Inti dari permasalahan sumber daya manusia (SDM) adalah masalah produktivitas. Semakin
memiliki keahlian dan pendidikan yang lebih tinggi/banyak maka individu
akan semakin produktif. Pendidikan memegang peran penting dalam
meningkatkan produktivitas individu dan masyarakat. Masyarakat negara
maju yang umumnya bependidikan lebih tinggi dari masyarakat negara
berkembang menghasilkan produktivitas lebih tinggi, dan tidak terfokus
kepada hal yang berkaitan dengan pekerjaan saja tetapi untuk semua aspek
kehidupan.
Dalam
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), salah
satu tujuan berdirinya negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui
pendidikan. Dalam perbaikan UUD 1945, anggaran untuk pendidikan dipatok
sebesar 20 persen dari APBN dan APBD.
Tadinya
anggaran 20 persen dikhususkan untuk pendidikan saja, sementara gaji
guru tidak termasuk di dalamnya. Namun keputusan Mahkamah Konstitusi
menjadikan gaji guru termasuk di dalam anggaran pendidikan sebesar 20
persen. Sebelum keputusan ini muncul, banyak pihak yang melakukan aksi
demonstrasi menuntut agar pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan
sebesar 20 persen, dan muncul isu impeachment jika angka 20
persen tidak bisa tercapai. Permintaan tersebut tidak bisa terpenuhi
dengan alasan pemerintah juga memperhatikan sektor lain yang tidak kalah
penting dengan pendidikan. Meskipun tidak sampai 20 persen realisasi
anggaran pendidikan, peningkatan telah terjadi. Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama mendapatkan bantuan dari pemerintah sehingga
biaya SPP bisa digratiskan untuk masyarakat. Masyarakatpun menikmati
pendidikan gratis untuk SD dan SMP, meskipun baru terbatas pada SPP dan
buku.
Dengan
adanya penggabungan gaji guru ke dalam anggaran pendidikan, peluang
untuk peningkatan kualitas pendidikan sedikit demi sedikit pudar.
Harapan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga tidak tersampaikan.
Pendidikan gratis untuk SD dan SMP cukup membantu masyarakat yang saat
ini tengah menghadapi kenaikan harga barang dan jasa. Jika pemda bisa
menggratiskan untuk SMA (Sekolah Menengah Atas) atau SMK (Sekolah
Menengah Kejuruan), maka harapan masyarakat agar anaknya bisa
mendapatkan pendidikan lebih baik akan terpenuhi. Namun sayangnya tidak
semua pemda yang mampu menggratiskan biaya pendidikan SMA/SMK. Padahal,
jika anggaran dari pusat bisa terpenuhi 20 persen ditambah dengan dana
dari daerah kemungkinan akan mampu menggratiskan biaya pendidikan hingga
tingkat SMA.
Pada
saat ini saja, tamatan SMA sudah kalah bersaing dengan lulusan
universitas dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Tamatan SMA yang mujur,
bisa menjadi pegawai negeri sipil. Sementara yang kurang beruntung akan
bekerja di sektor swasta atau non formal dengan penghasilan yang kurang
memadai. Lingkaran kemiskinan sudah mulai memasuki mereka. Anak-anak
mereka akan kurang terperhatikan untuk menikmati pendidikan karena
penghasilan orang tuanya yang tidak mencukupi. Jika orang yang tamat SMA
sudah tidak bisa bersaing, tentunya orang yang tamat SMP akan bernasib
lebih buruk lagi.
Hal
ini menggambarkan akan terjadi krisis SDM di Indonesia. Krisis ini jauh
lebih berbahaya jika dibandingkan dengan krisis moneter yang menimpa
Indonesia dekade 90an. Krisis SDM akan memperburuk kualitas masyarakat
Indonesia. Dan saat ini tanda-tanda tersebut sudah nampak. Misalnya,
gizi buruk yang melanda sebagian masyarakat Indonesia. Sebagian mereka
adalah orang miskin yang berpenghasilan rendah. Disamping itu, kematian
seorang ibu hamil dan anaknya yang dikabarkan tidak makan beberapa hari
juga menjadi pertanda telah terjadi krisis SDM.
SMK dan Kewirausahaan
Jika
seluruh masyarakat Indonesia setidaknya tamatan SMP adalah sebuah
prestasi yang cukup baik untuk saat ini. Namun jika kita melihat masih
banyak anak usia sekolah (SD-SMP) yang berkeliaran pada jam sekolah
menunjukkan bahwa masih sulit untuk menjadikan seluruh anak usia sekolah
itu mendapatkan haknya yang minimal yaitu menamatkan SMP. Akan tetapi
usaha untuk menggratiskan pendidikan dasar tetap perlu didukung dan
diawasi masyarakat agar pemerintah memberikan komitmennya meskipun
kondisi ekonomi kurang menggembirakan.
Masyarakat
yang hanya bisa menamatkan SMP saja perlu mendapat perhatian dari
pemerintah agar mereka bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah
kejuruan (SMK) supaya mereka memiliki keterampilan untuk mencari nafkah.
Pemerintah perlu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang perbedaan
SMA dan SMK agar masyarakat bisa mengantisipasi biaya pendidikan. Mereka
yang meneruskan ke SMA berarti akan melanjutkan ke Pendidikan Tinggi.
Dengan demikian mereka harus menyiapkan dana pendidikan. Sementara
mereka yang memiliki keterbatasan dana pendidikan, dianjurkan untuk
memilih SMK agar memiliki keterampilan setelah menamatkan sekolah dan
langsung bisa mencari kerja tanpa harus melanjutkan ke pendidikan
tinggi. Beberapa daerah sudah terlihat memfokuskan diri pada pendirian
SMK di daerahnya. Ini adalah sebuah usaha yang patut dihargai.
Kewirausahaan
urgen untuk diperkenalkan sejak pendidikan dasar. Hal ini berdasarkan
fakta bahwa tidak semua penduduk bekerja di sektor formal dan juga
tingginya angka pengangguran. Pengenalan kewirausahaan di pendidikan
dasar adalah sebuah antisipasi terhadap ketidakmampuan masyarakat
mengikuti jenjang pendidikan SMA/SMK ataupun pendidikan tinggi dan untuk
menghadapi krisis ekonomi. Sektor informal adalah sektor yang telah
terbukti mampu menghadapi krisis ekonomi, sehingga semangat
kewirausahaan diharapkan mampu menjadi bekal masyarakat menghadapi
krisis ekonomi yang sampai saat ini masih terjadi.
Pengenalan
terhadap kewirausahaan adalah langkah antisipatif terhadap krisis SDM.
Di masa mendatang harga barang dan jasa diramalkan akan semakin tinggi
sehingga kemampuan masyarakat kebanyakan membiayai pendidikan akan
semakin turun. Dengan asumsi kebanyakan masyarakat hanya bisa menamatkan
bangku SMP, maka akan muncul angkatan kerja tamatan SMP yang akan
bersaing dengan tamatan SMA dan Perguruan Tinggi. Jika tidak mendapatkan
pemberdayaan, maka tamatan SMP ini umumnya akan bekerja di sektor
informal. Di sektor informal yang mungkin mereka lakukan adalah
berdagang. Jika di bangku pendidikan dasar mereka sudah mengenal dunia
kewirausahaan, akan menjadi bekal yang sangat berharga ketika mereka
terjun ke dunia tersebut. Mereka bisa meningkatkan nilai yang ada pada
diri mereka dan diharapkan akan bisa meningkatkan penghasilan baru. Dan
diharapkan mereka bisa terlepas dari lingkaran kemiskinan yang selalu
menghantui bangsa ini.
Jakarta, 29 April 2008