Sabtu, 03 Mei 2008

Pengembangan SDM Bank Syariah untuk Menjadi Pribadi Muslim yang Kompetitif

Oleh Erwin FS

Abstrak
Perkembangan bank syariah termasuk cukup pesat, terutama setelah tahun 1998, namun dilihat dari segi aset masih kecil persentasenya dibanding perbankan nasional. Pengembangan SDM bank syariah memiliki kendala dalam hal pemahaman operasional perbankan dan syariah. Di samping itu SDM bank syariah mesti mengikuti pengembangan terpadu, yaitu melalui penggunaan asesmen dan pembinaan keIslaman yang berkelanjutan. Dengan pengembangan yang terpadu bank syariah bisa memiliki kapasitas SDM yang lebih besar dari besarnya aset bank syariah itu sendiri secara nasional.
PENDAHULUAN
Perkembangan bank syariah di Indonesia patut mendapat apresiasi. Terutama semenjak tahun 1998 hingga saat ini (2008). Awalnya bank syariah tidak mendapat tempat di hati masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu dan sosialisasi yang semakin intensif, maka semakin banyak anggota masyarakat yang menjadi nasabah bank syariah.
Di samping itu, pertambahan bank yang menerapkan prinsip syariah juga semakin banyak. Bank konvensional pun sudah banyak yang membuka unit usaha syariah maupun membuat anak perusahaan baru yang sepenuhnya menjalankan prinsip syariah dalam operasionalnya.
Bank asing pun juga membuka layanan syariah, seperti HSBC. Ini berarti, prospek bank yang menerapkan prinsip syariah dalam operasionalnya telah mendapat sambutan hangat dari kalangan perbankan. Hanya saja, jika berbicara mengenai aset memang masih di bawah 5 persen secara nasional. Namun jika melihat pertambahan jumlah bank syariah, cukup menggembirakan dan memang masih menunggu untuk mendapatkan nasabah dan aset yang lebih banyak lagi.
Bertambahnya jumlah bank syariah otomatis akan semakin mendekatkan bank syariah kepada masyarakat. Diharapkan dengan semakin tersebar luasnya bank syariah akan semakin banyak masyarakat yang bisa mengenal prinsip syariah dalam operasional bank syariah.
Dari segi promosi, bank syariah masih belum mampu beriklan jor-joran seperti bank konvensional yang bahkan bisa membeli acara di stasiun televisi. Dari segi waktu, keberadaan bank konvensional jauh lebih lama dari bank syariah sehingga hal ini juga membuat masyarakat belum begitu familiar dengan bank syariah.
Namun demikian, Bank Indonesia telah berperan cukup besar dalam mendorong berkembangnya bank syariah di Indonesia. Bank Indonesia telah membuat berbagai peraturan (PBI, Peraturan Bank Indonesia) yang menjadi landasan bank syariah dalam menjalankan operasionalnya, dan juga membuat arsitektur perbankan syariah Indonesia.
Saat ini bisa dikatakan bahwa animo membuka unit syariah oleh bank konvensional dikarenakan melihat peluang bisnis yang menguntungkan. Hal ini tentu saja tidak salah dan sah. Namun demikian, beberapa pendapat yang berkembang di tengah masyarakat maupun stake holder bank syariah adalah masih terbatasnya sumber daya manusia (SDM) bank syariah yang mampu menjawab tantangan.
Kebanyakan masalah yang mengemuka di publik, bank syariah sibuk dengan produk penghimpunan dana maupun pembiayaan, namun terkesan mengabaikan SDM sehingga total aset nasional yang masih kecil juga merupakan bagian dari belum dilakukannya pengembangan SDM bank syariah dengan baik. SDM bank syariah seharusnya memiliki kekhasan dibanding SDM bank konvensional. Predikat bank yang menerapkan prinsip syariah berkorelasi dengan SDM yang seharusnya berkepribadian Islami supaya senafas dan memberikan citra tersendiri yang positif bagi masyarakat.
Rekrutmen karyawan bank konvensional umumnya menggunakan asesmen. Demikian pula promosi atau mutasi, menggunakan asesmen. Bank syariah juga menerapkan hal yang sama. Namun secara kasat mata, SDM bank syariah ternyata belum kompetitif jika dibandingkan dengan SDM bank konvensional.
TUJUAN  PENULISAN
Berdasarkan uraian di atas, maka pada kesempatan ini penulis ingin menguraikan tujuan penulisan yaitu:
  1. Untuk mencari cara terbaik mengembangkan SDM bank syariah
  2. Untuk menjelaskan peran asesmen dalam pengembangan SDM bank syariah
PEMBAHASAN
Bank Syariah
Kemunculan bank syariah pertama kali di Indonesia dimulai dengan kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada tahun 1992 di Jakarta. Pada saat itu BMI masih sebagai satu-satunya bank syariah yang ada di Indonesia. Hingga tahun 1999  BMI telah memiliki 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar (lihat Antonio, 2001: 26).
Pada awal berdirinya bank syariah tidak mendapat perhatian yang serius dari industri perbankan nasional. Adapun landasan hukum berdirinya bank syariah ini adalah UU No. 7 Tahun 1992 dimana bank syariah dikategorikan sebagai bank dengan sistem bagi hasil, namun tidak terdapat penjelasan yang lebih rinci dan tidak dijelaskan jenis usaha apa saja yang boleh dijalankan oleh bank syariah (lihat Antonio, 2001: 26).
Baru pada tahun 1998 (dalam UU No. 10 Tahun 1998) diatur jenis usaha  yang dapat dijalankan oleh bank syariah. Disamping itu UU tersebut memberi peluang bagi bank konvensional untuk membuka unit syariah maupun merubah secara keseluruhan menjadi bank syariah (lihat Antonio, 2001: 26).
Salah satu hal yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah terdapatnya dewan pengawas syariah (DPS) di bank syariah. Tugasnya mengawasi operasional bank dan produk yang dikeluarkannya supaya sesuai dengan aturan syariah. Posisi dewan pengawas syariah adalah setingkat komisaris pada bank konvensional. Biasanya dewan pengawas syariah akan memberikan pernyataan pada laporan tahunan bank syariah bahwa bank yang diawasinya sudah berjalan menurut prinsip syariah. Disamping itu, dewan pengawas syariah juga bertugas meneliti dan merekomendasi produk baru.  (Lihat Antonio, 2001: 26-27).
Jika di tingkat mikro terdapat dewan pengawas syariah, maka di tingkat makro terdapat dewan syariah nasional (DSN) yang merupakan lembaga otonom yang berada di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pembentukan DSN ini dilatarbelakangi adanya kemungkinan setiap DPS yang berada di tiap bank syariah menyampaikan fatwa yang berbeda-beda. Dengan dibentuknya DSN, telah ada lembaga tingkat nasional yang membawahi lembaga-lembaga keuangan di Indonesia (termasuk bank syariah) dalam kaitannya dengan permasalahan syariah. Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam (lihat Antonio, 2001: 32).
Namun demikian DSN maupun DPS belum menyentuh masalah SDM yang bekerja di bank syariah. Afzalur Rahman (dalam Antonio, 2001: 34) menyatakan bahwa lingkungan kerja di bank syariah selayaknya sesuai dengan syariah. Sifat amanah dan shidiq harus terdapat pada karyawan bank syariah. Fathanah yaitu skillfull dan profesional juga merupakan syarat, mampu bekerja team work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh).
Pendapat Afzalur Rahman ini perlu dielaborasi lagi agar bank syariah memiliki SDM yang handal dan kompetitif. Jika dilihat secara kasat mata, pelayanan dari bank syariah kepada nasabahnya belum bisa berkompetisi dengan bank konvensional. Untuk beberapa hal, justru yang terlihat dalam pelayanan bank syariah adalah simbol-simbol keIslaman yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan bank syariah. Misalnya saja penggunaan jilbab bagi karyawati dan kopiah bagi karyawan. Kedua hal tersebut merupakan sebuah nilai kebaikan, namun justru yang diinginkan adalah kemampuan SDM bank syariah dalam bidang yang mereka jalankan.
Ausaf Ahmad (dalam Hakim,–) berpendapat bahwa masalah SDM merupakan masalah yang paling rumit bukan saja dalam pengembangan produk, tapi dalam bank syariah secara keseluruhan. Cecep Maskanul Hakim menyatakan bahwa perdebatan antara SDM yang berlatar belakang perbankan murni dengan SDM yang berlatar belakang syariah kerap terjadi ketika diminta mengembangkan suatu produk. Masih jarang SDM di bank syariah yang menguasai ilmu syariah dan ilmu perbankan sekaligus.
Lebih lanjut Cecep Maskanul Hakim menyatakan bahwa jika ada alokasi dana untuk pendidikan kepada bank syariah biasanya karyawan dikirim untuk mengikuti pelatihan yang bersifat teknis, sementara materi syariah tidak menjadi prioritas. Cecep memaparkan bahwa terdapat kecenderungan dari bankir syariah untuk menganggap sepele masalah syariah dan bahkan ada yang menganggap hal itu bisa ditangani oleh DPS.
Pendapat Cecep Maskanul Hakim di satu sisi adalah sebuah tantangan yang dihadapi bank syariah hingga saat ini dan perlu dicari solusi penyelesaiannya. Jika melihat kondisi saat ini, jika dianggap masalah syariah bisa diselesaikan bila ada kemauan politis (political will) dari pimpinan bank syariah maka masih ada hal yang perlu diperbaiki dalam pengembangan bank syariah.  Hal itu adalah manajemen SDM di bank syariah itu sendiri.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga telah menerbitkan cetak biru pengembangan perbankan syariah Indonesia dalam 10 tahun yaitu sejak 2002 hingga 2012. Visi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah itu adalah:
Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat (BI, 2002:2).

BI membagi tiga tahapan inisiatif pengembangan perbankan syariah. Tahap pertama diprioritaskan untuk meletakkan landasan pengembangan yang kuat bagi pertumbuhan. Tahap kedua difokuskan pada usaha untuk memperkuat strukur industri. Dan pada tahap ketiga difokuskan untuk pemenuhan standar keuangan dan kualitas pelayanan internasional (BI, 2002: 2).
Target pencapaian pengembangan sistem perbankan syariah nasional (BI, 2002: 5) adalah:
  1. memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai syariah;
  2. memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional serta perbaikan kesejahteraan rakyat;
  3. memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan pemenuhan standar operasional keuangan internasional.
Dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional bank syariah, prinsip ekonomi syariah akan tercermin dalam nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/profesinalisme dan sikap amanah. Dalam pespektif makro, nilai-nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian (BI, 2002: 9).
Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati:
  • Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan dana masyarakat akan  dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram);
  • Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah;
  • Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi (mudharib).
  • Fathanah, memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).
Dengan melihat uraian di atas maka pengembangan bank syariah pada saat ini harus ditekankan kepada SDM bank syariah. Pengembangan SDM bank syariah menurut pengamatan penulis (yang bekerja pada konsultan Manajemen SDM) dilakukan dari rekrutmen calon karyawan hingga pengembangan karir karyawan. Untuk tahap tertentu dilakukan asesmen untuk mengetahui pengembangan SDM bank syariah pada fase berikutnya, dan juga dilakukan pembinaan kepribadian guna meningkatkan nafas keislaman pada tiap pribadi SDM bank syariah sehingga diri mereka menyatu dengan ajaran Islam itu sendiri. Semangat yang timbul dari pengembangan itu adalah untuk berkiprah lebih baik lagi mengimplementasikan ekonomi Islam dalam pekerjaan dan kehidupan.

Asesmen 
Asesmen menurut Hopkins (2006) adalah suatu proses untuk membedakan dan menggambarkan sesuatu dengan menggunakan angka secara objektif dan tepat. Menurut Cascio (1998) kegunaan asesmen di perusahaan adalah untuk  rekrutmen karyawan, seleksi karyawan, pelatihan karyawan, pengembagan karyawan, pengembangan karir karyawan dan penempatan karyawan.
Salah satu alasan untuk menggunakan asesmen adalah seperti yang dikemukakan oleh Burn dan Payment (2000:3), ”Adults learn best when they are actively engaged in the learning process. With the fast pace of workplace today and the quick development of new products, services and procedures, workers are continually called on to improve their performance. Assesments are the perfect tools for engaging learners quickly and for beginning the performance improvement process”.
Ada lagi istilah performance assessment. Menurut Grote (2002:74), performance assessment adalah fase ketiga dari sistem apraisal kinerja yang efektif. Pada dasarnya performance assessment melibatkan pengevaluasian hanya sekedar sejauh mana individu dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan mengisi formulir apraisal. Performance assessment adalah salah satu bagian terakhir pengevaluasian karyawan setelah bekerja dalam periode tertentu.
Asesmen sangat berguna untuk mendapatkan gambaran individu yang sebenarnya dengan cepat. Perusahaan dapat mengetahui kepribadian calon karyawan yang mengikuti asesmen. Kepribadian yang dilihat tersebut kemudian dibandingkan dengan kepribadian yang harus dimiliki untuk posisi yang dilamar. Jika terjadi kecocokan, maka kemungkinan besar calon karyawan tadi akan diterima bekerja.
Perusahaan juga bisa mengetahui minat calon karyawannya. Perusahaan kemudian mencocokkan minat calon karyawan dan minat yang ada di posisi yang dilamar. Jika terjadi kecocokan, perusahaan kemungkinan akan menerima calon karyawan tersebut.
Demikian pula dengan inteligensi calon karyawan. Perusahaan dapat membandingkan apakan inteligensi yang ada pada calon karyawan sesuai dengan inteligensi yang disyaratkan untuk posisi yang dilamar. Jika ternyata sesuai, perusahaan kemungkinan akan menerima calon karyawan tersebut.
Asesmen dilakukan tidak hanya kepada calon karyawan, akan tetapi juga kepada karyawan yang telah bekerja untuk melamar posisi tertentu atau yang lebih tinggi. Disamping itu, asesmen juga bisa dilakukan untuk mengikuti pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan maupun calon karyawan. Untuk pengembangan karir, asesmen juga bisa dilakukan. Asesmen dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang individu dan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan individu tersebut untuk dilatih, ditempatkan, dikembangkan kapasitasnya atau dikembangkan karirnya.
Beberapa aspek dalam asesmen yang bisa dilihat di antaranya adalah:
  1. indeks pembelajaran, penalaran dan potensi pemecahan masalah yang diharapkan;
  2. kemampuan verbal dengan melihat banyaknya kosa kata yang dimiliki;
  3. penggunaan kata-kata dalam penalaran dan pemecahan masalah
  4. kemampuan melakukan kalkulasi;
  5. penggunaan angka dalam penalaran dan pemecahan masalah;
  6. daya tahan, semangat dan kemampuan bekerja;
  7. kemampuan mengendalikan orang dan situasi;
  8. persahabatan dan partisipasi bersama orang lain;
  9. mengikuti kebijakan, menerima pengawasan, dan bekerja sesuai aturan;
  10. bersikap positif terhadap orang lain;
  11. menggunakan informasi yang tersedia untuk mengambil keputusan dengan cepat;
  12. bersahabat, kooperatif, dan ramah;
  13. mengandalkan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri, mengambil tindakan mandiri dan mengambil keputusan sendiri;
  14. berpikir dengan jelas dan objektif di dalam pengambilan keputusan;
  15. dan lain-lain (termasuk minat)
Dengan demikian bisa dilihat bahwa dengan melakukan asesmen, setidaknya bisa didapatkan 14 aspek dari seorang individu. Perusahaan kemudian akan melakukan pembicaraan untuk menerima atau menolak calon, menempatkan calon karyawan atau karyawan, melatih karyawan baru maupun karyawan lama, mengembangkan karyawan baru dan karyawan lama dan mengembangkan karir karyawan lama.
Perekrutan 
Bank syariah yang akan merekrut karyawan terlebih dahulu membuat karakter pekerjaan yang akan diisi. Untuk perekrutan biasanya digunakan tenaga eksternal. Namun tidak dipungkiri pelamar justru berasal dari internal perusahaan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:237) mengisi lowongan secara internal dapat menambah motivasi bagi karyawan untuk tinggal dan tumbuh dalam organisasi dibandingkan untuk mengejar kesempatan karir di luar.
Guna mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dari pihak eksternal, bank syariah dapat mengiklankan lowongan pekerjaan di media cetak, media lainnya maupun bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi. Kualifikasi pelamar biasanya sudah diumumkan dalam iklan ini.
Bank syariah juga bisa menggunakan perekrutan berfokus karyawan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:240) satu sumber terpercaya dari calon yang potensial adalah saran-saran dari karyawan-karyawan sekarang atau bekas karyawan. Karena karyawan dan bekas karyawan telah memahami pemberi kerja, referensi-referensi mereka sering kali adalah kandidat-kandidat berpotensi tinggi, karena kebanyakan karyawan biasanya tidak akan mereferensikan individu-individu yang kemungkinan tidak akan memenuhi syarat atau membuat karyawan tersebut kelihatan buruk. Juga, hubungan dengan bekas karyawan mungkin hanya bisa dilakukan dengan orang-orang yang sebelumnya adalah karyawan yang solid.
Referensi karyawan merupakan salah satu dari metode perekrutan yang paling efektif karena banyak orang yang memenuhi syarat dapat dijangkau dengan biaya rendah. Beberapa studi menemukan bahwa pekerja-pekerja baru yang direkrut melalui referensi karyawan mempunyai masa kerja dalam organisasi yang lebih lama dibandingkan mereka yang berasal dari sumber-sumber perekrutan lain (Mathis dan Jackson,  2006:240).
Asesmen digunakan dalam perekrutan untuk mendapatkan informasi tentang individu calon karyawan. Data hasil asesmen ini sangat berguna bagi bank syariah. Bagi mereka yang tidak terseleksi, bank syariah bisa menggunakan data mereka jika di kemudian hari informasi individu tersebut ternyata cocok untuk memenuhi posisi di bank syariah.
Untuk menyediakan SDM bank syariah yang kompetitif, bank syariah perlu memilih data hasil asesmen yang paling baik. Untuk mendapatkan SDM yang kompetitif, bank syariah perlu membuka lamaran seluas-luasnya untuk mendapatkan calon yang sebanyak-banyaknya guna mencari SDM yang kompetitif tersebut.
Berhubung banyak alat asesmen berasal dari luar negeri, maka perlu dikembangkan alat asesmen produk dalam negeri untuk menyesuaikan dengan budaya domestik di Indonesia. Lebih khusus lagi, alat asesmen untuk lembaga keuangan syariah (dalam hal ini bank syariah) juga perlu dikembangkan agar dapat menjaring individu yang kompetitif dan Islami.
Dalam dunia modern saat ini, tidak sedikit individu yang kompetitif namun tidak Islami. Individu yang kompetitif dan Islami bisa dibentuk dengan melihat hasil asesmen. Aspek-aspek yang ada di hasil asesmen pada dasarnya adalah modal membentuk individu yang Islami dan kompetitif.
Hasil asesmen umumnya menghasilkan data tentang inteligensi, kepribadian dan minat dari calon karyawan. Bank syariah telah melihat data hasil asesmen calon karyawannya dan kemudian akan menseleksi calon karyawan yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan bank syariah baik persyaratan yang diumumkan dalam iklan lowongan kerja maupun persyaratan yang hanya diketahui pihak internal bank syariah.
Perekrutan dalam bank syariah juga bisa mensyaratkan hal-hal yang berhubungan langsung dengan keIslaman seseorang. Hal itu di antaranya adalah kedisiplinan sholat wajib, kemampuan dan kebiasaan membaca Al Quran, kebiasaan berinfak, kemampuan emosional dalam berjama’ah dalam mengelola organisasi. Hal-hal tersebut bisa membantu bank syariah dalam mendapatkan calon karyawan yang Islami dan kompetitif. Namun demikian hal-hal yang tersebut berkaitan dengan keIslaman seseorang bisa diabaikan sementara jika data hasil asesmennya memperlihatkan sosok yang kompetitif dan berpotensi menjadi pribadi yang lebih Islami setelah menjadi karyawan bank syariah.
Selama ini masih ada gambaran bahwa keIslaman seseorang tidak ada kaitannya dengan sosok yang kompetitif dalam pasar tenaga kerja. Seseorang yang rajin sholat belum tentu bekerja amanah, seseorang yang mampu membaca Al Qur’an dan rajin membacanya belum tentu mampu bekerja keras dan bertanggung jawab. Dan terkadang gambaran ini ternyata benar dan bisa dilihat di tengah masyarakat.
Untuk itulah, rekrutmen calon karyawan bank syariah harus memadukan aspek kompetitif yang diperlihatkan dari data hasil asesmen dan dipadukan dengan aspek keIslaman seseorang. Dan untuk membentuk karyawan yang kompetitif dan Islami salah satunya adalah melalui pembinaan yang berkelanjutan semenjak ia diterima menjadi karyawan bank syariah.
Berdasarkan uraian sebelumnya, calon karyawan yang akan direkrut juga harus memiliki potensi untuk mehami ilmu syariah dengan baik jika ia sebelumnya berlatar belakang non syariah. Berdasarkan pengamatan penulis, masih ada karyawan bank syariah yang enggan mendalami ilmu syariah sehingga paradigma mereka dalam bekerja di bank syariah masih memakai paradigma bank konvensional. Hal ini bisa menghambat perkembangan bank syariah.
Penseleksian
Seleksi adalah proses pemilihan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Perusahaan bisa saja tidak memilih orang yang tepat dengan kapabilitas yang sesuai untuk suatu pekerjaan dimana konsekuensinya perusahaan akan menemui kesulitan dalam melatih orang-orang yang dipilih. Dan jumlah waktu dan usaha yang dihabiskan untuk menyeleksi orang-orang yang tepat untuk suatu pekerjaan mungkin tidak begitu menyulitkan pemberi kerja dalam mengatur mereka sebagai karyawan karena ada lebih banyak masalah yang akan ditiadakan (Mathis dan Jackson,  2006:261).
Aktivitas penseleksian bisa dilihat dengan menggunakan data hasil asesmen dan kemudian dibuat peringkat penilaian. Penseleksian akan menyaring lebih sedikit lagi calon karyawan yang akan diterima bank syariah. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan kandidat yang kompetitif dan Islami. Dengan wawancara, bank syariah bisa mendapatkan data lebih rinci tentang calon karyawan dengan melakukan dialog yang telah diatur sedemikian rupa. Departemen SDM di bank syariah bisa membuat daftar pertanyaan yang mengarah kepada terjaringnya calon karyawan yang potensial kompetitif dan Islami.
Untuk menguatkan hasil seleksi, bank syariah bisa melakukan asesmen kembali pada tahap seleksi ini untuk lebih mencocokan antara informasi dan karakter pekerjaan dengan informasi dan karakter calon karyawan. Departemen SDM dan pejabat bank syariah pada tahap ini harus mencermati calon karyawan yang akan dipilih. Kesalahan dalam penseleksian ini akan menimbulkan kerugian bagi bank syariah.
Mungkin saja untuk mendapatkan calon karyawan yang kompetitif dan Islami yang potensial, seleksi di bank syariah lebih sulit. Namun kesulitan ini harus dilalui supaya bank syariah bisa mendapatkan calon karyawan yang nantinya kapasitas mereka melebihi kapasitas bank syariah sehingga bank syariah bisa lebih kompetitif sekaligus Islami dan memiliki potensi dan kemauan mendalami ilmu syariah.
Penempatan
Tujuan utama dari seleksi adalah penempatan, atau penempatan seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat. Yang terpenting, penempatan sumber daya manusia harus dilihat sebagai proses pencocokan. Seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas kerja karyawan. Pencocokan ini juga mempengaruhi biaya pelatihan dan operasi secara langsung (Mathis dan Jackson,  2006:262)
Kesesuaian orang-pekerjaan merupakan konsep sederhana tetapi penting yang melibatkan pencocokan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan orang-orang dengan karakteristik pekerjaan. Tidak pelak lagi, tanpa adanya kecocokan yang baik antara pengetahuan, keterampilan dan kemampuan orang-orang dan tuntutan pekerjaan, kemungkinan kinerja karyawan akan lebih rendah, perputaran dan ketidak hadiran lebih tinggi, serta masalah-masalah SDM lain meningkat. Banyak  seleksi dihubungkan dengan pengumpulan informasi yang dibutuhkan tentang pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melalui formulir surat lamaran, resume, wawancara, tes dan alat-alat yang lain (Mathis dan Jackson,  2006:263-4).
Penempatan dilakukan dengan menganggap bahwa calon karyawan memang berminat dan memiliki kompetensi serta potensial menduduki suatu posisi. Penempatan dilakukan dengan mempertimbangkan data hasil asesmen dan wawancara.
Pelatihan
Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Dalam pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini (Mathis dan Jackson,  2006:301).
Saat ini semakin banyak pemberi kerja yang menyadari bahwa melatih SDM mereka adalah vital. Pelatihan membantu daya saing organisasional dengan membantu retensi karyawan. Alasan pokok mengapa banyak individu tetap bertahan atau meninggalkan organisasi adalah kesempatan pelatihan dan pengembangan (Mathis dan Jackson,  2006:301).
Paradigma lama perusahaan tentang pelatihan adalah bahwa ketika perusahaan mengalami masa-masa sulit, pelatihan adalah pengeluaran pertama yang dipangkas. Namun pada saat ini semakin banyak perusahaan yang menyadari bahwa investasi dalam modal manusia (human capital) dapat menguntungkan perusahaan dalam jangka waktu yang lebih lama (Mathis dan Jackson,  2006:302).
Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan diagnostik dari penentuan tujuan-tujuan pelatihan. Pelatihan melihat pada masalah kinerja karyawan dan organisasi untuk menentukan apakah dengan diadakannya pelatihan akan menolong. Ketika telah diidentifikasi adanya kebutuhan akan pelatihan, usaha-usaha pelatihan kemudian merincikan tujuan-tujuan yang harus dicapai (Mathis dan Jackson,  2006:308-309).
Sebagai contoh, dengan melihat kinerja staf administrasi dalam departemen penagihan, seorang manajer mengidentifikasi adanya masalah dengan kemampuan pemasukan data dan keyboard. Manajer dapat menentukan tujuan pelatihan untuk meningkatkan data keyboard sampai 60 kata per menit tanpa kesalahan. Jumlah kata per menit tanpa kesalahan adalah kriteria keberhasilan pelatihan (Mathis dan Jackson,  2006:309).
Dalam beberapa hal pelatihan juga bisa menjadi sumber penghasilan bank syariah dan bahkan menjadi salah satu produk yang dijual oleh bank syariah. Ini bisa dilakukan oleh bank syariah yang telah lama berkecimpung, seperti Bank Muamalat Indonesia yang memiliki Muamalat Institute sebagai pusat pelatihan bank syariah.
Bank syariah bisa melakukan pelatihan kepada karyawannya tidak hanya berupa teknis operasional perbankan, akan tetapi juga pemahaman terhadap prinsip syariah sehingga pelatihan tersebut juga mengarah kepada pendidikan. Sebelum menjalani pelatihan, karyawan dapat mengikuti asesmen untuk melihat aspek-aspek yang akan menjadi prioritas ketika mengikuti pelatihan.
Untuk karyawan dengan latar belakang ilmu syariah, prioritas latihan adalah memahami teknis operasional perbankan. Sedangkan untuk karyawan yang sudah memahami ilmu perbankan, teknis operasional tetap diikuti namun prioritasnya kemungkinan adalah memahami prinsip-prinsip syariah yang ada dalam perbankan syariah supaya mereka memiliki pemahaman yang integral antara ilmu perbankan dan ilmu syariah yang seharusnya tidak terjadi dikotomi.
Dengan melihat data hasil asesmen, bank syariah bisa membenahi aspek-aspek yang ada dalam diri karyawannya untuk menyesuaikan dengan budaya perusahaan maupun juga etos kerja dari perusahaan. Dengan demikian pelatihan yang diberikan bermanfaat dan tepat sehingga biaya yang dikeluarkan sebanding dengan hasil yang didapat.
Aspek-aspek yang ada dalam diri karyawan dibenahi agar mendukung tujuan perusahaan. Misalnya aspek kepribadian yang meliputi berbagai macam jenis, untuk karyawan yang bekerja di pelayanan pelanggan (customer service) mesti memiliki minat terhadap pelayanan yang tinggi supaya pelanggan atau nasabah mendapatkan kepuasan dalam pelayanan. Di samping itu, sikap yang Islami perlu ditunjukkan sehingga akan memunculkan nilai lebih dari pelayanan bank syariah. Sampai hari ini, secara kasat mata bisa dilihat bahwa call center terbaik masih dipegang oleh bank konvensional. Demikian pula customer service terbaik masih dipegang oleh bank konvensional. Bank syariah perlu berbenah dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam sebagai suatu bentuk daya saing bukan sebatas budaya atau kebiasaan semata.
Misalnya saja ketahanan bekerja karyawan bank syariah minimal bisa lebih di atas ketahanan kerja bank konvensional. Kerjasama tim juga harus bisa melampaui kerjasama tim dalam bank konvensional. Demikian pula kreativitas dan pelayanan. Jika masih di bawah bank konvensional maka bank syariah belum bisa menunjukkan diri sebagai alternatif bagi umat Islam maupun masyarakat dalam pelayanan perbankan.
Bank syariah sampai saat ini masih berkutat kepada pertumbuhan aset dan seolah melupakan kapasitas karyawannya. Seharusnya kapasitas karyawan bank syariah bisa melebihi dari pangsa pasar bank syariah secara nasional sehingga masyarakat melirik bank syariah sebagai sebuah institusi yang sangat nyaman dalam pelayanan perbankan.
Kegunaan pelatihan bagi karyawan bank syariah adalah untuk meningkatkan kapasitas diri mereka agar (kalau bisa) melebihi kapasitas karyawan bank konvensional. Dengan demikian kapasitas yang melampaui perkiraan ini diharapkan bisa membuat bank syariah kompetitif, Islami dan disukai masyarakat.
Pengembangan
Pengembangan mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini. Pengembangan menguntungkan organisasi dan individu. Para karyawan dan manajer yang memiliki pengalaman dan kemampuan sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasi dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Dalam proses pengembangan, karir para individu juga mungkin berkembang dan mendapatkan fokus yang baru atau berbeda (Scott et al dalam Mathis dan Jackson,  2006:309).
Pengembangan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan untuk sebagian besar orang memungkinkan mereka bisa menjalankan mesin fotokopi, menjawab pertanyaan-pertanyaan layanan pelanggan, mengemudikan truk, mengoperasikan komputer, atau merakit radio. Akan tetapi, pengembangan di bidang seperti penilaian, tanggung jawab, pembuatan keputusan, dan komunikasi memberikan tantangan yang lebih besar. Bidang-bidang ini mungkin atau mungkin tidak berkembang lewat pengalaman hidup para individu.  Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya para manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah organisasi (Mathis dan Jackson,  2006:361).
Pengembangan karyawan bank syariah dilakukan dengan dua jalur. Yang pertama dengan menggunakan asesmen, dan yang kedua dengan mengikuti metode pembinaan pribadi yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Ada yang berpendapat bahwa umat Islam tidak mungkin kembali ke jaman kejayaan Islam seperti permulaan Islam di Mekah hingga penaklukan yang menguasai dua pertiga dunia.
Pada pembicaraan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa arah dari pengembangan yang dilakukan bukan untuk mengikuti mutlak apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi melaksanakan metode pembinaan SDM yang terbukti mampu memimpin peradaban dengan integritas tinggi.
Salah satu hikmah dari sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah memahami metode pembinaan individu yang dilakukan terhadap para sahabat dan kaum muslimin. Kemajuan peradaban Islam adalah akibat dari pembinaan individu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kemudian dicontoh oleh kaum muslimin periode berikutnya. Pembinaan individu ini  berjalan terus menerus sehingga mampu membentuk karakter yang mendukung terbentuknya SDM yang kompetitif.
Bagi bank syariah, seharusnya bisa mencontoh atau mengikuti metode yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin. Pengembangan yang dilakukan bank syariah idealnya memadukan pengembangan yang berkaitan dengan pekerjaan dan pengembangan yang berkaitan dengan integritas diri seorang muslim. Dengan demikian karyawan bank syariah memiliki ruh keIslaman yang kuat dan terus menerus diperbarui, serta kompetensi perbankan yang kompetitif.
Dengan pembinaan seperti ini, maka pembicaraan tentang aset perbankan bukan lagi masalah yang serius karena kapasitas SDM bank syariah telah terbentuk dan akan mempercepat jalannya bank syariah. Kita bisa melihat bagaimana semenjak kehadiran Islam di jazirah Arab, telah membalikkan kondisi SDM di wilayah tersebut dari bangsa yang tidak dipandang menjadi negara superpower. Dan keberhasilan itu bukan berasal dari kemajuan teknologi, melainkan pembinaan diri yang terus menerus dalam memahami Islam sehingga potensi positif yang ada dalam setiap diri kaum muslimin mampu diaktualisasikan pada kondisi terbaik.
Umar bin Khaththab adalah sosok yang memiliki citra negatif pada jaman jahilyah. Setelah mendapat pembinaan diri dalam memahami Islam oleh Nabi Muhammad SAW menjadi sosok yang sangat bertanggung jawab terhadap nasib rakyat. Sangat memahami beratnya pertanggungjawaban di akhirat sebagai seorang pemimpin.  Pemahaman Umar yang utuh tentang Islam justru mampu melahirkan berbagai kebijakan kenegaraan yang  spektakuler.
Bank syariah mungkin bisa melahirkan SDM sekualitas Umar bin Khaththab jika melakukan pengembangan terpadu antara aspek perbankan dan aspek keIslaman. Pemikiran-pemikiran yang cemerlang mungkin akan lahir dari pembinaan SDM yang terus menerus dalam memahami Islam dan pengembangan SDM dalam aspek perbankan.
Kepribadian SDM bank syariah seharusnya berbeda dengan kepribadian SDM bank konvensional. Kepribadian SDM bank syariah diharapkan bisa memberi inspirasi bagi umat Islam, bisa menggetarkan perekonomian dengan produk-produk dan kebijakannya yang cemerlang dan mendorong berjalannya sektor riil serta tersalurkannya infak, sedekah dan zakat dan mampu membantu pengusaha mikro maupun pedagang kecil.
Kepribadian SDM bank syariah seharusnya bisa menjadi guru bagi dunia dalam menjalankan sektor riil dan meninggikan derajat kemanusiaan orang-orang yang tertindas secara ekonomi. Kepribadian SDM bank syariah bisa menjadi pemimpin perekonomian mengerakkan ekonomi masyarakat.
Kepribadian SDM bank syariah yang Islami adalah sejalan dengan tuntutan profesionalisme perekonomian modern. Perekonomian modern menuntut pelaku ekonomi yang jujur, amanah, berkata benar, menyampaikan yang seharusnya dan yang seandainya dan cerdas. Namun diikuti dengan semangat keIslaman yang baik.
Pembinaan SDM bank syariah dilakukan dari proses rekruitmen sehingga pengembangan karir. Pada tahap rekrutmen, calon karyawan dilihat potensi untuk berbuat baik dan profesional melalui asesmen. Calon karyawan bisa dilihat kepribadiannya apakah bisa dibentuk menjadi pribadi yang lebih Islami dari yang sebelumnya dan juga tentunya aspek yang bisa membentuk pribadi yang kompetitif ketika menjadi karyawan bank syariah.
Pada tahap seleksi, calon karyawan akan diwawancara tentang pemahamannya terhadap Islam dan potensinya menjadi peribadi muslim yang kompetitif. Kriteria mampu dan rajin membaca Al Quran dan sholat lima waktu adalah salah satu yang bisa dilihat dalam penseleksian. Kriteria lain adalah implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Pada penempatan, karyawan juga perlu dinilai sikap dan perilaku kesehariannya di kantor. Penempatan untuk posisi yang lebih tinggi maupun tinggi juga memperhitungkan lamanya karyawan mengukti pembinaan keIslaman dan kemampuan perbankannya baik akademis maupun syariah.
Karyawan bank syariah semenjak mulai bekerja seharusnya mengikuti pembinaan keIslaman yang terus menerus sehingga muncul aura nilai-nilai Islam dalam perilaku kerja kesehariannya. Dan ketika menempati posisi menengah maupun posisi puncak, kepribadian karyawan bank syariah yang menempati posisi puncak diharapkan bisa memunculkan keteladanan sekaligus sosok profesional yang menjadi guru dan pemberi inspirasi dan motivasi.
Hasil asesmen dalam setiap tahapan diharapkan bisa sejalan dengan hasil pembinaan keIslaman SDM bank syariah sehingga tanggung jawab yang semakin berat diikuti dengan keIslaman yang semakin mantap.
Pengembangan Karir
Usaha pengembangan karir ditargetkan oleh personel manajerial untuk melihat di luar pekerjaannya saat ini dan untuk mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi berbagai pekerjaan di masa yang akan datang dalam organisasi tersebut. Pengembangan karir, untuk karyawan dan manajer sangat penting bagi organisasi untuk memiliki kapabilitas SDM yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perubahan di masa yang akan datang (Mathis dan Jackson, 2006:341).
Karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Orang-orang mengejar karir untuk memenuhi kebutuhan individual secara mendalam. Pada suatu saat, banyak dari kebutuhan tersebut dapat dipenuhi hanya dengan mengenal pada pemberi kerja. Sekarang, perbedaan antara cara individu dan organisasi memandang karirnya berbeda secara signifikan (Mathis dan Jackson, 2006:342).
Perencanaan karir sedikitnya bisa dibagi dua, yaitu perencanaan karir yang berpusat pada organisasi dan individu. Perencanaan karir yang berpusat pada organisasi berfokus kepada pekerjaan dan pengidentifikasian jalan karir yang memberikan kemajuan yang logis atas orang-orang di antara pekerjaan dalam organisasi (Mathis dan Jackson, 2006:343).
Perencanaan karir yang berpusat pada individu lebih berfokus kepada karir individu dari pada kebutuhan organisasi. Perencanaan ini dilakukan oleh para karyawan sendiri dengan menganalisis tujuan dan keterampilan individual mereka (Mathis dan Jackson, 2006:344).
Pada pengembangan karir, asesmen dilaksanakan untuk melihat apakah karyawan mampu bekerja di suatu posisi yang lebih tinggi. Di samping itu, bisa dilihat pada posisi mana karyawan bisa mengembangkan karirnya. Data hasil asesmen pada tahap sebelumnya sangat berguna untuk melihat jejak rekam karyawan, mau ke arah mana karyawan berkarir. Hendaknya bank syariah mensyaratkan kriteria atau nilai yang cukup tinggi dari hasil asesmen supaya jenjang jabatan yang lebih atas dipegang oleh orang yang memiliki kapabilitas diri yang semakin baik.
Pembinaan KeIslaman
Allah berfirman dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 79 yang artinya, ”Tetapi jadilah kalian orang-orang Rabbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan Al Quran dan disebabkan kamu senantiasa mempelajarinya”. Ayat ini diamalkan dalam kehidupan Rasulullah SAW , para sahabat dan beberapa generasi setelahnya dengan baik. Mempelajari Al Quran dan mengajarkannya bukan lagi sebuah perkuliahan yang membutuhkan ruang kelas dan hanya diikuti sebagian kecil masyarakat. Mereka mempelajari Al Quran dan mengajarkannya terus menerus selama hidup mereka. Rasulullah SAW menyampaikan Al Quran kepada kaum muslimin sedikit demi sedikit dan bertahap, serta perkataan, perbuatan, ketetapan beliau dalam hidupnya menjadi Hadits.
Pembinaan keIslaman bagi karyawan bank syariah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah adalah sebuah keniscayaan. Saat ini memang belum menjadi bagian yang jelas dalam berjalannya bank syariah. Namun suatu saat hal ini tidak mustahil terjadi. Berdasarkan pengamatan penulis, bank syariah sudah melaksanakan taklim rutin untuk seluruh karyawan, namun belum mengarah kepada pembinaan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian muslim.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Maidah ayat yang artinya, “Dengan kitab (Al Quran) itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan-jalan keselamatan. Dan dengan (Al Quran) itu Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. Allah telah memberikan cahaya dan jalan yang lurus bagi hambaNya, termasuk karyawan bank syariah, insya Allah. Maka menjadi janggal apabila karyawan bank syariah atau bank Islam kering akan kristalisasi nilai-nilai Islam akibat tidak mempelajari Al Quran secara berkesinambungan. Yang dimaksud mempelajari Al Quran di sini bukan semata mempelajari arti atau tafsirnya, akan tetapi dilakukan dalam keseharian dengan mendengarkan nasehat yang baik, membaca buku, berdiskusi yang bisa membentuk pribadi muslim.
Pengaruh pribadi muslim dalam bank syariah akan tersebar kepada nasabah bank syariah dan stake htolder bank syariah. Jika tiap karyawan bank syariah telah menjadi pribadi muslim yang kompetitif, ia akan menyebar menjadi keluarga muslim yang kompetitif, dan akan menyebar lagi menjadi masyarakat muslim yang kompetitif (yaitu muslim yang memiliki kapabilitas dan kompetensi inti untuk bersaing).
Pribadi muslim dari karyawan bank syariah akan menjelma menjadi 3 bentuk. Yaitu pemikiran yang Islami, perbuatan yang Islami dan jiwa yang Islami. Ketiga hal ini akan memancarkan kebaikan kepada lingkungan karyawan bank syariah berada.
Contoh dalam pembentukan pribadi muslim ini adalah Rasulullah SAW. Perilaku yang dilaksanakannya sesungguhnya bisa dilakukan oleh manusia, namun manusia itu sendiri yang tidak mau mencontoh perilaku Rasulullah. Misalnya berkata sopan dan lembut, memberi salam, berkata jujur dan yang lainnya.
Seorang tokoh pahlawan Afghanistan bernama Abdullah Azam menyampaikan bahwa kemampuan Rasulullah yang mengagumkan adalah dapat menyatukan antara ibadah dengan urusan dunia dan antara urusan dakwah dengan jihad, kemudian menghadapi seluruh manusia, memimpin negara, mengirim utusan dan mendakwahi para raja, menerima utusan, mengirim pasukan dan memimpinnya, melakukan dialog dengan pemuka agama lain dan para penguasa di sekitarnya, mempersiapkan kemenangan, berhati-hati dari kekalahan, mengumpulkan zakat dan membaginya sendiri
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini seharusnya bisa memberikan inspirasi dan motivasi bagi karyawan bank syariah dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Rasulullah bisa memberikan tauladan dan memunculkan pribadi yang Islami karena kesehariannya beliau senantiasa dekat dengan Allah meskipun telah menjadi kepala negara. Kedekatan dengan Allah ini bisa dilihat dari kebiasaan membaca Al Quran dan melakukan perbuatan yang tidak dilarang dalam Islam. Jika karyawan bank syariah merasa kering dari kedekatan dengan Allah maka perlu pembinaan keIslaman yang berkelanjutan supaya pekerjaan mereka senafas dengan embel-embel syariah dalam industri perbankan.
Karyawan bank syariah juga perlu memahami bahwa pengetahuan keIslaman berbeda dengan pembentukan kepribadian muslim. Pengetahuan tidak menjadikan karyawan berkepribadian muslim karena hal tersebut tidak membentuk pribadi karyawan bank syariah. Pembentukan pribadi muslim akan melahirkan perbuatan yang Islami pula.
Dalam lingkungan kerja bank syariah, pribadi muslim yang kompetitif mulai bisa dilihat dari pemikirannya terhadap Islam dan prinsip-prinsip syariah yang dijalankan bank syariah serta kinerjanya yang optimal. Jika pemikirannya masih bercampur, maka bisa berpengaruh terhadap kinerja yang ia berikan di tempat kerjanya.
Misalnya, pemahaman akan bunga dan ayat-ayat yang mengharamkan bunga karena merupakan riba. Karyawan yang masih memahami bahwa bunga tidak berbeda dengan bagi hasil akan memberikan kinerja yang kurang optimal karena ia bekerja di bank syariah yang telah jelas mengharamkan bunga.
Bank syariah bisa memanfaatkan para ahli pengembangan pribadi muslim untuk merumuskan kurikulum yang tepat dalam pembinaan keislaman karyawan bank syariah. Kurikulum ini penting agar terdapat kesamaan pemahaman dari setiap karyawan bank syariah terhadap suatu hal.
Bank syariah juga perlu mulai memahami bahwa keunggulan kompetitif bank syariah adalah memiliki SDM dengan pribadi muslim yang kompetitif. Ke depannya, pribadi muslim adalah hal yang akan menjadi tren dari berkembangnya bank syariah. Kekeringan akan pemahaman terhadap Islam akan mengurangi daya saing bank syariah karena bank konvensional sudah lebih kompetitif.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, bisa diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
  1. perkembangan bank syariah cukup menggembirakan, namun asetnya secara nasional masih kecil. SDM bank syariah juga masih memiliki keterbatasan;
  2. pengembangan bank syariah saat ini seharusnya sudah ditekankan kepada pengembangan SDM bank syariah;
  3. asesmen sangat berguna untuk mendapatkan gambaran individu dengan cepat dan bisa digunakan untuk aktivitas manajemen SDM;
  4. asesmen dilakukan pada perekrutan, penseleksian, penempatan, pelatihan, pengembangan dan pengembangan karir guna mendapatkan informasi yang utuh tentang calon karyawan maupun karyawan dan juga dilakukan pembinaan keIslaman dalam setiap aktivitas tersebut untuk membentuk pribadi muslim yang kompetitif;
  5. pembinaan keIslaman untuk SDM bank syariah akan menjadi faktor pembentukan keunggulan kompetitif bank syariah. Pribadi muslim yang kompetitif akan melampaui kapasitas SDM bank konvensional.
  6. asesmen dan pembentukan pribadi muslim merupakan cara terbaik pengembangan SDM bank syariah karena memadukan dua unsur yang selama ini terpisah yang berakibat mengganggu kinerja bank syariah.
PENUTUP
Setelah melihat uraian di atas, penulis mengusulkan agar bank syariah menggunakan asesmen dalam kegiatan manajemen SDM-nya serta memikirkan untuk membentuk pribadi muslim bagi karyawannya sebagai awal pembentukan SDM bank syariah yang kompetitif dan Islami. Rasulullah SAW telah melakukan metode pengembangan SDM yang terbukti mampu memimpin peradaban. Metode ini bisa digunakan bank syariah untuk mengembangkan SDM-nya agar bisa melampaui kapasitas SDM bank konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Bank Indonesia (2002). Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Burn, Bonnie., and Payment, Maggi (2000). Assessments A to Z: a collection of 50 questionnaires, instruments, and inventories. USA: Jossey-Bass/Pfeiffer.
Cascio, Wayne F.  (1998). Managing Human Resources, Productivity, Qualitiy of Work Life, Profits. Fifth Edition. Irwin Mc Graw Hill Companies.
Grote, Dick (2002). The Performance Appraisal Question and Answer Book: A Survival Guide for Managers. USA: Amacom.
Hakim, Cecep Maskanul, Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah.
Hopkins Kenneth D. (1998). Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Eighth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Mathis, Robert. L., Jackson, John. H (2006). Human Resource Management (terjemahan). Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Jakarta, 3 Mei 2008
Tulisan ini merupakan Tugas Akhir mata kuliah Manajemen SDM PPS MM UMJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post