Berbicara
tahun Hijriah, sedikit banyaknya akan berhubungan dengan Umar bin
Khaththab, salah seorang Khulafaur Rasyidin. Pada masa kekuasaan Umar,
penanggalan Hijriah mulai diberlakukan. Umar bin Khaththab adalah sosok
yang istimewa, bagi Rasulullah SAW sendiri maupun bagi umat Islam.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Ikutilah dua orang setelahku: Abu
Bakar dan Umar” (HR Ahmad no. 22765). Dalam hadits yang lain Rasulullah
bersabda, “Aku bermimpi, bahwa aku melepas timba pada pagi hari di
sumur, lalu Abu Bakar datang dan mengambil satu timba -atau dua timba-
dengan pengambilan yang lemah, dan Allah mengampuni dia. Kemudian datang
Umar bin Al-Khaththab lalu mengambil sumur timba, dan aku tidak melihat
orang jenius yang sangat bagus dalam beramal seperti dia, sehingga
manusia segar dan mereka pergi ke kandang unta untuk memberikan minum
unta mereka” (HR Bukhari no. 3676, 3682).
Umar
senantiasa menyertai Rasulullah dalam berperang. Rasulullah bahkan
telah mengabarkan bahwa Umar adalah salah satu penghuni surga. Sebelum
masuk Islam, Rasulullah pernah berdoa kepada Allah agar beliau memiliki
pembela yang kuat dalam menyampaikan Islam untuk dipilih yaitu Abu Jahal
atau Umar bin Khathtab. Ternyata Allah memberikan Umar kepada
Rasulullah.
Umar
bin Khathtab r.a menjalani amanah kekhalifahan selama lebih kurang 10
tahun. Lamanya Umar memimpin ini kelak dijadikan sebagai salah satu
patokan pembatasan masa kekuasaan bagi pemimpin negara atau daerah dalam
memimpin sebuah wilayah. Disamping itu, salah satu prestasi terbesar
Umar bin Khaththab adalah menaklukkan dua imperium besar pada masanya
yaitu Persia
dan Romawi, dan juga mengadaptasi sistem administrasi pemerintahan
kedua imperium tersebut. Umar juga menciptakan manajemen pemerintahan
yang baik disertai pelaksanaan sistem ekonomi yang mendukung
kesejahteraan masyarakat. Ini dapat dilihat dari kebijakan Umar
mengangkat Gubernur untuk sebuah wilayah dan disertakan juga Pengadilan,
Baitul Maal dan sejenis Kantor Pajak. Disamping itu, Umar menjadikan
amanah kekuasaan yang ada di pundaknya sebagai fungsi pelayan bagi
rakyat.
Salah
satu kisah terkenal, adalah ketika suatu malam Umar bersama asistennya
melakukan pemeriksaan terhadap rakyatnya. Didapatinya seorang ibu yang
tengah menghadapi anaknya yang belum makan. Sang ibu tidak mengetahui
bahwa Umar telah datang padanya dan menanyakan apa yang tengah terjadi.
Sang ibu mengatakan bahwa Umar tidak memperhatikan nasib dia sehingga
anaknya kelaparan. Maka Umar segera membawa makanan yang dibutuhkan sang
Ibu tanpa meminta asistennya yang membawakan. Umar menyatakan kepada
asistennya bahwa ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di
akhirat kelak dengan membawa sendiri makanan tersebut kepada sang ibu.
Sang ibu pun akhirnya mengetahui bahwa orang yang ditemuinya malam itu
adalah sang Khalifah.
Untuk
masalah produksi, Umar meminta rakyatnya melakukan kegiatan yang
produktif. Salah satu nasehatnya adalah, ”Jika keluar gajimu, maka
sebagiannya agar kau belikan kambing, lalu jadikanlah di daerahmu. Dan
jika keluar gajimu yang selanjutnya, belilah satu atau dua ekor, lalu
jadikanlah sebagai harta pokok” (Al Muttaqi Al Hindi dalam Jaribah,
2006). Bahkan Umar juga menyampaikan nasehat untuk berproduksi kepada
mereka yang tekun beribadah, ”Wahai orang-orang yang tekun beribadah,
tegakkanlah kepala kalian, dan berdaganglah! Sebab jalan telah jelas.
Janganlah kalian menjadi beban bagi manusia!” (Ibnu Abi Ad Dunya dalam
Jaribah, 2006).
Umar
juga memahami akan pentingnya bekerja/beraktivitas untuk menjalani
kehidupan. Umar bersabda, ”Sesungguhnya kebodohan dalam (mencari)
penghidupan lebih aku khawatirkan kepadamu daripada kemiskinan.
Sesungguhnya tiada yang sedikit bila disertai dengan perbaikan dan yang
banyak tidak akan tersisa jika disertai dengan kerusakan” (Al Baladziri
dalam Jaribah, 2006). Umar juga mengatakan ”Bukanlah miskin itu orang
yang tidak memiliki harta, tapi miskin adalah orang yang tidak (pandai)
mendapatkan penghidupan” (Al Jashshash dalam Jaribah, 2006).
Menurut
Dr. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi (dalam Perspektif Fikih Ekonomi Umar
bin Khathtab, 2006) beberapa tujuan produksi di antaranya adalah: 1.
merealisasikan kecukupan individu dan keluarga, 2. tidak mengandalkan
orang lain, 3. melindungi harta dan mengembangkannya, 4. pembebasan dari
belenggu ketergantungan ekonomi. Keempat tujuan ini adalah selaras
dengan tujuan produksi yang ada pada saat ini, sehingga kebijakan dan
perkataan Umar dalam ekonomi bukanlah hal yang terkait dengan
fundamentalisme dalam perspektif sekulerisme, akan tetapi merupakan
karakter dari ekonomi negara yang maju peradabannya.
Sementara
dari sisi konsumsi Umar juga sangat perhatian. Umar berkata, ”Hendaklah
kamu sederhana dalam makanan kamu, karena sesungguhnya kesederhanaan
lebih dekat kepada perbaikan, lebih jauh dari pemborosan, dan lebih
menguatkan dalam berdoa kepada Allah Ta’ala” (Ibnu Abi Ad Dunya dalam
Jaribah). Namun Umar juga berkata, ”Jika Allah memperluas kepadamu, maka
perluaslah terhadap dirimu” (Malik, dalam Al Muwaththa’, Jaribah 2006).
Ini berarti jika diberikan kecukupan atau kelebihan, maka individu bisa
menggunakannya untuk konsumsi yang lebih baik lagi.
Umar
juga tidak makan apa yang tidak didapatkan oleh masyarakat, ketika
masyarakat dilanda kesulitan hidup. Seorang Arab Badui mengatakan kepada
Umar bahwa dia tidak makan keju dan tidak melihat satupun orang yang
makan keju sehingga Umar memutuskan tidak akan makan keju sampai
rakyatnya mampu kembali makan. Umar mengatakan, ”Bagaimana mungkin
mereka mendapatkan kepedulian dariku, jika tidak menimpaku apa yang
tidak menimpa mereka” (Jaribah, 2006).
Dalam
memimpin Umar memang sangat berhati-hati dalam mengkonsumsi melebihi
kehati-hatian orang pada umumnya. Namun Umarpun tidak meminta rakyatnya
melakukan seperti yang dia lakukan. Bahkan Umar juga memiliki sikap
moderat terhadap masalah konsumsi rakyatnya.
Dua
hal di atas, yaitu produksi dan konsumsi adalah bagian dari aktivitas
utama manusia hingga saat ini. Dan Umar telah memberi contoh dan
kebijakan yang baik pada dua hal tersebut serta selaras dengan kebijakan
ekonomi di negara maju. Sebagai khalifah, Umar telah memberikan pondasi
yang baik kepada umat Islam akan arti pentingnya produksi dan konsumsi
dalam kehidupan. Dengan demikian, umat bisa mengambil berbagai hikmah
dalam kebijakan atau perkataan yang disampaikan Umar.
Manajemen Sumber Daya Manusia Muslim
Sebelum
Umar menjadi muslim, kehidupannya seperti keseharian orang-orang
jahiliyah. Umar bahkan pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya dan
ini selalu dikenangnya setelah dia masuk ke dalam Islam. Umar yang
mengalami perubahan setelah masuk ke dalam Islam adalah salah satu
hikmah yang sangat berharga bagi umat Islam. Bahwasanya Umar adalah
seorang manusia biasa yang memiliki sejarah gelap di masa lalu dan
kemudian bisa menjadi salah seorang pemimpin kaum muslimin yang
berprestasi cemerlang setelah masuk ke dalam Islam.
Dari
sudut pandang manajemen sumber daya manusia, tentunya Umar adalah
pribadi yang memiliki karakter sangat baik dalam bekerja mengemban
amanah melayani kaum muslimin. Bila diibaratkan sebagai seorang individu
pekerja, rekrutmen yang dilakukan oleh Rasulullah kemudian diikuti
dengan penempatan, pelatihan dan ”pengembangan karir” oleh Umar telah
menjadikan Umar sosok manusia yang memiliki nilai tinggi.
Di
antara aktivitas manajemen sumber daya manusia yang diikuti Umar, ada
yang tidak disebutkan dalam ilmu manajemen konvensional, yaitu pembinaan
yang terus menerus ”selama individu bekerja di organisasi/perusahaan”.
Pembinaan yang langsung dipimpin oleh Rasulullah menjadikan individu
dalam organisasi mampu menjalankan amanah yang diembannya secara
profesional dan memiliki integitas keislaman.
Literatur
manajemen sumber daya manusia yang sebagian besar menyebutkan aktivitas
manajemen SDM terdiri dari rekrutmen, penempatan, pelatihan dan
pengembangan karir telah menyebabkan suburnya materialisme dan keringnya
pembentukan pribadi muslim yang mampu bekerja profesional sekaligus
memiliki integritas. Dan inilah yang menyebabkan umat Islam belum
memiliki stok calon pemimpin yang mampu memberikan kebaikan kepada
masyarakat.
Salah
satu hikmah di tahun baru Hijriah 1429 ini bagi masyarakat Indonesia
adalah momentum untuk memindahkan pemahaman maupun paradigma yang
menyatakan bahwa lahirnya pemimpin seperti Umar bin Al Khaththab adalah
utopia menuju paradigma yang menyatakan bahwa lahirnya pemimpin seperti
Umar bin Al Khaththab adalah sangat mungkin jika berbagai organisasi
yang ada di masyarakat mampu melakukan manajemen sumber daya manusia
seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada kaum muslimin.
Pembinaan yang terus menerus untuk membentuk pribadi muslim adalah kunci
dalam manajemen sumber daya manusia muslim.
Kebijakan
pembuatan tahun Hijriyah pada masa kekuasaan Umar bin Al Khaththab
bukanlah sebuah kebetulan semata, akan tetapi ada hikmah yang bisa
diambil oleh umat manusia kelak, dan salah satunya adalah menyadarkan
masyarakat bahwa pemimpin yang baik dalam Islam bukanlah malaikat akan
tetapi manusia biasa yang bisa muncul pada berbagai zaman dengan
menjalani aktivitas manajemen sumber daya manusia muslim yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah. Dan Umar telah dimunculkan untuk memberikan
pemahaman kepada manusia bahwasanya pelaksanaan ajaran Islam yang benar
akan membawa kesejahteraan dan memunculkan keadilan bagi masyarakat.