Rabu, 25 Januari 2006

Ekonomi Butuh Suplemen

Oleh Erwin FS


Sepanjang tahun 2005 ekonomi Indonesia memperlihatkan kecenderungan ke arah yang kurang kondusif bagi pembentukan kesejahteraan rakyat. Salah satu faktornya adalah kenaikan harga BBM sebanyak dua kali yaitu pada bulan Maret dan Oktober. Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober berdampak pada pembesaran angka inflasi yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat.   

Pada bulan Oktober pula terjadi peristiwa bom Bali II yang menambah kemurungan ekonomi karena citra Bali yang luas di mata dunia internasional. Untungnya tak lama kemudian, salah satu otak peledakan bom di Indonesia, Dr Azahari berhasil ditembak mati oleh aparat kepolisian dan ini menaikkan kembali citra Indonesia di mata dunia internasional.  
Tidak bisa disangkal bahwa kenaikan harga BBM adalah dalam rangka mengamankan APBN dari defisit yang jauh lebih besar akibat meroketnya harga minyak dunia, disamping adanya alasan-alasan tertentu seperti subsidi yang tidak tepat sasaran maupun sebagai upaya mengurangi penyelundupan BBM.  
Meskipun kebijakan kenaikan harga BBM sangat kontroversial dan tidak populer bagi masyarakat domestik, masyarakat internasional justru memberi apresiasi terhadap kebijakan ini. Mereka menganggap hal ini sebagai bagian dari upaya menjaga stabiltas makroekonomi. Dengan sistem makroekonomi terbuka, stabilitas makroekonomi adalah indikator yang dapat mengundang investro masuk.  
Pihak investor luar negeri sangat berkepentingan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Tidak mengherankan, terjadinya pergantian menteri ekonomi adalah bagian dari upaya pemerintah merespon investor luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Figur Budiono yang sudah dikenal di luar negeri dan pengalamannya dalam menstabilkan perekonomian adalah modal besar bagi pemerintah untuk menata ekonomi ke arah yang lebih baik lagi.   
Namun demikian yang jauh lebih penting adalah seberapa besar pengaruh stabilitas makroekonomi untuk mendatangkan investor dan menciptakan lapangan kerja. Jika stabilitas makroekonomi hanya menguntungkan aliran modal jangka pendek maupun pelaku pasar uang dan tidak menimbulkan efek multiplier (terutama di sektor riil), maka bisa dipastikan hal ini akan menguntungkan segelintir orang. Stabiltas makroekonomi hendaknya bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.  
Sementara itu, upaya penciptaan lapangan kerja dari pemerintah akan terhambat bila anggaran diusahakan mengalami defisit sekecil mungkin. Defisit anggaran sejatinya untuk memberikan alokasi yang lebih banyak kepada rakyat. Namun dalam kenyataannya defisit anggaran terjadi karena adanya kewajiban membayar utang dan bunga utang baik domestik dan luar negeri yang relatif besar sehingga pos untuk sektor kesejahteraan rakyat mengalami pengecilan.   
Dengan melihat kondisi di atas, permasalahan ekonomi seharusnya berputar tidak pada  masalah stabilitas makroekonomi. Stabilitas makroekonomi saja belum cukup dan butuh suplemen agar stabilitas yang tercipta diikuti dengan perbaikan di bidang lain, seperti upaya mengurangi kemiskinan. Inflasi yang rendah, stabilitas nilai tukar, anggaran yang kondusif, tingkat bunga yang rasional seharusnya diikuti dengan penguatan dan pemberdayaan pada rakyat miskin.  
Upaya pemerintah mengurangi kemiskinan sudah dilakukan dalam beberapa program, seperti pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin yang diberikan setiap 3 bulan sebesar 300 ribu rupiah. Disamping itu pemerintah juga mengeluarkan program kompensasi pengurangan subsidi BBM (PKPS BBM) di bidang pendidikan dan kesehatan.  
Program pemberian BLT pada kali pertama cukup menjadi berita kontroversial di media massa karena muncul berbagai insiden yang cukup meresahkan hingga menyebabkan korban jiwa dan kerugian material. Pemerintah semestinya mampu mengantisipasi dampak yang mungkin timbul dalam penyaluran BLT.   
Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, karena pemerintah dianggap memberikan ikan dan bukan kail, penulis melihat bahwa ini memang diperlukan oleh masyarakat miskin, terlepas dari alokasi penggunaannya. Masyarakat miskin yang mendapat BLT tidak memberi respon negatif terhadap program ini karena bagi mereka uang sebesar 100 ribu rupiah bernilai relatif besar. Memang tidak dipungkiri uang BLT ada yang dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat sekunder seperti pembelian telepon seluler. Namun dalam jangka panjang, jika disertai sosialisasi dari pemerintah perihal peruntukkan BLT diharapkan masyarakat miskin akan mengalokasikan untuk kebutuhan primer mereka.  
Jumlah 100 ribu rupiah perbulan memang belum cukup untuk meningkatkan harkat hidup masyarakat miskin. Namun boleh jadi ini awal dari implementasi sistem jaminan sosial nasional. PKPS BBM bidang pendidikan dan kesehatan serta BLT diharapkan pemerintah dapat membantu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Hal ini akan efektif bila aparat terkait memiliki mental melayani masyarakat dan tidak melakukan tindakan koruptif. Beberapa berita di media massa menyebutkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparat terkait penyaluran dana PKPS BBM dan BLT.  
Berbagai program untuk membantu masyarakat miskin yang berasal dari APBN masih sangat terbatas. Untuk itu perlu dana tambahan yang berasal dari luar APBN. Salah satunya adalah melalui mekanisme pengumpulan zakat, yang selama ini cenderung belum menjadi solusi alternatif pengurangan kemiskinan. Salah satu keunggulan zakat adalah ia berasal dari orang mampu dan bukan dana hutang yang bisa membebani APBN. Seperti diketahui, dana jaring pengaman sosial pada pemerintahan sebelumnya berasal dari utang luar negeri yang membebani APBN.
Dengan adanya pengumpulan zakat secara massif akan menghasilkan nilai yang signifikan bagi upaya pengurangan kemiskinan dimana dana yang terkumpul berasal dari penduduk dan akan berputar kepada orang yang membutuhkan. APBN pun akan terbantu dalam mengurangi jumlah orang miskin.  
Payung hukum untuk pengumpulan zakat ini adalah UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Sayangnya, isi UU tersebut belum secara komprehensif mengakomodasi berbagai hal yang bisa secara signifikan membantu pengurangan kemiskinan. Hal ini juga dikeluhkan oleh mereka yang terlibat langsung dalam masalah pengumpulan dan pengelolaan zakat.  
UU yang ada sekarang perlu diamandemen untuk mengakomodasi berbagai tuntutan yang ada. Tanpa adanya amandemen, lembaga pengelola zakat tidak bisa leluasa melaksanakan pengumpulan zakat dan juga tidak mendapat dukungan dana dari pemerintah. Salah satu kendala terbesar pengumpulan zakat adalah tidak adanya sosialisasi yang efektif karena hal ini terkait erat dengan anggaran yang relatif besar.  
Sebagai bagian dari upaya pengurangan kemiskinan, zakat akan menjadi suplemen bagi ekonomi Indonesia yang selama ini senantiasa berkutat kepada penguatan stabilitas makroekonomi. Stabilitas makroekonomi yang hanya menguntungkan sektor keuangan semata akan berdampak semu bagi upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat, terutama rakyat miskin. Namun bila pengurangan kemiskinan melalui zakat berdampak signifikan, hal ini akan menjadi suplemen bagi ekonomi dimana makroekonomi akan menjadi lebih bermakna.  
Pemerintah di satu sisi juga akan lebih percaya diri menstabilkan perekonomian manakala pengurangan kemiskinan berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan kemiskinan adalah permasalahan harkat hidup manusia. Pemerintah akan mengalami kelesuan ketika stabilitas makroekonomi yang dilakukan dibarengi dengan peningkatan jumlah orang miskin.  
Dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi saat ini, nazhab Neo Klasik maupun Keynessian yang menjadi mainstream pemikiran dunia sulit untuk diimplementasikan di Indonesia. Mazhab Neo Klasik menganjurkan pengetatan anggaran dan likuiditas, sementara jumlah orang miskin semakin bertambah dan perlu dibantu oleh pemerintah. Sementara mazhab Keynessian menganjurkan pembesaran pengeluaran pemerintah yang berimplikasi kepada defisit anggaran. Hanya saja sayangnya defisit anggaran untuk memperbesar alokasi rakyat miskin tidak bisa diwujudkan karena besarnya beban utang dan bunganya yang harus dibayar. Dengan demikian, pengumpulan zakat dapat membantu permasalahan ini jika pemerintah memiliki kemauan politik untuk mendukung secara penuh guna menghasilkan output yang signifikan bagi ekonomi.  
Zakat adalah salah satu bagian yang bisa dilakukan untuk membantu agar ekonomi tidak hanya stabil pada tataran makro, namun juga mengalami perbaikan bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin. Inilah suplemen yang akan menggairahkan perekonomian.
25 Januari 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post