Perkembangan
bank syariah dalam satu dekade terakhir amat mengesankan. Munculnya
bank syariah telah memberikan harapan baru bagi masyarakat yang
menginginkan keadilan dalam transaksi keuangan dan juga moralitas dalam
pengelolaan bank. Bank syariah muncul dan berkembang di tengah krisis
moral yang menghinggapi pengelola dan pemilik bank konvensional. Tidak
sedikit nasabah yang dirugikan dengan dilarikannya dana mereka oleh
pengelola atau pemilik bank maupun akibat salah kelola yang fatal.
Perlahan
tapi pasti bank syariah mulai bertambah, meskipun aturan yang
mendukungnya masih minim. Namun beberapa waktu lalu, Indonesia telah
memiliki Undang-Undang Bank Syariah. Ini berarti payung hukum bank
syariah di Indonesia telah ada dan dapat menjadi pijakan bagi stake holder maupun bank syariah untuk mengembangkan bank syariah lebih baik lagi.
Undang-undang
bank syariah adalah bukti dari dukungan terhadap implementasi syariah
Islam dalam kehidupan. Di tengah isu global dan nasional yang gencar
menolak implementasi prinsip syariah yang secara rasional lebih
berkualitas, keberadaan bank syariah telah menjadi sebuah pembuktian
kepada masyarakat akan nilai kebaikan yang terkandung dalam sistem bank
syariah. Oleh karena itu, tuntutan dari stake holder ekonomi syariah
juga besar akan komitmen pelaku bank syariah.
Salah
satu permasalahan yang dihadapi oleh bank syariah adalah masih kecilnya
total aset bank syariah dibanding bank nasional yang belum mencapai 5
persen. Disamping itu kendala sumber daya manusia (SDM) yang memahami
prinsip syariah dengan baik belum bisa terpecahkan. Masih banyak SDM
bank syariah yang berlatar belakang ilmu ekonomi, sosial atau ilmu
sains, sementara SDM yang berlatar belakang ilmu syariah masih sedikit.
Atau dengan kata lain SDM yang memahami tentang perbankan sekaligus
prinsip syariah masih sedikit.
Namun
di luar hal tersebut, secara umum bank syariah masih perlu pengembangan
dan peningkatan kapasitas SDM-nya sehingga kapasitas SDM bank syariah
ini dapat mengikuti bahkan melampaui perkembangan bank syariah itu
sendiri.
Peningkatan
dan pengembangan kapasitas SDM bank syariah adalah isu penting setelah
disahkannya Undang-Undang Bank Syariah. Bank syariah sebagai bagian dari
institusi syariah sudah sepantasnya memiliki SDM yang kompetitif dan
potensial sehingga bisa membawa bank syariah ’memenangkan pertarungan’.
Asesmen
Untuk
menyaring SDM bank syariah yang kompetitif dan potensial, maka salah
satu cara adalah dengan mengembangkan alat asesmen yang berguna untuk
rekrutmen dan juga mutasi atau promosi. Selama ini alat asesmen yang ada
umumnya berasal dari luar negeri. Alat asesmen ini mungkin lebih cocok
untuk SDM negara asal alat ini dibuat karena dalam pembuatan alat
asesmen memperhatikan budaya lokal maupun paradigma ekonomi yang
berkembang di negara asalnya. Budaya lokal di Eropa atau Amerika
misalnya, belum tentu cocok dengan budaya lokal di Indonesia atau Asia.
Bahkan jika lebih dikerucutkan lagi belum tentu cocok dengan budaya yang
seharusnya ada dalam bank syariah.
Alat
asesmen yang diinginkan untuk bank syariah adalah yang mampu mencari
individu yang tepat untuk memenuhi posisi yang ada dalam bank syariah
dan lebih kompetitif terhadap SDM bank konvensional. Selama ini secara
kasat mata kualitas SDM bank konvensional masih lebih unggul dibanding
SDM bank syariah. Hal ini akan berdampak pada kinerja dan jumlah aset
bank syariah secara total.
Sebagai
industri jasa, bank syariah masih sangat perlu meningkatkan pelayanan
dan kualitas pelayanan itu sendiri. Untuk memberikan pelayanan yang
lebih berkualitas, maka diperlukan asesmen dimana hasil asesmen tersebut
dapat menyimpulkan apakah SDM yang ada memiliki potensi untuk
dikembangkan kualitas dirinya untuk bekerja di bank syariah. Bank
syariah jangan sampai terjebak dengan simbol-simbol yang tidak mampu
meningkatkan kualitas layanan. Dengan asesmen inilah substansi dari
setiap SDM bank syariah dapat dilihat dan menghilangkan simbol-simbol
yang tidak berkorelasi positif terhadap kualitas pelayanan bank syariah.
Kebutuhan
akan alat asesmen yang mampu membuat SDM bank syariah lebih kompetitif
sudah sangat mendesak jika bank syariah menginginkan mampu mengungguli
aset perbankan secara nasional. Namun demikian, ini juga bukan harga
mati karena sangat terbuka kemungkinan bahwa dengan alat asesmen yang
ada sekarang bisa didapat SDM bank syariah yang kompetitif dan potensial
jika masalah kesejahteraan tidak lagi menjadi masalah yang mengganggu
di kemudian hari sehingga semakin banyak orang yang mengikuti rekrutmen.
Disamping itu, para manajer SDM bank syariah juga perlu melakukan
saringan lebih ketat lagi untuk penerimaan karyawan sehingga yang masuk
ke bank syariah memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan dalam
perspektif perusahaan maupun perspektif keislaman.
Pembinaan SDM
Disamping
alat asesmen, hal yang perlu dilakukan oleh SDM bank syariah adalah
pembinaan diri berkesinambungan. Dalam literatur manajemen SDM modern,
barangkali pembinaan SDM yang berkesinambungan tidak menjadi bahasan
utama meskipun ada pembahasan masalah etika.
Pembinaan
SDM berkesinambungan sangat diperlukan oleh SDM bank syariah. Bank
syariah juga perlu menampakkan spirit (ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah)
sebagai lembaga yang menjalankan prinsip syariah dan mampu memberikan
manfaat yang luas kepada masyarakat. Keringnya ruhiyah akan berpengaruh
juga terhadap SDM bank syariah.
Pembinaan
SDM yang berkesinambungan adalah peninggalan kejayaan Islam yang sudah
lama pudar. Perjuangan Rasulullah SAW dalam menyampaikan Islam bersama
keluarga dan sahabatnya sarat dengan pembinaan SDM yang
berkesinambungan. Mereka yang masuk Islam dan mengikuti pembinaan
berkesinambungan mengalami perubahan yang sangat bagus. Bilal yang
pernah menjadi budak di jaman jahiliyah kelak menjadi gubernur dan mampu
menjalankan amanah. Demikian pula Umar bin .Khaththab yang gelap dalam
jahiliyah, diberikan amanah sebagai khalifah dan menjalankan amanah
tersebut dengan sungguh-sungguh. Khalid bin Walid yang dikenal dengan
kehebatannya berperang semasa jahiliyah, setelah masuk ke dalam Islam
jumlah pasukan yang dipimpinnya sering lebih sedikit dari pasukan musuh
namun mampu memenangkan pertarungan.
Hanya
ketika perang Muktah pada 628 M, pasukan Islam yang berjumlah 3000
orang berperang dengan pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 tentara.
Setelah 3 panglima yang ditunjuk sejak gugur, Khalid muncul dan mampu
menyelamatkan pasukan (melalui strategi yang ia rancang) dengan pulang
ke Madinah tanpa meraih kemenangan. Anak-anak kecil Madinah mencibir
Khalid, namun Rasulullah justru memberi gelar Khalid sebagai Saifullah
(pedang Allah). Penghargaan Rasulullah kepada Khalid tersebut bukanlah
tanpa alasan karena pada 629 M terjadi penaklukan Mekah (futuh Mekah)
tanpa pertumpahan darah dengan panglimanya Rasulullah dan Khalid. Pada
waktu itu penaklukan tanpa pertumpahan darah dan pembumihangusan adalah
hal yang tidak wajar dilakukan oleh pasukan yang menang (karena pasukan
Romawi dan Persia melakukan kedua hal tersebut), sehingga banyak kaum
kafir Quraisy yang kemudian masuk ke dalam Islam. Mentalitas pasukan
Islam dalam menghadapi 200.000 pasukan Romawi merupakan pengalaman yang
berharga untuk kemudian menghadapi futuh Mekah.
Jumlah
bank syariah dan asetnya maupun SDM-nya dibandingkan dengan bank
konvensional saat ini mungkin seperti perbandingan di atas (perang
Muktah), tidak mungkin mengalahkan aset bank konvensional yang sudah
lama dan berpengalaman dan juga SDM-nya. Namun belajar dari sejarah
Rasulullah SAW, pembinaan SDM yang berkesinambungan adalah hal yang
sangat penting. Meskipun jumlahnya masih sedikit dibanding bank
konvensional, jika kapasitas SDM bank syariah bisa melampaui jumlah bank
syariah, maka insya Allah bank Syariah akan maju lebih pesat.
Paduan
penggunaan alat asesmen yang tepat dengan pembinaan SDM
berkesinambungan diharapkan akan memunculkan SDM bank syariah yang
kompetitif, potensial, memiliki mentalitas keislaman yang baik dan mampu
memunculkan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi umat dan masyarakat.
Dalam undang-undang bank syariah yang baru, bank syariah bisa berperan
sebagai baitul maal (pengumpul infak, sedekah, wakaf tunai dan
lain-lain) sekaligus baitut tamwil (pemberi pembiayaan). Implementasi 2
fungsi ini membutuhkan SDM yang kompetitif, potensial dan memiliki
mentalitas keislaman yang baik.
Jakarta, 6 Juli 2008