Selasa, 26 Desember 2006

Menatap 2007

Oleh Erwin FS

Tahun 2007 telah berada di depan mata. Sementara kondisi ekonomi bangsa masih belum bangkit dari krisisnya. Hampir 10 tahun semenjak krisis moneter, Indonesia belum bisa memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya secara baik. Memang ada beberapa pencapaian di beberapa bidang kehidupan, namun belum mampu mendorong terjadinya perbaikan kesejahteraan rakyat secara signifikan. Perbaikan makroekonomi memang terjadi, namun umumnya hanya menyenangkan beberapa kelompok saja, meskipun diakui kondisi makroekonomi yang membaik mendukung upaya pemerintah menata ekonomi.  

Namun perlu dicatat bahwa kondisi makroekonomi tidak mampu merubah keadaan karena daya beli masyarakat yang lemah akibat inflasi yang tidak disusul oleh perbaikan pendapatan masyarakat secara umum. Harga-harga barang dan jasa semakin mahal di mata rakyat kebanyakan, kelaparan terjadi di beberapa daerah, bencana alam yang susul-menyusul tidak diimbangi dukungan birokrasi yang baik sehingga korban bencana dan pengungsi tidak tertangani dengan baik dan nyaris luput dari pantauan.  
Di tahun 2005, kenaikan harga BBM yang terjadi dua kali telah mengakibatkan kenaikan harga-harga barang dan jasa melonjak. Inflasi menjadi momok yang ditakutkan masyarakat. Tahun 2006 rakyat merasakan dampak inflasi tersebut, dan memasuki 2007 rakyat tetap akan merasakan inflasi yang menohok.
Kenaikan harga BBM berdampak luas kepada kondisi ekonomi masyarakat. Meskipun harga BBM sebelum kenaikan pada tahun 2005 menguntungkan kelompok masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor, masyarakat yang tidak memilikinya pun diuntungkan karena harga-harga barang dan jasa masih bisa dijangkau oleh mereka. Pada dasarnya subsidi pemerintah untuk BBM tidak saja kepada pemilik kendaraan bermotor, namun menguntungkan masyarakat luas. Nelayan miskin masih bisa membeli solar, para sopir angkutan umum termasuk taksi bisa membeli bensin dengan harga terjangkau, pengguna minyak tanah masih bisa memasak dengan baik, orang miskin dan masyarakat umum masih bisa menikmati biaya transportasi yang terjangkau, biaya pendidikan dan kesehatan juga masih bisa disiasati, dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Dan ketika kenaikan harga BBM terjadi dua kali di tahun 2005, pemilik kendaraan bermotor memang tidak mendapatkan subsidi BBM yang banyak, namun lebih banyak masyarakat yang menderita.
Di penghujung tahun 2006, rakyat dikejutkan dengan kenaikan harga beras yang semakin tinggi. Niat pemerintah mengimpor beras akhirnya kurang mendapat respon negatif dari masyarakat. Bank Dunia pun di penghujung 2006 mengeluarkan publikasi yang menyatakan pentingnya mengimpor beras untuk kestabilan harga dan untuk membantu rakyat miskin yang pengeluarannya didominasi untuk membeli beras. Antrian pembeli minyak tanah pun meramaikan kondisi ekonomi di tanah air.
Inflasi yang terjadi di Indonesia saat ini bisa dibilang akibat masalah distribusi barang dan jasa yang kurang lancar, seperti yang dinyatakan oleh kaum strukturalis. Solusinya adalah dengan memperbaiki distribusi barang dan jasa, sebelum melakukan impor (misalnya untuk impor beras). Namun sayang, pemerintah belum menunjukkan usaha melakukan penataan distribusi yang baik. Dugaan penimbunan memang salah satu diagnosa dari kenaikan harga beras. Pemerintah sebenarnya bisa menggunakan perangkat intelijen untuk mengetahui kemacetan distribusi barang dan jasa vital bagi masyarakat. Intelijen seharusnya mampu menjadi pendukung pemerintah melakukan stabilisasi ekonomi yang lebih baik.
Melemahnya daya beli masyarakat akibat inflasi dan faktor pendapatan, juga membuat masyarakat mengurangi biaya diluar pemenuhan kebutuhan pokok. Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan dirasakan makin mahal. Meskipun subsidi pemerintah untuk pendidikan dasar sudah sampai ke tingkat sekolah dasar, masyarakat masih mengeluhkan biaya-biaya lain seperti pembelian buku paket yang jauh lebih memberatkan. Sementara, upaya masyarakat berobat ke puskesmas dan rumah sakit pemerintah dalam posisi dilematis. Masyarakat mengharapkan pelayanan yang baik namun dengan biaya terjangkau, sementara yang mereka dapat umumnya adalah pelayanan yang belum bisa memberikan output yang baik bagi mereka. Untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, maka mereka harus pergi ke dokter umum atau dokter spesialis.
Meskipun ada kartu asuransi kesehatan untuk keluarga miskin, kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan karena mereka tidak mendapatkan kartu asuransi kesehatan warga miskin dan juga mereka tidak termasuk yang digolongkan oleh pemerintah sebagai orang miskin yang mendapat bantuan. Indikator ataupun definisi orang disebut miskin masih belum transparan dan diketahui oleh publik. Pemerintah selama ini memprioritaskan kepada golongan masyarakat yang paling miskin. Boleh jadi golongan yang disebut miskin sampai 20 golongan dan mereka yang mendapatkan bantuan langsung tunai, beras untuk orang miskin dan asuransi kesehatan adalah golongan terbawah saja yang cuma satu golongan dari 20 golongan orang miskin. Para pegawai birokrasi boleh jadi sebagian mereka termasuk juga golongan miskin, namun tidak mendapat bantuan dari pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang melunasi hutang kepada IMF diharapkan dapat makin memperbesar anggaran untuk membantu orang miskin dan mengatasi pengangguran. Disamping itu, anggaran untuk daerah harus diimbangi dengan dampak dari pilkada langsung. Sampai saat ini masih banyak kepala daerah yang menyandarkan diri kepada dana dari pusat. APBD memiliki kandungan dana pusat yang dominan sehingga kepala daerah masih banyak yang belum bisa mengatasi kendala dana untuk pembangunan daerahnya. Pilkada langsung adalah cara untuk mencari kepala daerah yang bisa memberikan kesejahteraan rakyat melalui inovasi kebijakan, bukan birokrat yang bersandar kepada APBD. Meskipun terlihat ada kebijakan inovatif dari beberapa kepala daerah di Indonesia, secara umum belum menunjukkan kemampuan manajerial dan berpikir keras mengeluarkan inovasi kebijakan.
Pikada langsung boleh jadi berpotensi menjadikan raja-raja kecil yang justru semakin mengeruk keuntungan dari kekuasaan yang diperoleh. Janji-janji semasa kampanye disimpan dalam lemari arsip dan akan dibuka kembali menjelang pemilu. Namun harapan akan lahir pemimpin yang mengerti kebutuhan rakyat melalui pilkada juga tak hilang hingga saat ini.   
Memasuki tahun 2007, pemerintah masih diuji untuk memberikan kontribusi kebijakan yang sanggup mensejahterakan rakyat. Salah satu tugas berat pemerintah adalah mengendalikan inflasi. Seperti yang tertulis di uraian sebelumnya, inflasi akibat permasalahan distribusi menjadi masalah krusial yang harus ditangani dengan segera. Masalah beras, di pertengahan tahun 2006 telah dinyatakan oleh Menteri Pertanian bahwa cadangan beras cukup dan tidak perlu mengimpor. Namun di penghujung 2006 harga beras naik dan mendapat komentar dari Bank Dunia.
Pemerintah perlu mengikutsertakan lembaga pengelola zakat untuk menangani masalah kemiskinan. Meskipun belum terlihat dampaknya secara nasional, lembaga pengelola zakat telah berhasil membantu mengurangi angka kemiskinan sedikit demi sedikit. Untuk itu pemerintah perlu mengakselerasi keberhasilan lembaga pengelola zakat ini untuk diterapkan secara makro. Beberapa hal yang memerlukan bantuan pemerintah adalah sosialisasi kepada masyarakat untuk berzakat ataupun menunaikan infak dan sedekahnya. Dengan sosialisasi yang baik, maka masyarakat akan terpengaruh untuk membayar zakat mereka dan juga menunaikan infak dan sedekah. Selama ini lembaga pengelola zakat terkendala dengan sosialisasi yang massif dan terjangkau luas seperti iklan melalui televisi. Dengan bantuan pemerintah sosialisasi tersebut bisa lebih diwujudkan.
Lembaga pengelola zakat selama ini bisa berjalan dengan baik di tengah masa transisi yang diwarnai pergantian presiden beberapa kali, pemilu dan pilkada yang sedikit banyaknya mempengaruhi kinerja birokrasi yang merupakan pendukung kerja pemerintah. Reformasi birokrasi yang telah lama diwacanakan belum mencapai tingkat yang mampu memberikan nilai  signifikan dalam pelayanan publik, meskipun berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah.
Oleh karena itu, tahun 2007 masih belum menggembirakan bagi masyarakat. Bahkan ada kecenderungan kondisi status quo sehingga perbaikan-perbaikan yang diharapkan belum tentu terjadi. Pesimistis melihat kondisi yang ada bukan karena putus asa, namun karena realitas yang ada. Untuk itu, inovasi kebijakan pemerintahlah yang bisa menjawab kondisi status quo ini. Masyarakat mungkin masih menatap tahun 2007 seperti realitas kehidupan mereka di tahun 2006.
26 Desember 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post