Minggu, 15 November 2009

Kebutuhan SDM Perbankan Syariah

Oleh Erwin FS

Bulan oktober 2009 ini di milis yang berfokus kepada ekonomi syariah terjadi diskusi seru mengenai sumber daya manusia (SDM) dan sosialisasi perbankan syariah. Dalam milis tersebut terungkap bahwa kebutuhan SDM bank syariah ke depan akan lebih banyak lagi, yang berjumlah puluhan ribu. Fenomena pembajakan sempat mencuat karena berdasarkan fakta masih sangat sedikit SDM bank syariah untuk kebutuhan setingkat manajer.
Pangsa pasar perbankan syariah di tingkat nasional juga dianggap masih sedikit yaitu sekitar 2,5 persen. Seolah-olah ingin mengatakan bahwa sosialisasi masih dirasa kurang. Jika dipakai tahun 1998 sebagai tolok ukur berkembangnya perbankan syariah, berarti dalam masa lebih kurang 11 tahun pangsa pasar masih belum mengalami kemajuan yang berarti.
Untuk mensosialisasikan perbankan syariah memang membutuhkan kesungguhan karena sesungguhnya yang disampaikan adalah ajaran Islam yang berasal dari wahyu Ilahi. Disamping itu, salah satu tema pokok kemunculan perbankan syariah adalah pengharaman riba. Dengan tidak bermaksud merendahkan SDM bank syariah yang sudah ada, jangankan masyarakat, SDM bank syariah sendiri belum semuanya memahami tema utama pengharaman riba dalama operasional perbankan syariah. Menurut saya ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan perbankan syariah belum diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam tulisan ini, masalah teknologi dikesampingkan terlebih dahulu untuk memfokuskan kepada persoalan SDM bank syariah. Kekuatan utama bank syariah justeru berada di SDM-nya. Teknologi adalah urutan kesekian walaupun perannya sangat penting. Jika SDM-nya benar-benar mumpuni maka akan sangat membantu sosialisasi bank syariah sekaligus pengharaman riba kepada masyarakat. Jika SDM bank syariah bisa menunjukkan sikapnya yang tegas dan jelas mengenai pengharaman riba maka masyarakat akan melihat sebuah fenomena yang disebut sebagai budaya kuat.
Menurut Eugene McKenna (2006) budaya kuat akan mempengaruhi pegawai di suatu perusahaan secara signifikan. Maka jika budaya kuat itu dimiliki oleh SDM bank syariah, akan bisa mempengaruhi masyarakat atau nasabah secara signifikan. Untuk dapat memiliki budaya kuat di internal SDM bank syariah, diperlukan sosialisasi.
Menurut Gary Johns dan Alan M. Saks (2001), sosialisasi adalah cara bagaimana individu perusahaan mempelajari keyakinan, nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Salah satu kesuksesan bank syariah adalah sukses melakukan sosialisasi kepada seluruh pegawainya mengenai pengharaman riba dan internalisasi nilai-nilai Islam sebagai bagian dari pembentukan integritas SDM bank syariah.
Sebagai orang luar, saya memang tidak mengetahui mekanisme internalisasi nilai-nilai Islam pada SDM bank syariah. Namun selama ini belum terdengar adanya upaya untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Islam kepada SDM bank syariah sebagai sebuah keharusan dan konsekuensi bekerja di bank syariah yang sudah pasti mengamalkan ekonomi berdasarkan syariah, memahami pengharaman riba dan bisa mewarnai masyarakat untuk bertransaksi secara syariah.
Belajar dari Sejarah

SDM Muslim pertama yang dibentuk oleh Rasulullah SAW telah mengamalkan budaya kuat yang melawan budaya jahiliyah. Pada masa kelahiran Islam, budaya jahiliyah merupakan budaya kuat yang berada di kalangan masyarakat. Riba dan berbagai kemaksiatan sangat melekat dalam budaya masyarakat.
Setelah Islam datang, sebagian masyarakat memeluk Islam dan membuang berbagai budaya kuat jahiliyah yang sempat mereka implementasikan. Rasulullah secara bertahap membina SDM muslim, menguatkan akidah mereka dan memperbaiki akhlak mereka.
Pengharaman riba juga dilakukan secara bertahap hingga akhirnya kaum muslimin dengan tegas mengharamkan riba dari kehidupan mereka. Pemahaman yang benar tentang pengharaman riba ini diiringi dengan integritas mereka dan juga pengamalan dalam ibadah.
Cara Rasulullah SAW membentuk SDM muslim ini menjadi fondasi yang kokoh dalam pembentukan peradaban Islam dan masyarakatnya hingga tujuh abad lamanya. Bahkan dalam berbagai peperangan SDM muslim telah memperlihatkan kualitas mereka. Salah satu perang yang cukup penting adalah perang Yarmuk, dimana 30.000 hingga 40.000 pasukan muslim melawan 240.000 pasukan Romawi.
Perang Yarmuk dipimpin oleh Khalid bin Walid. Dari jumlah pasukan yang ada, 1000 orang pasukan adalah sahabat Nabi, dan 100 di antaranya adalah mereka yang ikut perang Badar. Dalam perang Yarmuk, panglima tertinggi pasukan Romawi, Tazariq tewas.
Abu Bakar Siddiq r.a dalam suratnya menjelang perang Yarmuk menulis, ”Sesungguhnya kalian tidak akan dikalahkan karena jumlah kalian yang sedikit, tetapi kalian akan dikalahkan disebabkan dosa-dosa kalian”. Pesan Abu Bakar ini sangat jelas bahwasanya yang bisa melemahkan mental kaum muslimin dalam peperangan adalah banyaknya dosa yang diperbuat.
Hal ini bisa juga diarahkan kepada SDM bank syariah. Jika SDM bank syariah belum tunduk hatinya tentang haramnya riba, maka akan sulit untuk menghasilkan SDM yang mumpuni berjuang di jalur ekonomi. Sedikitnya jumlah bank syariah, termasuk pangsa pasarnya bukan hal yang menyebabkan akan masa depan bank syariah yang kurang bagus, tetapi kemauan untuk menumbuhkan budaya kuat yang meyakini haramnya riba dan implementasi amaliyah dalam kehidupan sehari-hari SDM bank syariah yang akan menyebabkan bank syariah menjadi lebih besar dan dihormati masyarakat.
Bank syariah membutuhkan SDM yang sanggup dibentuk untuk menghadapi pemahaman masyarakat tentang riba. Jika SDM bank syariah lemah dalam menghadapi pemahaman masyarakat, maka lemah pulalah bank syariah. Namun jika SDM bank syariah bisa menghadapi dan memberi argumentasi tentang riba maka masyarakat akan bisa ditaklukan.
Dengan demikian, SDM bank syariah bukan berasal dari institusi yang berlatar belakang ekonomi syariah saja, akan tetapi bisa datang dari berbagai latar belakang, asalkan bisa menjadi SDM yang berbudaya kuat yang mampu melawan berbagai argumen yang akan melemahkan bank syariah. Dan disamping itu amaliyah kesehariannya juga sesuai dengan sunnah dan ajaran Islam sehingga mampu membentuk integritas pribadi yang Islami.
Menutup tulisan ini saya mengutip jawaban dari dialog Kaisar Romawi, Heraklius dengan pasukannya ketika kalah di perang Yarmuk (karena jumlah mereka berlipat ganda) dan Heraklius membenarkan jawaban tersebut, ”Kami kalah disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengajak kepada perbuatan ma’ruf, mencegah dari perbuatan mungkar dan saling jujur sesama mereka. Sementara kita gemar minum khamr, berzina, mengerjakan segala yang haram, menyalahi janji, manjarah harta, berbuat kezhaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridhai Allah dan kita selalu berbuat kerusakan di muka bumi”.
Wallahua’lam.
Jakarta, 15 Nopember 2009

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post