Tahun 2007 telah berada di depan mata.
Sementara kondisi ekonomi bangsa masih belum bangkit dari krisisnya. Hampir 10
tahun semenjak krisis moneter, Indonesia belum bisa memberikan kesejahteraan
untuk rakyatnya secara baik. Memang ada beberapa pencapaian di beberapa bidang
kehidupan, namun belum mampu mendorong terjadinya perbaikan kesejahteraan
rakyat secara signifikan. Perbaikan makroekonomi memang terjadi, namun umumnya
hanya menyenangkan beberapa kelompok saja, meskipun diakui kondisi makroekonomi
yang membaik mendukung upaya pemerintah menata ekonomi.
Namun perlu dicatat bahwa kondisi
makroekonomi tidak mampu merubah keadaan karena daya beli masyarakat yang lemah
akibat inflasi yang tidak disusul oleh perbaikan pendapatan masyarakat secara
umum. Harga-harga barang dan jasa semakin mahal di mata rakyat kebanyakan,
kelaparan terjadi di beberapa daerah, bencana alam yang susul-menyusul tidak
diimbangi dukungan birokrasi yang baik sehingga korban bencana dan pengungsi
tidak tertangani dengan baik dan nyaris luput dari pantauan.
Di tahun 2005, kenaikan harga BBM yang
terjadi dua kali telah mengakibatkan kenaikan harga-harga barang dan jasa
melonjak. Inflasi menjadi momok yang ditakutkan masyarakat. Tahun 2006 rakyat
merasakan dampak inflasi tersebut, dan memasuki 2007 rakyat tetap akan
merasakan inflasi yang menohok.
Kenaikan harga BBM berdampak luas kepada
kondisi ekonomi masyarakat. Meskipun harga BBM sebelum kenaikan pada tahun 2005
menguntungkan kelompok masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor, masyarakat
yang tidak memilikinya pun diuntungkan karena harga-harga barang dan jasa masih
bisa dijangkau oleh mereka. Pada dasarnya subsidi pemerintah untuk BBM tidak
saja kepada pemilik kendaraan bermotor, namun menguntungkan masyarakat luas.
Nelayan miskin masih bisa membeli solar, para sopir angkutan umum termasuk
taksi bisa membeli bensin dengan harga terjangkau, pengguna minyak tanah masih
bisa memasak dengan baik, orang miskin dan masyarakat umum masih bisa menikmati
biaya transportasi yang terjangkau, biaya pendidikan dan kesehatan juga masih
bisa disiasati, dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat. Dan ketika kenaikan harga BBM terjadi dua kali di tahun 2005,
pemilik kendaraan bermotor memang tidak mendapatkan subsidi BBM yang banyak,
namun lebih banyak masyarakat yang menderita.
Di penghujung tahun 2006, rakyat
dikejutkan dengan kenaikan harga beras yang semakin tinggi. Niat pemerintah
mengimpor beras akhirnya kurang mendapat respon negatif dari masyarakat. Bank
Dunia pun di penghujung 2006 mengeluarkan publikasi yang menyatakan pentingnya
mengimpor beras untuk kestabilan harga dan untuk membantu rakyat miskin yang
pengeluarannya didominasi untuk membeli beras. Antrian pembeli minyak tanah pun
meramaikan kondisi ekonomi di tanah air.
Inflasi yang terjadi di Indonesia saat ini
bisa dibilang akibat masalah distribusi barang dan jasa yang kurang lancar,
seperti yang dinyatakan oleh kaum strukturalis. Solusinya adalah dengan
memperbaiki distribusi barang dan jasa, sebelum melakukan impor (misalnya untuk
impor beras). Namun sayang, pemerintah belum menunjukkan usaha melakukan
penataan distribusi yang baik. Dugaan penimbunan memang salah satu diagnosa
dari kenaikan harga beras. Pemerintah sebenarnya bisa menggunakan perangkat
intelijen untuk mengetahui kemacetan distribusi barang dan jasa vital bagi
masyarakat. Intelijen seharusnya mampu menjadi pendukung pemerintah melakukan
stabilisasi ekonomi yang lebih baik.
Melemahnya daya beli masyarakat akibat
inflasi dan faktor pendapatan, juga membuat masyarakat mengurangi biaya diluar
pemenuhan kebutuhan pokok. Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan dirasakan
makin mahal. Meskipun subsidi pemerintah untuk pendidikan dasar sudah sampai ke
tingkat sekolah dasar, masyarakat masih mengeluhkan biaya-biaya lain seperti
pembelian buku paket yang jauh lebih memberatkan. Sementara, upaya masyarakat
berobat ke puskesmas dan rumah sakit pemerintah dalam posisi dilematis.
Masyarakat mengharapkan pelayanan yang baik namun dengan biaya terjangkau,
sementara yang mereka dapat umumnya adalah pelayanan yang belum bisa memberikan
output yang baik bagi mereka. Untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, maka
mereka harus pergi ke dokter umum atau dokter spesialis.
Meskipun ada kartu asuransi kesehatan
untuk keluarga miskin, kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan karena mereka tidak mendapatkan kartu asuransi
kesehatan warga miskin dan juga mereka tidak termasuk yang digolongkan oleh
pemerintah sebagai orang miskin yang mendapat bantuan. Indikator ataupun
definisi orang disebut miskin masih belum transparan dan diketahui oleh publik.
Pemerintah selama ini memprioritaskan kepada golongan masyarakat yang paling
miskin. Boleh jadi golongan yang disebut miskin sampai 20 golongan dan mereka
yang mendapatkan bantuan langsung tunai, beras untuk orang miskin dan asuransi
kesehatan adalah golongan terbawah saja yang cuma satu golongan dari 20
golongan orang miskin. Para pegawai birokrasi boleh jadi sebagian mereka
termasuk juga golongan miskin, namun tidak mendapat bantuan dari pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang melunasi hutang
kepada IMF diharapkan dapat makin memperbesar anggaran untuk membantu orang
miskin dan mengatasi pengangguran. Disamping itu, anggaran untuk daerah harus
diimbangi dengan dampak dari pilkada langsung. Sampai saat ini masih banyak
kepala daerah yang menyandarkan diri kepada dana dari pusat. APBD memiliki
kandungan dana pusat yang dominan sehingga kepala daerah masih banyak yang
belum bisa mengatasi kendala dana untuk pembangunan daerahnya. Pilkada langsung
adalah cara untuk mencari kepala daerah yang bisa memberikan kesejahteraan
rakyat melalui inovasi kebijakan, bukan birokrat yang bersandar kepada APBD.
Meskipun terlihat ada kebijakan inovatif dari beberapa kepala daerah di
Indonesia, secara umum belum menunjukkan kemampuan manajerial dan berpikir
keras mengeluarkan inovasi kebijakan.
Pikada langsung boleh jadi berpotensi
menjadikan raja-raja kecil yang justru semakin mengeruk keuntungan dari
kekuasaan yang diperoleh. Janji-janji semasa kampanye disimpan dalam lemari
arsip dan akan dibuka kembali menjelang pemilu. Namun harapan akan lahir
pemimpin yang mengerti kebutuhan rakyat melalui pilkada juga tak hilang hingga
saat ini.
Memasuki tahun 2007, pemerintah masih
diuji untuk memberikan kontribusi kebijakan yang sanggup mensejahterakan
rakyat. Salah satu tugas berat pemerintah adalah mengendalikan inflasi. Seperti
yang tertulis di uraian sebelumnya, inflasi akibat permasalahan distribusi
menjadi masalah krusial yang harus ditangani dengan segera. Masalah beras, di
pertengahan tahun 2006 telah dinyatakan oleh Menteri Pertanian bahwa cadangan
beras cukup dan tidak perlu mengimpor. Namun di penghujung 2006 harga beras
naik dan mendapat komentar dari Bank Dunia.
Pemerintah perlu mengikutsertakan lembaga
pengelola zakat untuk menangani masalah kemiskinan. Meskipun belum terlihat
dampaknya secara nasional, lembaga pengelola zakat telah berhasil membantu
mengurangi angka kemiskinan sedikit demi sedikit. Untuk itu pemerintah perlu
mengakselerasi keberhasilan lembaga pengelola zakat ini untuk diterapkan secara
makro. Beberapa hal yang memerlukan bantuan pemerintah adalah sosialisasi
kepada masyarakat untuk berzakat ataupun menunaikan infak dan sedekahnya.
Dengan sosialisasi yang baik, maka masyarakat akan terpengaruh untuk membayar
zakat mereka dan juga menunaikan infak dan sedekah. Selama ini lembaga
pengelola zakat terkendala dengan sosialisasi yang massif dan terjangkau luas
seperti iklan melalui televisi. Dengan bantuan pemerintah sosialisasi tersebut
bisa lebih diwujudkan.
Lembaga pengelola zakat selama ini bisa
berjalan dengan baik di tengah masa transisi yang diwarnai pergantian presiden
beberapa kali, pemilu dan pilkada yang sedikit banyaknya mempengaruhi kinerja
birokrasi yang merupakan pendukung kerja pemerintah. Reformasi birokrasi yang
telah lama diwacanakan belum mencapai tingkat yang mampu memberikan nilai
signifikan dalam pelayanan publik, meskipun berbagai kebijakan telah
diambil oleh pemerintah.
Oleh karena itu, tahun 2007 masih belum menggembirakan
bagi masyarakat. Bahkan ada kecenderungan kondisi status quo sehingga
perbaikan-perbaikan yang diharapkan belum tentu terjadi. Pesimistis melihat
kondisi yang ada bukan karena putus asa, namun karena realitas yang ada. Untuk
itu, inovasi kebijakan pemerintahlah yang bisa menjawab kondisi status quo ini.
Masyarakat mungkin masih menatap tahun 2007 seperti realitas kehidupan mereka
di tahun 2006.
26 Desember 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar