Diskursus mengenai
MP3EI (masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia) koridor ekonomi Sumatera masih hangat dibincangkan. Ini
terkait dengan tidak masuknya Sumbar ke dalam koridor ekonomi Sumatera
tersebut. Jika tidak masuk koridor ekonomi, apakah ini berarti hal
negatif? Belum tentu.
Pembangunan
ekonomi pada dasarnya justru menitikberatkan kepada manusia karena
dalam ilmu ekonomi manusia adalah bagian dari faktor produksi. Jika
manusianya sukses, maka itulah tujuan utamanya. Secara sederhana ilmu
ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya. Maka kebijakan ekonomi maupun pembangunan ekonomi
adalah bagaimana menjadikan seluruh rakyat mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Apa
yang dibincangkan di MP3EI jika ditelaah kembali justru lebih banyak
menitikberatkan kepada output kegiatan ekonomi berupa komoditi dan
fisik. Output ekonomi ini akan berhasil jika didukung oleh sumberdaya
manusia yang bagus.
Ini
bisa dilihat dari tema pembangunan untuk koridor Sumatera yaitui,
sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional.
Jika kebijakan ekonomi Sumbar yang diambil lebih menitikberatkan kepada
kesejahteraan rakyat, maka apa yang menjadi tema pembangunan koridor
Sumatera ini bisa diendapkan dulu dan konsentrasi kepada upaya
mensejahterakan rakyat.
Upaya
untuk mensejahterakan rakyat di antaranya adalah dengan membantu
masyarakat yang kurang mampu agar mereka bisa berdaya untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Banyak pelaku usaha mikro kecil menengah
yang kesulitan akses, kini dipermudah dengan adanya kredit usaha rakyat
(KUR). Ini bisa dilihat dari data, sebanyak 96.822 debitur menerima
bantuan kredit usaha rakyat (KUR) di triwulan II tahun 2011. Sementara,
total nilai KUR yang sudah disalurkan adalah sekitar 1,6 triliun
rupiah. Selain KUR ada juga kredit usaha penggemukan sapi (KUPS) dan
kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE) yang diperuntukkan bagi
petani yang merupakan mayoritas penduduk di Sumbar. Dan ada juga
lembaga keuangan mikro agribisnis (LKMA) yang akan membantu petani
(dengan dana dari pusat).
Dengan
adanya berbagai bantuan tersebut, ada peredaran uang yang cukup besar
terjadi di Sumbar di dalam lingkaran kegiatan sektor riil. Semakin
cepat uang tersebut berputar maka ekonomi akan semakin membaik. Di
samping itu, bergeraknya sektor riil juga berpotensi mengurangi jumlah
pengangguran. Ini bisa dijadikan sebagai pijakan dalam menghadapi
kondisi ekonomi global.
Seperti
kita ketahui bersama, pada saat ini Amerika dan Eropa tengah dihadapi
krisis keuangan yang cukup mencekam. Ditambah dengan kondisi ekonomi
Jepang yang masih menghadapi dampak gempa dan tsunami. Kita tentu masih
ingat krisis moneter di Indonesia yang membuat negeri ini terpuruk
akibat kebijakan sektor keuangan yang tidak berbasis sektor riil. Dan
sudah terbukti bahwa sektor UMKM dan sektor riil memiliki kemampuan
bertahan dalam menghadapi krisis global. Ini karena adanya kegiatan
sektor riil dan juga peredaran uang yang ditopang oleh tersedianya
kebutuhan pokok dengan distribusi yang lancar.
Selain
bantuan untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu, Sumbar juga
menyiapkan jaminan kesehatan daerah (dana APBD) yang akan melengkapi
jaminan kesehatan masyarakat (dana APBN). Pemerintah pusat juga
menyediakan jaminan pelayanan persalinan (Jampersal) bagi masyarakat
yang kurang mampu.
Jika
merujuk kepada data badan pusat statistik (BPS), pada bulan Maret 2011
angka kemiskinan berada pada 9,04 persen atau 442.082 jiwa. Angka ini
adalah yang terendah dalam 10 tahun terakhir di Sumbar. Bank Indonesia
menyatakan bahwa program pengentasan kemiskinan di Sumbar terbilang
berhasil dimana angka kemiskinan juga turun. Salah satu faktornya
adalah kestabilan harga dan kestabilan pasokan pangan yang menjadikan
inflasi relatif rendah.
Dengan
melihat hal tersebut, maka sesungguhnya arah kebijakan yang menitik
beratkan kepada manusia, terutama kelompok yang kurang mampu dan sulit
akses permodalan, akan menyebabkan bergeraknya roda ekonomi yang
berbasis sektor riil yang mendukung. Dengan demikian, peredaran uang di
sektor riil ini mampu mengamankan perekonomian. Mungkin tidak salah
lembaga seperti Standard & Poors menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan pengelolaan neraca fiskal terbaik di Asia Pasifik.
Program KUR dan juga bantuan operasional sekolah (BOS) maupun jaminan
kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas) merupakan salah satu kebijakan
fiskal pemerintah yang langsung membantu masyarakat.
Hal tersebut juga sesuai dengan prinsip-prinsip pembelanjaan anggaran yang diuraikan Umer Chapra (2000) yaitu:
1. Kriteria dasar bagi semua alokasi pengeluaran harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
2. Menghilangkan kesulitan dan bahaya harus didahulukan daripada menyediakan kenyamanan.
3. Kepentingan yang lebih besar dari mayoritas harus didahulukan dari kepentingan yang lebih sempit dan minoritas.
4. Pengorbanan atau kerugian individu dapat dibenarkan dalam rangka menyelamatkan pengorbanan atau kerugian masyarakat. Suatu pengorbanan atau kerugian yang lebih besar boleh dihindari dengan melakukan pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5. Siapa saja yang menerima keuntungan, wajib membayar harganya.
6. Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak dapat dipenuhi maka sesuatu itu hukumnya wajib.
1. Kriteria dasar bagi semua alokasi pengeluaran harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
2. Menghilangkan kesulitan dan bahaya harus didahulukan daripada menyediakan kenyamanan.
3. Kepentingan yang lebih besar dari mayoritas harus didahulukan dari kepentingan yang lebih sempit dan minoritas.
4. Pengorbanan atau kerugian individu dapat dibenarkan dalam rangka menyelamatkan pengorbanan atau kerugian masyarakat. Suatu pengorbanan atau kerugian yang lebih besar boleh dihindari dengan melakukan pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5. Siapa saja yang menerima keuntungan, wajib membayar harganya.
6. Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak dapat dipenuhi maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Dengan demikian, arah kebijakan yang menitikberatkan kepada kesejahteraan rakyat sesungguhnya lebih substantif dan prioritas. Maka, MP3EI yang tidak memasukkan Sumbar dalam koridor Sumatera tidak perlu dipermasalahkan. Secara makroekonomi justru yang dilihat adalah bagaimana mencegah dampak krisis ekonomi Eropa dan Amerika masuk ke Indonesia. Dan salah satunya adalah melalui program-program dari kebijakan fiskal yang langsung membantu masyarakat agar sektor riil bergerak. ۞
Dimuat di Padang Ekspres 21 Oktober 2011
Daftar Pustaka
M. Umer Chapra (2000). Islam dan Pembangunan Ekonomi. Gema Insani Press: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar