Abstrak
Perkembangan bank syariah termasuk cukup pesat, terutama setelah tahun 1998, namun dilihat dari segi aset masih kecil persentasenya dibanding perbankan nasional. Pengembangan SDM bank syariah memiliki kendala dalam hal pemahaman operasional perbankan dan syariah. Di samping itu SDM bank syariah mesti mengikuti pengembangan terpadu, yaitu melalui penggunaan asesmen dan pembinaan keIslaman yang berkelanjutan. Dengan pengembangan yang terpadu bank syariah bisa memiliki kapasitas SDM yang lebih besar dari besarnya aset bank syariah itu sendiri secara nasional.
Perkembangan bank syariah termasuk cukup pesat, terutama setelah tahun 1998, namun dilihat dari segi aset masih kecil persentasenya dibanding perbankan nasional. Pengembangan SDM bank syariah memiliki kendala dalam hal pemahaman operasional perbankan dan syariah. Di samping itu SDM bank syariah mesti mengikuti pengembangan terpadu, yaitu melalui penggunaan asesmen dan pembinaan keIslaman yang berkelanjutan. Dengan pengembangan yang terpadu bank syariah bisa memiliki kapasitas SDM yang lebih besar dari besarnya aset bank syariah itu sendiri secara nasional.
PENDAHULUAN
Perkembangan
bank syariah di Indonesia patut mendapat apresiasi. Terutama semenjak
tahun 1998 hingga saat ini (2008). Awalnya bank syariah tidak mendapat
tempat di hati masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu dan
sosialisasi yang semakin intensif, maka semakin banyak anggota
masyarakat yang menjadi nasabah bank syariah.
Di
samping itu, pertambahan bank yang menerapkan prinsip syariah juga
semakin banyak. Bank konvensional pun sudah banyak yang membuka unit
usaha syariah maupun membuat anak perusahaan baru yang sepenuhnya
menjalankan prinsip syariah dalam operasionalnya.
Bank
asing pun juga membuka layanan syariah, seperti HSBC. Ini berarti,
prospek bank yang menerapkan prinsip syariah dalam operasionalnya telah
mendapat sambutan hangat dari kalangan perbankan. Hanya saja, jika
berbicara mengenai aset memang masih di bawah 5 persen secara nasional.
Namun jika melihat pertambahan jumlah bank syariah, cukup menggembirakan
dan memang masih menunggu untuk mendapatkan nasabah dan aset yang lebih
banyak lagi.
Bertambahnya
jumlah bank syariah otomatis akan semakin mendekatkan bank syariah
kepada masyarakat. Diharapkan dengan semakin tersebar luasnya bank
syariah akan semakin banyak masyarakat yang bisa mengenal prinsip
syariah dalam operasional bank syariah.
Dari
segi promosi, bank syariah masih belum mampu beriklan jor-joran seperti
bank konvensional yang bahkan bisa membeli acara di stasiun televisi.
Dari segi waktu, keberadaan bank konvensional jauh lebih lama dari bank
syariah sehingga hal ini juga membuat masyarakat belum begitu familiar
dengan bank syariah.
Namun
demikian, Bank Indonesia telah berperan cukup besar dalam mendorong
berkembangnya bank syariah di Indonesia. Bank Indonesia telah membuat
berbagai peraturan (PBI, Peraturan Bank Indonesia) yang menjadi landasan
bank syariah dalam menjalankan operasionalnya, dan juga membuat
arsitektur perbankan syariah Indonesia.
Saat
ini bisa dikatakan bahwa animo membuka unit syariah oleh bank
konvensional dikarenakan melihat peluang bisnis yang menguntungkan. Hal
ini tentu saja tidak salah dan sah. Namun demikian, beberapa pendapat
yang berkembang di tengah masyarakat maupun stake holder bank syariah adalah masih terbatasnya sumber daya manusia (SDM) bank syariah yang mampu menjawab tantangan.
Kebanyakan
masalah yang mengemuka di publik, bank syariah sibuk dengan produk
penghimpunan dana maupun pembiayaan, namun terkesan mengabaikan SDM
sehingga total aset nasional yang masih kecil juga merupakan bagian dari
belum dilakukannya pengembangan SDM bank syariah dengan baik. SDM bank
syariah seharusnya memiliki kekhasan dibanding SDM bank konvensional.
Predikat bank yang menerapkan prinsip syariah berkorelasi dengan SDM
yang seharusnya berkepribadian Islami supaya senafas dan memberikan
citra tersendiri yang positif bagi masyarakat.
Rekrutmen
karyawan bank konvensional umumnya menggunakan asesmen. Demikian pula
promosi atau mutasi, menggunakan asesmen. Bank syariah juga menerapkan
hal yang sama. Namun secara kasat mata, SDM bank syariah ternyata belum
kompetitif jika dibandingkan dengan SDM bank konvensional.
TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan uraian di atas, maka pada kesempatan ini penulis ingin menguraikan tujuan penulisan yaitu:
- Untuk mencari cara terbaik mengembangkan SDM bank syariah
- Untuk menjelaskan peran asesmen dalam pengembangan SDM bank syariah
PEMBAHASAN
Bank Syariah
Kemunculan
bank syariah pertama kali di Indonesia dimulai dengan kehadiran Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada tahun 1992 di
Jakarta. Pada saat itu BMI masih sebagai satu-satunya bank syariah yang
ada di Indonesia. Hingga tahun 1999 BMI telah memiliki 45 outlet yang
tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan
Makasar (lihat Antonio, 2001: 26).
Pada
awal berdirinya bank syariah tidak mendapat perhatian yang serius dari
industri perbankan nasional. Adapun landasan hukum berdirinya bank
syariah ini adalah UU No. 7 Tahun 1992 dimana bank syariah dikategorikan
sebagai bank dengan sistem bagi hasil, namun tidak terdapat penjelasan
yang lebih rinci dan tidak dijelaskan jenis usaha apa saja yang boleh
dijalankan oleh bank syariah (lihat Antonio, 2001: 26).
Baru
pada tahun 1998 (dalam UU No. 10 Tahun 1998) diatur jenis usaha yang
dapat dijalankan oleh bank syariah. Disamping itu UU tersebut memberi
peluang bagi bank konvensional untuk membuka unit syariah maupun merubah
secara keseluruhan menjadi bank syariah (lihat Antonio, 2001: 26).
Salah
satu hal yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah
terdapatnya dewan pengawas syariah (DPS) di bank syariah. Tugasnya
mengawasi operasional bank dan produk yang dikeluarkannya supaya sesuai
dengan aturan syariah. Posisi dewan pengawas syariah adalah setingkat
komisaris pada bank konvensional. Biasanya dewan pengawas syariah akan
memberikan pernyataan pada laporan tahunan bank syariah bahwa bank yang
diawasinya sudah berjalan menurut prinsip syariah. Disamping itu, dewan
pengawas syariah juga bertugas meneliti dan merekomendasi produk baru.
(Lihat Antonio, 2001: 26-27).
Jika
di tingkat mikro terdapat dewan pengawas syariah, maka di tingkat makro
terdapat dewan syariah nasional (DSN) yang merupakan lembaga otonom
yang berada di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pembentukan DSN ini
dilatarbelakangi adanya kemungkinan setiap DPS yang berada di tiap bank
syariah menyampaikan fatwa yang berbeda-beda. Dengan dibentuknya DSN,
telah ada lembaga tingkat nasional yang membawahi lembaga-lembaga
keuangan di Indonesia (termasuk bank syariah) dalam kaitannya dengan
permasalahan syariah. Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam (lihat
Antonio, 2001: 32).
Namun
demikian DSN maupun DPS belum menyentuh masalah SDM yang bekerja di
bank syariah. Afzalur Rahman (dalam Antonio, 2001: 34) menyatakan bahwa
lingkungan kerja di bank syariah selayaknya sesuai dengan syariah. Sifat
amanah dan shidiq harus terdapat pada karyawan bank syariah. Fathanah yaitu skillfull dan profesional juga merupakan syarat, mampu bekerja team work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh).
Pendapat
Afzalur Rahman ini perlu dielaborasi lagi agar bank syariah memiliki
SDM yang handal dan kompetitif. Jika dilihat secara kasat mata,
pelayanan dari bank syariah kepada nasabahnya belum bisa berkompetisi
dengan bank konvensional. Untuk beberapa hal, justru yang terlihat dalam
pelayanan bank syariah adalah simbol-simbol keIslaman yang tidak
berhubungan langsung dengan pelayanan bank syariah. Misalnya saja
penggunaan jilbab bagi karyawati dan kopiah bagi karyawan. Kedua hal
tersebut merupakan sebuah nilai kebaikan, namun justru yang diinginkan
adalah kemampuan SDM bank syariah dalam bidang yang mereka jalankan.
Ausaf
Ahmad (dalam Hakim,–) berpendapat bahwa masalah SDM merupakan masalah
yang paling rumit bukan saja dalam pengembangan produk, tapi dalam bank
syariah secara keseluruhan. Cecep Maskanul Hakim menyatakan bahwa
perdebatan antara SDM yang berlatar belakang perbankan murni dengan SDM
yang berlatar belakang syariah kerap terjadi ketika diminta
mengembangkan suatu produk. Masih jarang SDM di bank syariah yang
menguasai ilmu syariah dan ilmu perbankan sekaligus.
Lebih
lanjut Cecep Maskanul Hakim menyatakan bahwa jika ada alokasi dana
untuk pendidikan kepada bank syariah biasanya karyawan dikirim untuk
mengikuti pelatihan yang bersifat teknis, sementara materi syariah tidak
menjadi prioritas. Cecep memaparkan bahwa terdapat kecenderungan dari
bankir syariah untuk menganggap sepele masalah syariah dan bahkan ada
yang menganggap hal itu bisa ditangani oleh DPS.
Pendapat
Cecep Maskanul Hakim di satu sisi adalah sebuah tantangan yang dihadapi
bank syariah hingga saat ini dan perlu dicari solusi penyelesaiannya.
Jika melihat kondisi saat ini, jika dianggap masalah syariah bisa
diselesaikan bila ada kemauan politis (political will) dari
pimpinan bank syariah maka masih ada hal yang perlu diperbaiki dalam
pengembangan bank syariah. Hal itu adalah manajemen SDM di bank syariah
itu sendiri.
Sementara
itu, Bank Indonesia (BI) juga telah menerbitkan cetak biru pengembangan
perbankan syariah Indonesia dalam 10 tahun yaitu sejak 2002 hingga
2012. Visi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah itu adalah:
Terwujudnya
sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip
kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui
kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam
kerangka keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai
kemaslahatan masyarakat (BI, 2002:2).
BI
membagi tiga tahapan inisiatif pengembangan perbankan syariah. Tahap
pertama diprioritaskan untuk meletakkan landasan pengembangan yang kuat
bagi pertumbuhan. Tahap kedua difokuskan pada usaha untuk memperkuat
strukur industri. Dan pada tahap ketiga difokuskan untuk pemenuhan
standar keuangan dan kualitas pelayanan internasional (BI, 2002: 2).
Target pencapaian pengembangan sistem perbankan syariah nasional (BI, 2002: 5) adalah:
- memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai syariah;
- memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional serta perbaikan kesejahteraan rakyat;
- memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan pemenuhan standar operasional keuangan internasional.
Dalam
hal pelaksanaan kegiatan operasional bank syariah, prinsip ekonomi
syariah akan tercermin dalam nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi
dalam dua perspektif yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam
perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/profesinalisme dan sikap
amanah. Dalam pespektif makro, nilai-nilai syariah menekankan aspek
distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan
manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian (BI, 2002: 9).
Nilai-nilai
syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang
diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas
tinggi dan sangat hati-hati:
- Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan dana masyarakat akan dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram);
- Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah;
- Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi (mudharib).
- Fathanah, memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).
Dengan
melihat uraian di atas maka pengembangan bank syariah pada saat ini
harus ditekankan kepada SDM bank syariah. Pengembangan SDM bank syariah
menurut pengamatan penulis (yang bekerja pada konsultan Manajemen SDM)
dilakukan dari rekrutmen calon karyawan hingga pengembangan karir
karyawan. Untuk tahap tertentu dilakukan asesmen untuk mengetahui
pengembangan SDM bank syariah pada fase berikutnya, dan juga dilakukan
pembinaan kepribadian guna meningkatkan nafas keislaman pada tiap
pribadi SDM bank syariah sehingga diri mereka menyatu dengan ajaran
Islam itu sendiri. Semangat yang timbul dari pengembangan itu adalah
untuk berkiprah lebih baik lagi mengimplementasikan ekonomi Islam dalam
pekerjaan dan kehidupan.
Asesmen
Asesmen
menurut Hopkins (2006) adalah suatu proses untuk membedakan dan
menggambarkan sesuatu dengan menggunakan angka secara objektif dan
tepat. Menurut Cascio (1998) kegunaan asesmen di perusahaan adalah
untuk rekrutmen karyawan, seleksi karyawan, pelatihan karyawan,
pengembagan karyawan, pengembangan karir karyawan dan penempatan
karyawan.
Salah satu alasan untuk menggunakan asesmen adalah seperti yang dikemukakan oleh Burn dan Payment (2000:3), ”Adults
learn best when they are actively engaged in the learning process. With
the fast pace of workplace today and the quick development of new
products, services and procedures, workers are continually called on to
improve their performance. Assesments are the perfect tools for engaging
learners quickly and for beginning the performance improvement process”.
Ada lagi istilah performance assessment. Menurut Grote (2002:74), performance assessment adalah fase ketiga dari sistem apraisal kinerja yang efektif. Pada dasarnya performance assessment
melibatkan pengevaluasian hanya sekedar sejauh mana individu dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik dan mengisi formulir apraisal. Performance assessment adalah salah satu bagian terakhir pengevaluasian karyawan setelah bekerja dalam periode tertentu.
Asesmen
sangat berguna untuk mendapatkan gambaran individu yang sebenarnya
dengan cepat. Perusahaan dapat mengetahui kepribadian calon karyawan
yang mengikuti asesmen. Kepribadian yang dilihat tersebut kemudian
dibandingkan dengan kepribadian yang harus dimiliki untuk posisi yang
dilamar. Jika terjadi kecocokan, maka kemungkinan besar calon karyawan
tadi akan diterima bekerja.
Perusahaan
juga bisa mengetahui minat calon karyawannya. Perusahaan kemudian
mencocokkan minat calon karyawan dan minat yang ada di posisi yang
dilamar. Jika terjadi kecocokan, perusahaan kemungkinan akan menerima
calon karyawan tersebut.
Demikian
pula dengan inteligensi calon karyawan. Perusahaan dapat membandingkan
apakan inteligensi yang ada pada calon karyawan sesuai dengan
inteligensi yang disyaratkan untuk posisi yang dilamar. Jika ternyata
sesuai, perusahaan kemungkinan akan menerima calon karyawan tersebut.
Asesmen
dilakukan tidak hanya kepada calon karyawan, akan tetapi juga kepada
karyawan yang telah bekerja untuk melamar posisi tertentu atau yang
lebih tinggi. Disamping itu, asesmen juga bisa dilakukan untuk mengikuti
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan maupun calon karyawan.
Untuk pengembangan karir, asesmen juga bisa dilakukan. Asesmen dilakukan
untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang individu dan
kemudian disesuaikan dengan kebutuhan individu tersebut untuk dilatih,
ditempatkan, dikembangkan kapasitasnya atau dikembangkan karirnya.
Beberapa aspek dalam asesmen yang bisa dilihat di antaranya adalah:
- indeks pembelajaran, penalaran dan potensi pemecahan masalah yang diharapkan;
- kemampuan verbal dengan melihat banyaknya kosa kata yang dimiliki;
- penggunaan kata-kata dalam penalaran dan pemecahan masalah
- kemampuan melakukan kalkulasi;
- penggunaan angka dalam penalaran dan pemecahan masalah;
- daya tahan, semangat dan kemampuan bekerja;
- kemampuan mengendalikan orang dan situasi;
- persahabatan dan partisipasi bersama orang lain;
- mengikuti kebijakan, menerima pengawasan, dan bekerja sesuai aturan;
- bersikap positif terhadap orang lain;
- menggunakan informasi yang tersedia untuk mengambil keputusan dengan cepat;
- bersahabat, kooperatif, dan ramah;
- mengandalkan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri, mengambil tindakan mandiri dan mengambil keputusan sendiri;
- berpikir dengan jelas dan objektif di dalam pengambilan keputusan;
- dan lain-lain (termasuk minat)
Dengan
demikian bisa dilihat bahwa dengan melakukan asesmen, setidaknya bisa
didapatkan 14 aspek dari seorang individu. Perusahaan kemudian akan
melakukan pembicaraan untuk menerima atau menolak calon, menempatkan
calon karyawan atau karyawan, melatih karyawan baru maupun karyawan
lama, mengembangkan karyawan baru dan karyawan lama dan mengembangkan
karir karyawan lama.
Perekrutan
Bank
syariah yang akan merekrut karyawan terlebih dahulu membuat karakter
pekerjaan yang akan diisi. Untuk perekrutan biasanya digunakan tenaga
eksternal. Namun tidak dipungkiri pelamar justru berasal dari internal
perusahaan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:237) mengisi lowongan
secara internal dapat menambah motivasi bagi karyawan untuk tinggal dan
tumbuh dalam organisasi dibandingkan untuk mengejar kesempatan karir di
luar.
Guna
mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dari pihak eksternal, bank
syariah dapat mengiklankan lowongan pekerjaan di media cetak, media
lainnya maupun bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi.
Kualifikasi pelamar biasanya sudah diumumkan dalam iklan ini.
Bank
syariah juga bisa menggunakan perekrutan berfokus karyawan. Menurut
Mathis dan Jackson (2006:240) satu sumber terpercaya dari calon yang
potensial adalah saran-saran dari karyawan-karyawan sekarang atau bekas
karyawan. Karena karyawan dan bekas karyawan telah memahami pemberi
kerja, referensi-referensi mereka sering kali adalah kandidat-kandidat
berpotensi tinggi, karena kebanyakan karyawan biasanya tidak akan
mereferensikan individu-individu yang kemungkinan tidak akan memenuhi
syarat atau membuat karyawan tersebut kelihatan buruk. Juga, hubungan
dengan bekas karyawan mungkin hanya bisa dilakukan dengan orang-orang
yang sebelumnya adalah karyawan yang solid.
Referensi
karyawan merupakan salah satu dari metode perekrutan yang paling
efektif karena banyak orang yang memenuhi syarat dapat dijangkau dengan
biaya rendah. Beberapa studi menemukan bahwa pekerja-pekerja baru yang
direkrut melalui referensi karyawan mempunyai masa kerja dalam
organisasi yang lebih lama dibandingkan mereka yang berasal dari
sumber-sumber perekrutan lain (Mathis dan Jackson, 2006:240).
Asesmen
digunakan dalam perekrutan untuk mendapatkan informasi tentang individu
calon karyawan. Data hasil asesmen ini sangat berguna bagi bank
syariah. Bagi mereka yang tidak terseleksi, bank syariah bisa
menggunakan data mereka jika di kemudian hari informasi individu
tersebut ternyata cocok untuk memenuhi posisi di bank syariah.
Untuk
menyediakan SDM bank syariah yang kompetitif, bank syariah perlu
memilih data hasil asesmen yang paling baik. Untuk mendapatkan SDM yang
kompetitif, bank syariah perlu membuka lamaran seluas-luasnya untuk
mendapatkan calon yang sebanyak-banyaknya guna mencari SDM yang
kompetitif tersebut.
Berhubung
banyak alat asesmen berasal dari luar negeri, maka perlu dikembangkan
alat asesmen produk dalam negeri untuk menyesuaikan dengan budaya
domestik di Indonesia. Lebih khusus lagi, alat asesmen untuk lembaga
keuangan syariah (dalam hal ini bank syariah) juga perlu dikembangkan
agar dapat menjaring individu yang kompetitif dan Islami.
Dalam
dunia modern saat ini, tidak sedikit individu yang kompetitif namun
tidak Islami. Individu yang kompetitif dan Islami bisa dibentuk dengan
melihat hasil asesmen. Aspek-aspek yang ada di hasil asesmen pada
dasarnya adalah modal membentuk individu yang Islami dan kompetitif.
Hasil
asesmen umumnya menghasilkan data tentang inteligensi, kepribadian dan
minat dari calon karyawan. Bank syariah telah melihat data hasil asesmen
calon karyawannya dan kemudian akan menseleksi calon karyawan yang
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan bank syariah baik persyaratan
yang diumumkan dalam iklan lowongan kerja maupun persyaratan yang hanya
diketahui pihak internal bank syariah.
Perekrutan
dalam bank syariah juga bisa mensyaratkan hal-hal yang berhubungan
langsung dengan keIslaman seseorang. Hal itu di antaranya adalah
kedisiplinan sholat wajib, kemampuan dan kebiasaan membaca Al Quran,
kebiasaan berinfak, kemampuan emosional dalam berjama’ah dalam mengelola
organisasi. Hal-hal tersebut bisa membantu bank syariah dalam
mendapatkan calon karyawan yang Islami dan kompetitif. Namun demikian
hal-hal yang tersebut berkaitan dengan keIslaman seseorang bisa
diabaikan sementara jika data hasil asesmennya memperlihatkan sosok yang
kompetitif dan berpotensi menjadi pribadi yang lebih Islami setelah
menjadi karyawan bank syariah.
Selama
ini masih ada gambaran bahwa keIslaman seseorang tidak ada kaitannya
dengan sosok yang kompetitif dalam pasar tenaga kerja. Seseorang yang
rajin sholat belum tentu bekerja amanah, seseorang yang mampu membaca Al
Qur’an dan rajin membacanya belum tentu mampu bekerja keras dan
bertanggung jawab. Dan terkadang gambaran ini ternyata benar dan bisa
dilihat di tengah masyarakat.
Untuk
itulah, rekrutmen calon karyawan bank syariah harus memadukan aspek
kompetitif yang diperlihatkan dari data hasil asesmen dan dipadukan
dengan aspek keIslaman seseorang. Dan untuk membentuk karyawan yang
kompetitif dan Islami salah satunya adalah melalui pembinaan yang
berkelanjutan semenjak ia diterima menjadi karyawan bank syariah.
Berdasarkan
uraian sebelumnya, calon karyawan yang akan direkrut juga harus
memiliki potensi untuk mehami ilmu syariah dengan baik jika ia
sebelumnya berlatar belakang non syariah. Berdasarkan pengamatan
penulis, masih ada karyawan bank syariah yang enggan mendalami ilmu
syariah sehingga paradigma mereka dalam bekerja di bank syariah masih
memakai paradigma bank konvensional. Hal ini bisa menghambat
perkembangan bank syariah.
Penseleksian
Seleksi
adalah proses pemilihan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang
dibutuhkan untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi.
Perusahaan bisa saja tidak memilih orang yang tepat dengan kapabilitas
yang sesuai untuk suatu pekerjaan dimana konsekuensinya perusahaan akan
menemui kesulitan dalam melatih orang-orang yang dipilih. Dan jumlah
waktu dan usaha yang dihabiskan untuk menyeleksi orang-orang yang tepat
untuk suatu pekerjaan mungkin tidak begitu menyulitkan pemberi kerja
dalam mengatur mereka sebagai karyawan karena ada lebih banyak masalah
yang akan ditiadakan (Mathis dan Jackson, 2006:261).
Aktivitas
penseleksian bisa dilihat dengan menggunakan data hasil asesmen dan
kemudian dibuat peringkat penilaian. Penseleksian akan menyaring lebih
sedikit lagi calon karyawan yang akan diterima bank syariah. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan kandidat yang kompetitif dan Islami. Dengan
wawancara, bank syariah bisa mendapatkan data lebih rinci tentang calon
karyawan dengan melakukan dialog yang telah diatur sedemikian rupa.
Departemen SDM di bank syariah bisa membuat daftar pertanyaan yang
mengarah kepada terjaringnya calon karyawan yang potensial kompetitif
dan Islami.
Untuk
menguatkan hasil seleksi, bank syariah bisa melakukan asesmen kembali
pada tahap seleksi ini untuk lebih mencocokan antara informasi dan
karakter pekerjaan dengan informasi dan karakter calon karyawan.
Departemen SDM dan pejabat bank syariah pada tahap ini harus mencermati
calon karyawan yang akan dipilih. Kesalahan dalam penseleksian ini akan
menimbulkan kerugian bagi bank syariah.
Mungkin
saja untuk mendapatkan calon karyawan yang kompetitif dan Islami yang
potensial, seleksi di bank syariah lebih sulit. Namun kesulitan ini
harus dilalui supaya bank syariah bisa mendapatkan calon karyawan yang
nantinya kapasitas mereka melebihi kapasitas bank syariah sehingga bank
syariah bisa lebih kompetitif sekaligus Islami dan memiliki potensi dan
kemauan mendalami ilmu syariah.
Penempatan
Tujuan
utama dari seleksi adalah penempatan, atau penempatan seseorang ke
posisi pekerjaan yang tepat. Yang terpenting, penempatan sumber daya
manusia harus dilihat sebagai proses pencocokan. Seberapa baik seorang
karyawan cocok dengan pekerjaan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas
kerja karyawan. Pencocokan ini juga mempengaruhi biaya pelatihan dan
operasi secara langsung (Mathis dan Jackson, 2006:262)
Kesesuaian
orang-pekerjaan merupakan konsep sederhana tetapi penting yang
melibatkan pencocokan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
orang-orang dengan karakteristik pekerjaan. Tidak pelak lagi, tanpa
adanya kecocokan yang baik antara pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan orang-orang dan tuntutan pekerjaan, kemungkinan kinerja
karyawan akan lebih rendah, perputaran dan ketidak hadiran lebih tinggi,
serta masalah-masalah SDM lain meningkat. Banyak seleksi dihubungkan
dengan pengumpulan informasi yang dibutuhkan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan melalui formulir surat lamaran, resume,
wawancara, tes dan alat-alat yang lain (Mathis dan Jackson,
2006:263-4).
Penempatan
dilakukan dengan menganggap bahwa calon karyawan memang berminat dan
memiliki kompetensi serta potensial menduduki suatu posisi. Penempatan
dilakukan dengan mempertimbangkan data hasil asesmen dan wawancara.
Pelatihan
Pelatihan
adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk
membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Dalam pengertian
terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan
yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan
mereka saat ini (Mathis dan Jackson, 2006:301).
Saat
ini semakin banyak pemberi kerja yang menyadari bahwa melatih SDM
mereka adalah vital. Pelatihan membantu daya saing organisasional dengan
membantu retensi karyawan. Alasan pokok mengapa banyak individu tetap
bertahan atau meninggalkan organisasi adalah kesempatan pelatihan dan
pengembangan (Mathis dan Jackson, 2006:301).
Paradigma
lama perusahaan tentang pelatihan adalah bahwa ketika perusahaan
mengalami masa-masa sulit, pelatihan adalah pengeluaran pertama yang
dipangkas. Namun pada saat ini semakin banyak perusahaan yang menyadari
bahwa investasi dalam modal manusia (human capital) dapat menguntungkan perusahaan dalam jangka waktu yang lebih lama (Mathis dan Jackson, 2006:302).
Pelatihan
dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya.
Penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan
diagnostik dari penentuan tujuan-tujuan pelatihan. Pelatihan melihat
pada masalah kinerja karyawan dan organisasi untuk menentukan apakah
dengan diadakannya pelatihan akan menolong. Ketika telah diidentifikasi
adanya kebutuhan akan pelatihan, usaha-usaha pelatihan kemudian
merincikan tujuan-tujuan yang harus dicapai (Mathis dan Jackson,
2006:308-309).
Sebagai
contoh, dengan melihat kinerja staf administrasi dalam departemen
penagihan, seorang manajer mengidentifikasi adanya masalah dengan
kemampuan pemasukan data dan keyboard. Manajer dapat menentukan tujuan
pelatihan untuk meningkatkan data keyboard sampai 60 kata per menit
tanpa kesalahan. Jumlah kata per menit tanpa kesalahan adalah kriteria
keberhasilan pelatihan (Mathis dan Jackson, 2006:309).
Dalam
beberapa hal pelatihan juga bisa menjadi sumber penghasilan bank
syariah dan bahkan menjadi salah satu produk yang dijual oleh bank
syariah. Ini bisa dilakukan oleh bank syariah yang telah lama
berkecimpung, seperti Bank Muamalat Indonesia yang memiliki Muamalat
Institute sebagai pusat pelatihan bank syariah.
Bank
syariah bisa melakukan pelatihan kepada karyawannya tidak hanya berupa
teknis operasional perbankan, akan tetapi juga pemahaman terhadap
prinsip syariah sehingga pelatihan tersebut juga mengarah kepada
pendidikan. Sebelum menjalani pelatihan, karyawan dapat mengikuti
asesmen untuk melihat aspek-aspek yang akan menjadi prioritas ketika
mengikuti pelatihan.
Untuk
karyawan dengan latar belakang ilmu syariah, prioritas latihan adalah
memahami teknis operasional perbankan. Sedangkan untuk karyawan yang
sudah memahami ilmu perbankan, teknis operasional tetap diikuti namun
prioritasnya kemungkinan adalah memahami prinsip-prinsip syariah yang
ada dalam perbankan syariah supaya mereka memiliki pemahaman yang
integral antara ilmu perbankan dan ilmu syariah yang seharusnya tidak
terjadi dikotomi.
Dengan
melihat data hasil asesmen, bank syariah bisa membenahi aspek-aspek
yang ada dalam diri karyawannya untuk menyesuaikan dengan budaya
perusahaan maupun juga etos kerja dari perusahaan. Dengan demikian
pelatihan yang diberikan bermanfaat dan tepat sehingga biaya yang
dikeluarkan sebanding dengan hasil yang didapat.
Aspek-aspek
yang ada dalam diri karyawan dibenahi agar mendukung tujuan perusahaan.
Misalnya aspek kepribadian yang meliputi berbagai macam jenis, untuk
karyawan yang bekerja di pelayanan pelanggan (customer service)
mesti memiliki minat terhadap pelayanan yang tinggi supaya pelanggan
atau nasabah mendapatkan kepuasan dalam pelayanan. Di samping itu, sikap
yang Islami perlu ditunjukkan sehingga akan memunculkan nilai lebih
dari pelayanan bank syariah. Sampai hari ini, secara kasat mata bisa
dilihat bahwa call center terbaik masih dipegang oleh bank konvensional. Demikian pula customer service
terbaik masih dipegang oleh bank konvensional. Bank syariah perlu
berbenah dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam sebagai suatu bentuk
daya saing bukan sebatas budaya atau kebiasaan semata.
Misalnya
saja ketahanan bekerja karyawan bank syariah minimal bisa lebih di atas
ketahanan kerja bank konvensional. Kerjasama tim juga harus bisa
melampaui kerjasama tim dalam bank konvensional. Demikian pula
kreativitas dan pelayanan. Jika masih di bawah bank konvensional maka
bank syariah belum bisa menunjukkan diri sebagai alternatif bagi umat
Islam maupun masyarakat dalam pelayanan perbankan.
Bank
syariah sampai saat ini masih berkutat kepada pertumbuhan aset dan
seolah melupakan kapasitas karyawannya. Seharusnya kapasitas karyawan
bank syariah bisa melebihi dari pangsa pasar bank syariah secara
nasional sehingga masyarakat melirik bank syariah sebagai sebuah
institusi yang sangat nyaman dalam pelayanan perbankan.
Kegunaan
pelatihan bagi karyawan bank syariah adalah untuk meningkatkan
kapasitas diri mereka agar (kalau bisa) melebihi kapasitas karyawan bank
konvensional. Dengan demikian kapasitas yang melampaui perkiraan ini
diharapkan bisa membuat bank syariah kompetitif, Islami dan disukai
masyarakat.
Pengembangan
Pengembangan
mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk
menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar
kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini. Pengembangan
menguntungkan organisasi dan individu. Para karyawan dan manajer yang
memiliki pengalaman dan kemampuan sesuai dapat meningkatkan daya saing
organisasi dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
berubah. Dalam proses pengembangan, karir para individu juga mungkin
berkembang dan mendapatkan fokus yang baru atau berbeda (Scott et al dalam Mathis dan Jackson, 2006:309).
Pengembangan
berbeda dengan pelatihan. Pelatihan untuk sebagian besar orang
memungkinkan mereka bisa menjalankan mesin fotokopi, menjawab
pertanyaan-pertanyaan layanan pelanggan, mengemudikan truk,
mengoperasikan komputer, atau merakit radio. Akan tetapi, pengembangan
di bidang seperti penilaian, tanggung jawab, pembuatan keputusan, dan
komunikasi memberikan tantangan yang lebih besar. Bidang-bidang ini
mungkin atau mungkin tidak berkembang lewat pengalaman hidup para
individu. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk
semua karyawan, tidak hanya para manajer, dapat membantu memperluas
keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah organisasi (Mathis dan
Jackson, 2006:361).
Pengembangan
karyawan bank syariah dilakukan dengan dua jalur. Yang pertama dengan
menggunakan asesmen, dan yang kedua dengan mengikuti metode pembinaan
pribadi yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya.
Ada yang berpendapat bahwa umat Islam tidak mungkin kembali ke jaman
kejayaan Islam seperti permulaan Islam di Mekah hingga penaklukan yang
menguasai dua pertiga dunia.
Pada
pembicaraan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa arah dari
pengembangan yang dilakukan bukan untuk mengikuti mutlak apa yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi melaksanakan metode pembinaan
SDM yang terbukti mampu memimpin peradaban dengan integritas tinggi.
Salah
satu hikmah dari sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah memahami
metode pembinaan individu yang dilakukan terhadap para sahabat dan kaum
muslimin. Kemajuan peradaban Islam adalah akibat dari pembinaan individu
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kemudian dicontoh oleh kaum
muslimin periode berikutnya. Pembinaan individu ini berjalan terus
menerus sehingga mampu membentuk karakter yang mendukung terbentuknya
SDM yang kompetitif.
Bagi
bank syariah, seharusnya bisa mencontoh atau mengikuti metode yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin. Pengembangan yang
dilakukan bank syariah idealnya memadukan pengembangan yang berkaitan
dengan pekerjaan dan pengembangan yang berkaitan dengan integritas diri
seorang muslim. Dengan demikian karyawan bank syariah memiliki ruh
keIslaman yang kuat dan terus menerus diperbarui, serta kompetensi
perbankan yang kompetitif.
Dengan
pembinaan seperti ini, maka pembicaraan tentang aset perbankan bukan
lagi masalah yang serius karena kapasitas SDM bank syariah telah
terbentuk dan akan mempercepat jalannya bank syariah. Kita bisa melihat
bagaimana semenjak kehadiran Islam di jazirah Arab, telah membalikkan
kondisi SDM di wilayah tersebut dari bangsa yang tidak dipandang menjadi
negara superpower. Dan keberhasilan itu bukan berasal dari
kemajuan teknologi, melainkan pembinaan diri yang terus menerus dalam
memahami Islam sehingga potensi positif yang ada dalam setiap diri kaum
muslimin mampu diaktualisasikan pada kondisi terbaik.
Umar
bin Khaththab adalah sosok yang memiliki citra negatif pada jaman
jahilyah. Setelah mendapat pembinaan diri dalam memahami Islam oleh Nabi
Muhammad SAW menjadi sosok yang sangat bertanggung jawab terhadap nasib
rakyat. Sangat memahami beratnya pertanggungjawaban di akhirat sebagai
seorang pemimpin. Pemahaman Umar yang utuh tentang Islam justru mampu
melahirkan berbagai kebijakan kenegaraan yang spektakuler.
Bank
syariah mungkin bisa melahirkan SDM sekualitas Umar bin Khaththab jika
melakukan pengembangan terpadu antara aspek perbankan dan aspek
keIslaman. Pemikiran-pemikiran yang cemerlang mungkin akan lahir dari
pembinaan SDM yang terus menerus dalam memahami Islam dan pengembangan
SDM dalam aspek perbankan.
Kepribadian
SDM bank syariah seharusnya berbeda dengan kepribadian SDM bank
konvensional. Kepribadian SDM bank syariah diharapkan bisa memberi
inspirasi bagi umat Islam, bisa menggetarkan perekonomian dengan
produk-produk dan kebijakannya yang cemerlang dan mendorong berjalannya
sektor riil serta tersalurkannya infak, sedekah dan zakat dan mampu
membantu pengusaha mikro maupun pedagang kecil.
Kepribadian
SDM bank syariah seharusnya bisa menjadi guru bagi dunia dalam
menjalankan sektor riil dan meninggikan derajat kemanusiaan orang-orang
yang tertindas secara ekonomi. Kepribadian SDM bank syariah bisa menjadi
pemimpin perekonomian mengerakkan ekonomi masyarakat.
Kepribadian
SDM bank syariah yang Islami adalah sejalan dengan tuntutan
profesionalisme perekonomian modern. Perekonomian modern menuntut pelaku
ekonomi yang jujur, amanah, berkata benar, menyampaikan yang seharusnya
dan yang seandainya dan cerdas. Namun diikuti dengan semangat keIslaman
yang baik.
Pembinaan
SDM bank syariah dilakukan dari proses rekruitmen sehingga pengembangan
karir. Pada tahap rekrutmen, calon karyawan dilihat potensi untuk
berbuat baik dan profesional melalui asesmen. Calon karyawan bisa
dilihat kepribadiannya apakah bisa dibentuk menjadi pribadi yang lebih
Islami dari yang sebelumnya dan juga tentunya aspek yang bisa membentuk
pribadi yang kompetitif ketika menjadi karyawan bank syariah.
Pada
tahap seleksi, calon karyawan akan diwawancara tentang pemahamannya
terhadap Islam dan potensinya menjadi peribadi muslim yang kompetitif.
Kriteria mampu dan rajin membaca Al Quran dan sholat lima waktu adalah
salah satu yang bisa dilihat dalam penseleksian. Kriteria lain adalah
implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Pada
penempatan, karyawan juga perlu dinilai sikap dan perilaku
kesehariannya di kantor. Penempatan untuk posisi yang lebih tinggi
maupun tinggi juga memperhitungkan lamanya karyawan mengukti pembinaan
keIslaman dan kemampuan perbankannya baik akademis maupun syariah.
Karyawan
bank syariah semenjak mulai bekerja seharusnya mengikuti pembinaan
keIslaman yang terus menerus sehingga muncul aura nilai-nilai Islam
dalam perilaku kerja kesehariannya. Dan ketika menempati posisi menengah
maupun posisi puncak, kepribadian karyawan bank syariah yang menempati
posisi puncak diharapkan bisa memunculkan keteladanan sekaligus sosok
profesional yang menjadi guru dan pemberi inspirasi dan motivasi.
Hasil
asesmen dalam setiap tahapan diharapkan bisa sejalan dengan hasil
pembinaan keIslaman SDM bank syariah sehingga tanggung jawab yang
semakin berat diikuti dengan keIslaman yang semakin mantap.
Pengembangan Karir
Usaha
pengembangan karir ditargetkan oleh personel manajerial untuk melihat
di luar pekerjaannya saat ini dan untuk mempersiapkan diri mereka untuk
menghadapi berbagai pekerjaan di masa yang akan datang dalam organisasi
tersebut. Pengembangan karir, untuk karyawan dan manajer sangat penting
bagi organisasi untuk memiliki kapabilitas SDM yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perubahan di masa yang akan datang (Mathis dan Jackson,
2006:341).
Karir
adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati
seseorang sepanjang hidupnya. Orang-orang mengejar karir untuk memenuhi
kebutuhan individual secara mendalam. Pada suatu saat, banyak dari
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi hanya dengan mengenal pada pemberi
kerja. Sekarang, perbedaan antara cara individu dan organisasi memandang
karirnya berbeda secara signifikan (Mathis dan Jackson, 2006:342).
Perencanaan
karir sedikitnya bisa dibagi dua, yaitu perencanaan karir yang berpusat
pada organisasi dan individu. Perencanaan karir yang berpusat pada
organisasi berfokus kepada pekerjaan dan pengidentifikasian jalan karir
yang memberikan kemajuan yang logis atas orang-orang di antara pekerjaan
dalam organisasi (Mathis dan Jackson, 2006:343).
Perencanaan
karir yang berpusat pada individu lebih berfokus kepada karir individu
dari pada kebutuhan organisasi. Perencanaan ini dilakukan oleh para
karyawan sendiri dengan menganalisis tujuan dan keterampilan individual
mereka (Mathis dan Jackson, 2006:344).
Pada
pengembangan karir, asesmen dilaksanakan untuk melihat apakah karyawan
mampu bekerja di suatu posisi yang lebih tinggi. Di samping itu, bisa
dilihat pada posisi mana karyawan bisa mengembangkan karirnya. Data
hasil asesmen pada tahap sebelumnya sangat berguna untuk melihat jejak
rekam karyawan, mau ke arah mana karyawan berkarir. Hendaknya bank
syariah mensyaratkan kriteria atau nilai yang cukup tinggi dari hasil
asesmen supaya jenjang jabatan yang lebih atas dipegang oleh orang yang
memiliki kapabilitas diri yang semakin baik.
Pembinaan KeIslaman
Allah berfirman dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 79 yang artinya, ”Tetapi
jadilah kalian orang-orang Rabbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan
Al Quran dan disebabkan kamu senantiasa mempelajarinya”. Ayat ini
diamalkan dalam kehidupan Rasulullah SAW , para sahabat dan beberapa
generasi setelahnya dengan baik. Mempelajari Al Quran dan mengajarkannya
bukan lagi sebuah perkuliahan yang membutuhkan ruang kelas dan hanya
diikuti sebagian kecil masyarakat. Mereka mempelajari Al Quran dan
mengajarkannya terus menerus selama hidup mereka. Rasulullah SAW
menyampaikan Al Quran kepada kaum muslimin sedikit demi sedikit dan
bertahap, serta perkataan, perbuatan, ketetapan beliau dalam hidupnya
menjadi Hadits.
Pembinaan
keIslaman bagi karyawan bank syariah seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah adalah sebuah keniscayaan. Saat ini memang belum menjadi
bagian yang jelas dalam berjalannya bank syariah. Namun suatu saat hal
ini tidak mustahil terjadi. Berdasarkan pengamatan penulis, bank syariah
sudah melaksanakan taklim rutin untuk seluruh karyawan, namun belum
mengarah kepada pembinaan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian
muslim.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Maidah ayat yang artinya, “Dengan
kitab (Al Quran) itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaanNya ke jalan-jalan keselamatan. Dan dengan (Al Quran) itu Allah
mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.
Allah telah memberikan cahaya dan jalan yang lurus bagi hambaNya,
termasuk karyawan bank syariah, insya Allah. Maka menjadi janggal
apabila karyawan bank syariah atau bank Islam kering akan kristalisasi
nilai-nilai Islam akibat tidak mempelajari Al Quran secara
berkesinambungan. Yang dimaksud mempelajari Al Quran di sini bukan
semata mempelajari arti atau tafsirnya, akan tetapi dilakukan dalam
keseharian dengan mendengarkan nasehat yang baik, membaca buku,
berdiskusi yang bisa membentuk pribadi muslim.
Pengaruh pribadi muslim dalam bank syariah akan tersebar kepada nasabah bank syariah dan stake htolder
bank syariah. Jika tiap karyawan bank syariah telah menjadi pribadi
muslim yang kompetitif, ia akan menyebar menjadi keluarga muslim yang
kompetitif, dan akan menyebar lagi menjadi masyarakat muslim yang
kompetitif (yaitu muslim yang memiliki kapabilitas dan kompetensi inti
untuk bersaing).
Pribadi
muslim dari karyawan bank syariah akan menjelma menjadi 3 bentuk. Yaitu
pemikiran yang Islami, perbuatan yang Islami dan jiwa yang Islami.
Ketiga hal ini akan memancarkan kebaikan kepada lingkungan karyawan bank
syariah berada.
Contoh
dalam pembentukan pribadi muslim ini adalah Rasulullah SAW. Perilaku
yang dilaksanakannya sesungguhnya bisa dilakukan oleh manusia, namun
manusia itu sendiri yang tidak mau mencontoh perilaku Rasulullah.
Misalnya berkata sopan dan lembut, memberi salam, berkata jujur dan yang
lainnya.
Seorang
tokoh pahlawan Afghanistan bernama Abdullah Azam menyampaikan bahwa
kemampuan Rasulullah yang mengagumkan adalah dapat menyatukan antara
ibadah dengan urusan dunia dan antara urusan dakwah dengan jihad,
kemudian menghadapi seluruh manusia, memimpin negara, mengirim utusan
dan mendakwahi para raja, menerima utusan, mengirim pasukan dan
memimpinnya, melakukan dialog dengan pemuka agama lain dan para penguasa
di sekitarnya, mempersiapkan kemenangan, berhati-hati dari kekalahan,
mengumpulkan zakat dan membaginya sendiri
Apa
yang dilakukan oleh Rasulullah ini seharusnya bisa memberikan inspirasi
dan motivasi bagi karyawan bank syariah dalam pekerjaan mereka
sehari-hari. Rasulullah bisa memberikan tauladan dan memunculkan pribadi
yang Islami karena kesehariannya beliau senantiasa dekat dengan Allah
meskipun telah menjadi kepala negara. Kedekatan dengan Allah ini bisa
dilihat dari kebiasaan membaca Al Quran dan melakukan perbuatan yang
tidak dilarang dalam Islam. Jika karyawan bank syariah merasa kering
dari kedekatan dengan Allah maka perlu pembinaan keIslaman yang
berkelanjutan supaya pekerjaan mereka senafas dengan embel-embel syariah
dalam industri perbankan.
Karyawan
bank syariah juga perlu memahami bahwa pengetahuan keIslaman berbeda
dengan pembentukan kepribadian muslim. Pengetahuan tidak menjadikan
karyawan berkepribadian muslim karena hal tersebut tidak membentuk
pribadi karyawan bank syariah. Pembentukan pribadi muslim akan
melahirkan perbuatan yang Islami pula.
Dalam
lingkungan kerja bank syariah, pribadi muslim yang kompetitif mulai
bisa dilihat dari pemikirannya terhadap Islam dan prinsip-prinsip
syariah yang dijalankan bank syariah serta kinerjanya yang optimal. Jika
pemikirannya masih bercampur, maka bisa berpengaruh terhadap kinerja
yang ia berikan di tempat kerjanya.
Misalnya,
pemahaman akan bunga dan ayat-ayat yang mengharamkan bunga karena
merupakan riba. Karyawan yang masih memahami bahwa bunga tidak berbeda
dengan bagi hasil akan memberikan kinerja yang kurang optimal karena ia
bekerja di bank syariah yang telah jelas mengharamkan bunga.
Bank
syariah bisa memanfaatkan para ahli pengembangan pribadi muslim untuk
merumuskan kurikulum yang tepat dalam pembinaan keislaman karyawan bank
syariah. Kurikulum ini penting agar terdapat kesamaan pemahaman dari
setiap karyawan bank syariah terhadap suatu hal.
Bank
syariah juga perlu mulai memahami bahwa keunggulan kompetitif bank
syariah adalah memiliki SDM dengan pribadi muslim yang kompetitif. Ke
depannya, pribadi muslim adalah hal yang akan menjadi tren dari
berkembangnya bank syariah. Kekeringan akan pemahaman terhadap Islam
akan mengurangi daya saing bank syariah karena bank konvensional sudah
lebih kompetitif.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, bisa diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
- perkembangan bank syariah cukup menggembirakan, namun asetnya secara nasional masih kecil. SDM bank syariah juga masih memiliki keterbatasan;
- pengembangan bank syariah saat ini seharusnya sudah ditekankan kepada pengembangan SDM bank syariah;
- asesmen sangat berguna untuk mendapatkan gambaran individu dengan cepat dan bisa digunakan untuk aktivitas manajemen SDM;
- asesmen dilakukan pada perekrutan, penseleksian, penempatan, pelatihan, pengembangan dan pengembangan karir guna mendapatkan informasi yang utuh tentang calon karyawan maupun karyawan dan juga dilakukan pembinaan keIslaman dalam setiap aktivitas tersebut untuk membentuk pribadi muslim yang kompetitif;
- pembinaan keIslaman untuk SDM bank syariah akan menjadi faktor pembentukan keunggulan kompetitif bank syariah. Pribadi muslim yang kompetitif akan melampaui kapasitas SDM bank konvensional.
- asesmen dan pembentukan pribadi muslim merupakan cara terbaik pengembangan SDM bank syariah karena memadukan dua unsur yang selama ini terpisah yang berakibat mengganggu kinerja bank syariah.
PENUTUP
Setelah
melihat uraian di atas, penulis mengusulkan agar bank syariah
menggunakan asesmen dalam kegiatan manajemen SDM-nya serta memikirkan
untuk membentuk pribadi muslim bagi karyawannya sebagai awal pembentukan
SDM bank syariah yang kompetitif dan Islami. Rasulullah SAW telah
melakukan metode pengembangan SDM yang terbukti mampu memimpin
peradaban. Metode ini bisa digunakan bank syariah untuk mengembangkan
SDM-nya agar bisa melampaui kapasitas SDM bank konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Bank Indonesia (2002). Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Burn, Bonnie., and Payment, Maggi (2000). Assessments A to Z: a collection of 50 questionnaires, instruments, and inventories. USA: Jossey-Bass/Pfeiffer.
Cascio, Wayne F. (1998). Managing Human Resources, Productivity, Qualitiy of Work Life, Profits. Fifth Edition. Irwin Mc Graw Hill Companies.
Grote, Dick (2002). The Performance Appraisal Question and Answer Book: A Survival Guide for Managers. USA: Amacom.
Hakim, Cecep Maskanul, Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah.
Hopkins Kenneth D. (1998). Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Eighth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Mathis, Robert. L., Jackson, John. H (2006). Human Resource Management (terjemahan). Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
—
Jakarta, 3 Mei 2008
Tulisan ini merupakan Tugas Akhir mata kuliah Manajemen SDM PPS MM UMJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar