Jumat, 01 Juli 2011

Anggaran Pendidikan, Pendidikan Berkarakter, dan MP3EI

Oleh Erwin FS

Mahmoud Mohieldin, Managing Director The World Bank menyatakan kesalutannya terhadap pendidikan Indonesia. Dilihat dari peserta didik yang ada di Indonesia, jumlahnya merupakan no 4 terbesar di dunia yaitu 53 juta orang. Jumlah ini hampir sama dengan China, India dan Amerika Serikat. Dan dilihat dari segi anggaran, besarnya sudah mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mahmoud juga memuji kebijakan peningkatan sumberdaya manusia pengajar yang dilakukan melalui sertifikasi guru dengan penentuan standar minimal pendidikan bagi pengajar.
Besarnya anggaran pendidikan merupakan syarat yang mesti dipenuhi agar bisa tercipta pemerataan pendidikan yang akan diikuti pemerataan kualitas pendidikan. Bisa dibilang, salah satu hal positif dari reformasi di Indonesia adalah semangat untuk mengalokasikan anggaran untuk pendidikan yang cukup besar. Sejak tahun 2009 hingga saat ini, anggaran pendidikan sudah berjumlah sedikitnya 20 persen dari APBN. Anggaran tahun 2009 berjumlah 207,41 triliun, tahun 2010 berjumlah 209,54 triliun, dan tahun 2011 berjumlah 248 triliun.
Besarnya alokasi anggaran pendidikan ini patut disyukuri sebagai sebuah upaya untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Jika dalam perjalanannya banyak tidak memuaskan berbagai pihak, maka pada dasarnya hal itu sudah masuk ke dalam bab lain yang butuh penanganan yang fokus. Misalnya masalah penyelewengan dana BOS (bantuan operasional sekolah) maupun penyelewengan dalam bentuk lainnya. Sudah ada lembaga lain yang seharusnya dan akan menangani masalah tersebut.

Masyarakat juga jangan skeptis dahulu terhadap berbagai berita negatif tentang penyelewengan anggaran. Apalagi jika dikaitkan dengan masalah ujian nasional dan kelulusan siswa yang seolah-olah menutupi berbagai capaian dari dialokasikannya anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Era reformasi saat ini kerap memunculkan budaya instan. Baru beberapa tahun dana pendidikan 20 persen bisa dipenuhi, ekspektasi sudah sangat tinggi.
Berdasarkan data Bank Dunia, angka partisipasi kasar pendidikan dasar di Indonesia pada tahun 2009 adalah 120,82 persen. Artinya penduduk yang mendaftar di usia pendidikan dasar itu 120,82 persen dari populasi yang berusia pada level pendidikan dasar. Sementara angka partisipasi pendidikan menengah untuk tahun yang sama adalah sebesar 79,46 persen. Artinya sebanyak 79,46 persen penduduk mendaftar di sekolah menengah dari kelompok populasi yang berusia pada level pendidikan menengah.
Kenaikan angka partisipasi kasar di level pendidikan dasar juga sejalan dengan konstitusi yang menitikberatkan pendidikan dasar untuk dibiayai oleh negara. Dengan anggaran yang cukup besar, maka diharapkan penduduk Indonesia bisa menikmati dan mengakses pendidikan dasar.

Penekanan kepada pemerataan akses pendidikan dasar ini, seolah-olah melupakan kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa maupun melupakan kualitas output. Untuk itu diterapkan sertifikasi guru agar tercapai standar pendidikan minimum bagi guru. Dengan demikian, perlahan-lahan terjadi pemerataan guru dengan pendidikan minimal yang disyaratkan. Hal ini memang butuh waktu. Namun demikian, kualitas ini tidak hanya prestasi dalam bentuk nilai ujian saja, tetapi juga karakter yang dibentuk selama menjalani pendidikan.

Beberapa waktu lalu, 6-8 Juni 2011, diadakan pertemuan Menteri Pendidikan Asia Tenggara dan Asia Timur di Bali untuk membahas peningkatan kualitas pendidikan melalui sistem penilaian dan tolok ukur yang jelas yang bernama System Assessment and Benchmarking for Education Results (SABER). Ada pemahaman bersama bahwa kualitas peserta didik ditentukan oleh sistem penilaian yang baik. Yang menarik dari pertemuan menteri pendidikan tersebut adalah adanya kesadaran bahwa pendidikan tidak hanya aspek kognitif saja, akan tetapi juga terkait dengan pembentukan karakter.

Dengan terpenuhinya anggaran pendidikan 20 persen dan juga sertifikasi guru secara bertahap, maka langkah selanjutnya yang seharusnya ditempuh adalah mengimplementasikan pendidikan berkarakter di sekolah. Menteri pendidikan telah mencanangkan pendidikan berkarakter pada 2 Mei 2011, dan juga telah dicanangkan oleh Gubernur Sumbar pada 2010 lalu. Isu pendidikan berkarakter ini juga berbarengan dengan momentum peringatan hari kelahiran Pancasila dimana masyarakat mengharapkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan agar berbagai kerusakan moral yang dirasakan menurunkan kualitas hidup bisa diminimalkan.

Dengan dukungan anggaran pendidikan yang relatif besar, pemerataan akses pendidikan diharapkan akan diikuti oleh pembentukan karakter peserta didik. Saat ini, karakter juga turut membantu kesuksesan peserta didik di masa depannya. Bagi peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, pembentukan karakter ini juga diharapkan bisa memacu kesuksesannya di masa depan.

Selain itu, anggaran pendidikan dan pendidikan berkarakter ini juga akan mempengaruhi pencapaian dari masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia (MP3EI) 2011-2023. Bank Dunia memprediksi bahwa pada 2025 Indonesia akan setara dengan BRIC (Brazil, Rusia, India, dan China). Basis dasar untuk tercapainya hal tersebut adalah sumberdaya manusia terdidik. Belajar dari krisis ekonomi 1998, status Macan Asia dan Keajaiban Ekonomi di Indonesia menurut Paul Krugman justru ditopang oleh upah buruh murah. Sehingga pencapaian ekonomi lebih bertumpu pada keringat. Oleh karena itu, meskipun Indonesia menjadi tujuan investasi dunia, tanpa didukung ketersediaan dan dukungan sumberdaya manusia domestik yang berpendidikan dan juga berkarakter, maka hasilnya hanya akan kembali ke negara investor. ۞

1 Juli 2011

Daftar Bacaan
Suara Pembaruan Online, 6 Juni 2011
Viva News Online, 5 Juni 2011
Kompasiana 6 Juni 2011
Republika Online 5 Juni 2011
JPNN Online, 5 Juni 2011

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post