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam
berekonomi yang ada di Al Quran dan Hadits serta fatwa-fatwa dari ahli
fiqih yang merujuk kepada Al Quran dan Hadits.
Al
Quran dan Hadits ini juga landasan bagi sumberdaya manusia melakukan
aktivitasnya di bank syariah. Mustahil menjalankan organisasi yang
menganut prinsip syariah (Al Quran dan Hadits) dengan mengabaikan
nilai-nilai Al Quran dan Hadits dalam aktivitas sumberdaya manusia di
bank syariah.
Salah
satu unsur budaya organisasi adalah adanya artefak. Derek Rollinson
(2005) menyatakan bahwa artefak merupakan manifestasi yang paling nyata
dari suatu budaya yang mencakup segala sesuatu mulai dari tata letak
fisik suatu bangunan sampai cara orang berpakaian, cara mereka
berbicara satu sama lain dan juga hal-hal yang dibicarakan.
Laurie J. Mullins (2005) berpendapat, level yang paling terlihat dari budaya adalah artefak dan ciptaan – yaitu lingkungan fisik dan sosial yang dibentuk yang meliputi ruang fisik dan tata letak, hasil terknologi, bahasa tulisan dan bicara dan perilaku yang terlihat dari anggota kelompok.
Sementara Joseph E. Champoux (2006) berpendapat bahwa artefak merupakan bagian yang paling bisa dilihat dari budaya organisasi. Dengan berdasar pendapat dari berbagai ahli ini, maka penulis ingin mengajak mengenal artefak apa yang khas terdapat di bank syariah.
Salah satu artefak yang khas yang penulis pernah lihat adalah tersedianya kursi dan musholla. Kursi disediakan bagi nasabah untuk menunggu antrian, baik untuk ke customer service maupun ke teller. Ketersediaan kursi ini jika dilihat dari segi budaya adalah untuk menghargai nasabah agar tidak lama berdiri, terutama ketika antri di teller.
Di beberapa bank konvensional yang penulis kunjungi, untuk antri di teller, nasabah harus antri berdiri. Bagi wanita maupun orang tua, berdiri mengantri membutuhkan tenaga ekstra. Dengan demikian, ketersediaan kursi bagi nasabah bank syariah adalah wujud dari budaya yang menghormati dan menghargai nasabah ketika mereka mengantri. Ini juga sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Kemudian, ketersediaan musholla juga membantu nasabah muslim ketika sedang di bank syariah dan masuk waktu sholat, mereka tidak perlu keluar bank untuk menunaikan sholat karena sudah tersedia di bank syariah. Ini sangat membantu nasabah muslim mengefektifkan waktu mereka. Di samping sholat wajib, nasabah pun bisa melakukan sholat sunat seperti sholat Dhuha, sehingga waktu mereka menunggu antrian bisa digunakan untuk kegiatan lainnya yang bermanfaat.
Ketersediaan kursi dan musholla ini bisa dibilang sebagai bagian dari kekhasan bank syariah, yang berusaha memberikan layanan yang manusiawi dan memudahkan nasabah untuk sholat ketika mereka sedang berada di bank syariah. Kita bisa bayangkan andaikata tidak tersedia kursi dan musholla. Jika kondisi sedang padat pengunjung, nasabah akan berdiri mengantri di teller. Tidak semua nasabah yang mampu berdiri lama untuk mengantri, terutama wanita maupun yang punya kelemahan/penyakit tertentu. Demikian pula kebutuhan akan menunaikan kewajiban sholat 5 waktu, nasabah mungkin akan mengalami dilema antara menunaikan urusan di bank syariah dan kewajiban sholatnya. Apalagi jika waktu antrian mendekati habisnya waktu sholat, terutama sholat Dzuhur.
Dengan melihat kedua hal itu, maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi di bank syariah berusaha menggabungkan dan memudahkan orang melakukan transaksi diiringi dengan kewajiban menjalankan sholat. Ketersediaan kursi yang relatif cukup dan musholla adalah dua nilai tambah yang ada di bank syariah. Ini baru dari sisi artefak yang merupakan bagian dari unsur budaya organisasi. Mungkin jika dilihat dari sisi lainnya maka akan semakin terlihat nilai lebih dari bank syariah.
5 Agustus 2011
Daftar Pustaka
Andrew J. DuBrin. Fundamentals of Organizational Behavior. Fourth Edition. Thomson South-Western, 2007
Derek Rollinson. Organisational Behaviour and Analysis: An Integrated Approach. Third Edition. Prentice Hall Financial Times, 2005.
Laurie J. Mullins. Management and Organisational Behaviour. Seventh Edition. Prentice Hall Financial Times, 2005.
Joseph E. Champoux. Organizational Behavior: Integrating Individuals, Groups and Organizations. Third Edition. Thomson South-Western. 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar