Minggu, 29 Juni 2008

Hijrah dan Umar bin Khaththab

 
Oleh Erwin FS


Berbicara tahun Hijriah, sedikit banyaknya akan berhubungan dengan Umar bin Khaththab, salah seorang Khulafaur Rasyidin. Pada masa kekuasaan Umar, penanggalan Hijriah mulai diberlakukan. Umar bin Khaththab adalah sosok yang istimewa, bagi Rasulullah SAW sendiri maupun bagi umat Islam.



Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Ikutilah dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar” (HR Ahmad no. 22765). Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Aku bermimpi, bahwa aku melepas timba pada pagi hari di sumur, lalu Abu Bakar datang dan mengambil satu timba -atau dua timba- dengan pengambilan yang lemah, dan Allah mengampuni dia. Kemudian datang Umar bin Al-Khaththab lalu mengambil sumur timba, dan aku tidak melihat orang jenius yang sangat bagus dalam beramal seperti dia, sehingga manusia segar dan mereka pergi ke kandang unta untuk memberikan minum unta mereka” (HR Bukhari no. 3676, 3682).

Umar senantiasa menyertai Rasulullah dalam berperang. Rasulullah bahkan telah mengabarkan bahwa Umar adalah salah satu penghuni surga. Sebelum masuk Islam, Rasulullah pernah berdoa kepada Allah agar beliau memiliki pembela yang kuat dalam menyampaikan Islam untuk dipilih yaitu Abu Jahal atau Umar bin Khathtab. Ternyata Allah memberikan Umar kepada Rasulullah.

Umar bin Khathtab r.a menjalani amanah kekhalifahan selama lebih kurang 10 tahun. Lamanya Umar memimpin ini kelak dijadikan sebagai salah satu patokan pembatasan masa kekuasaan bagi pemimpin negara atau daerah dalam memimpin sebuah wilayah. Disamping itu, salah satu prestasi terbesar Umar bin Khaththab adalah menaklukkan dua imperium besar pada masanya yaitu Persia dan Romawi, dan juga mengadaptasi sistem administrasi pemerintahan kedua imperium tersebut. Umar juga menciptakan manajemen pemerintahan yang baik disertai pelaksanaan sistem ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Ini dapat dilihat dari kebijakan Umar mengangkat Gubernur untuk sebuah wilayah dan disertakan juga Pengadilan, Baitul Maal dan sejenis Kantor Pajak. Disamping itu, Umar menjadikan amanah kekuasaan yang ada di pundaknya sebagai fungsi pelayan bagi rakyat.
Salah satu kisah terkenal, adalah ketika suatu malam Umar bersama asistennya melakukan pemeriksaan terhadap rakyatnya. Didapatinya seorang ibu yang tengah menghadapi anaknya yang belum makan. Sang ibu tidak mengetahui bahwa Umar telah datang padanya dan menanyakan apa yang tengah terjadi. Sang ibu mengatakan bahwa Umar tidak memperhatikan nasib dia sehingga anaknya kelaparan. Maka Umar segera membawa makanan yang dibutuhkan sang Ibu tanpa meminta asistennya yang membawakan. Umar menyatakan kepada asistennya bahwa ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di akhirat kelak dengan membawa sendiri makanan tersebut kepada sang ibu. Sang ibu pun akhirnya mengetahui bahwa orang yang ditemuinya malam itu adalah sang Khalifah.


Untuk masalah produksi, Umar meminta rakyatnya melakukan kegiatan yang produktif. Salah satu nasehatnya adalah, ”Jika keluar gajimu, maka sebagiannya agar kau belikan kambing, lalu jadikanlah di daerahmu. Dan jika keluar gajimu yang selanjutnya, belilah satu atau dua ekor, lalu jadikanlah sebagai harta pokok” (Al Muttaqi Al Hindi dalam Jaribah, 2006). Bahkan Umar juga menyampaikan nasehat untuk berproduksi kepada mereka yang tekun beribadah, ”Wahai orang-orang yang tekun beribadah, tegakkanlah kepala kalian, dan berdaganglah! Sebab jalan telah jelas. Janganlah kalian menjadi beban bagi manusia!” (Ibnu Abi Ad Dunya dalam Jaribah, 2006).

Umar juga memahami akan pentingnya bekerja/beraktivitas untuk menjalani kehidupan. Umar bersabda, ”Sesungguhnya kebodohan dalam (mencari) penghidupan lebih aku khawatirkan kepadamu daripada kemiskinan. Sesungguhnya tiada yang sedikit bila disertai dengan perbaikan dan yang banyak tidak akan tersisa jika disertai dengan kerusakan” (Al Baladziri dalam Jaribah, 2006). Umar juga mengatakan ”Bukanlah miskin itu orang yang tidak memiliki harta, tapi miskin adalah orang yang tidak (pandai) mendapatkan penghidupan” (Al Jashshash dalam Jaribah, 2006).

Menurut Dr. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi (dalam Perspektif Fikih Ekonomi Umar bin Khathtab, 2006) beberapa tujuan produksi di antaranya adalah: 1. merealisasikan kecukupan individu dan keluarga, 2. tidak mengandalkan orang lain, 3. melindungi harta dan mengembangkannya, 4. pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi. Keempat tujuan ini adalah selaras dengan tujuan produksi yang ada pada saat ini, sehingga kebijakan dan perkataan Umar dalam ekonomi bukanlah hal yang terkait dengan fundamentalisme dalam perspektif sekulerisme, akan tetapi merupakan karakter dari ekonomi negara yang maju peradabannya.

Sementara dari sisi konsumsi Umar juga sangat perhatian. Umar berkata, ”Hendaklah kamu sederhana dalam makanan kamu, karena sesungguhnya kesederhanaan lebih dekat kepada perbaikan, lebih jauh dari pemborosan, dan lebih menguatkan dalam berdoa kepada Allah Ta’ala” (Ibnu Abi Ad Dunya dalam Jaribah). Namun Umar juga berkata, ”Jika Allah memperluas kepadamu, maka perluaslah terhadap dirimu” (Malik, dalam Al Muwaththa’, Jaribah 2006). Ini berarti jika diberikan kecukupan atau kelebihan, maka individu bisa menggunakannya untuk konsumsi yang lebih baik lagi.
Umar juga tidak makan apa yang tidak didapatkan oleh masyarakat, ketika masyarakat dilanda kesulitan hidup. Seorang Arab Badui mengatakan kepada Umar bahwa dia tidak makan keju dan tidak melihat satupun orang yang makan keju sehingga Umar memutuskan tidak akan makan keju sampai rakyatnya mampu kembali makan. Umar mengatakan, ”Bagaimana mungkin mereka mendapatkan kepedulian dariku, jika tidak menimpaku apa yang tidak menimpa mereka” (Jaribah, 2006).

Dalam memimpin Umar memang sangat berhati-hati dalam mengkonsumsi melebihi kehati-hatian orang pada umumnya. Namun Umarpun tidak meminta rakyatnya melakukan seperti yang dia lakukan. Bahkan Umar juga memiliki sikap moderat terhadap masalah konsumsi rakyatnya.

Dua hal di atas, yaitu produksi dan konsumsi adalah bagian dari aktivitas utama manusia hingga saat ini. Dan Umar telah memberi contoh dan kebijakan yang baik pada dua hal tersebut serta selaras dengan kebijakan ekonomi di negara maju. Sebagai khalifah, Umar telah memberikan pondasi yang baik kepada umat Islam akan arti pentingnya produksi dan konsumsi dalam kehidupan. Dengan demikian, umat bisa mengambil berbagai hikmah dalam kebijakan atau perkataan yang disampaikan Umar.
Manajemen Sumber Daya Manusia Muslim

Sebelum Umar menjadi muslim, kehidupannya seperti keseharian orang-orang jahiliyah. Umar bahkan pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya dan ini selalu dikenangnya setelah dia masuk ke dalam Islam. Umar yang mengalami perubahan setelah masuk ke dalam Islam adalah salah satu hikmah yang sangat berharga bagi umat Islam. Bahwasanya Umar adalah seorang manusia biasa yang memiliki sejarah gelap di masa lalu dan kemudian bisa menjadi salah seorang pemimpin kaum muslimin yang berprestasi cemerlang setelah masuk ke dalam Islam.

Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, tentunya Umar adalah pribadi yang memiliki karakter sangat baik dalam bekerja mengemban amanah melayani kaum muslimin. Bila diibaratkan sebagai seorang individu pekerja, rekrutmen yang dilakukan oleh Rasulullah kemudian diikuti dengan penempatan, pelatihan dan ”pengembangan karir” oleh Umar telah menjadikan Umar sosok manusia yang memiliki nilai tinggi.

Di antara aktivitas manajemen sumber daya manusia yang diikuti Umar, ada yang tidak disebutkan dalam ilmu manajemen konvensional, yaitu pembinaan yang terus menerus ”selama individu bekerja di organisasi/perusahaan”. Pembinaan yang langsung dipimpin oleh Rasulullah menjadikan individu dalam organisasi mampu menjalankan amanah yang diembannya secara profesional dan memiliki integitas keislaman.

Umar telah mengikuti pembinaan yang berkualitas dari Rasulullah. Pembinaan yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah inilah yang saat ini banyak tidak dilakukan oleh organisasi sehingga masyarakatpun sebagian besar beranggapan bahwa munculnya pemimpin seperti Umar adalah utopia belaka. Pemahaman sebagian besar masyarakat juga muncul akibat belum optimalnya masyarakat memahami Islam sebagai sebuah aturan kehidupan yang mampu menyelamatkan manusia dari kerusakan dan juga mampu memberikan kesejahteraan serta keadilan. 

Literatur manajemen sumber daya manusia yang sebagian besar menyebutkan aktivitas manajemen SDM terdiri dari rekrutmen, penempatan, pelatihan dan pengembangan karir telah menyebabkan suburnya materialisme dan keringnya pembentukan pribadi muslim yang mampu bekerja profesional sekaligus memiliki integritas. Dan inilah yang menyebabkan umat Islam belum memiliki stok calon pemimpin yang mampu memberikan kebaikan kepada masyarakat.

Salah satu hikmah di tahun baru Hijriah 1429 ini bagi masyarakat Indonesia adalah momentum untuk memindahkan pemahaman maupun paradigma yang menyatakan bahwa lahirnya pemimpin seperti Umar bin Al Khaththab adalah utopia menuju paradigma yang menyatakan bahwa lahirnya pemimpin seperti Umar bin Al Khaththab adalah sangat mungkin jika berbagai organisasi yang ada di masyarakat mampu melakukan manajemen sumber daya manusia seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada kaum muslimin. Pembinaan yang terus menerus untuk membentuk pribadi muslim adalah kunci dalam manajemen sumber daya manusia muslim.

Kebijakan pembuatan tahun Hijriyah pada masa kekuasaan Umar bin Al Khaththab bukanlah sebuah kebetulan semata, akan tetapi ada hikmah yang bisa diambil oleh umat manusia kelak, dan salah satunya adalah menyadarkan masyarakat bahwa pemimpin yang baik dalam Islam bukanlah malaikat akan tetapi manusia biasa yang bisa muncul pada berbagai zaman dengan menjalani aktivitas manajemen sumber daya manusia muslim yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Dan Umar telah dimunculkan untuk memberikan pemahaman kepada manusia bahwasanya pelaksanaan ajaran Islam yang benar akan membawa kesejahteraan dan memunculkan keadilan bagi masyarakat.

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post