Sepanjang
tahun 2005 ekonomi Indonesia memperlihatkan kecenderungan ke arah yang kurang
kondusif bagi pembentukan kesejahteraan rakyat. Salah satu faktornya adalah
kenaikan harga BBM sebanyak dua kali yaitu pada bulan Maret dan Oktober.
Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober berdampak pada pembesaran angka inflasi
yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat.
Pada
bulan Oktober pula terjadi peristiwa bom Bali II yang menambah kemurungan
ekonomi karena citra Bali yang luas di mata dunia internasional. Untungnya tak
lama kemudian, salah satu otak peledakan bom di Indonesia, Dr Azahari berhasil
ditembak mati oleh aparat kepolisian dan ini menaikkan kembali citra Indonesia
di mata dunia internasional.
Tidak
bisa disangkal bahwa kenaikan harga BBM adalah dalam rangka mengamankan APBN
dari defisit yang jauh lebih besar akibat meroketnya harga minyak dunia,
disamping adanya alasan-alasan tertentu seperti subsidi yang tidak tepat
sasaran maupun sebagai upaya mengurangi penyelundupan BBM.
Meskipun
kebijakan kenaikan harga BBM sangat kontroversial dan tidak populer bagi
masyarakat domestik, masyarakat internasional justru memberi apresiasi terhadap
kebijakan ini. Mereka menganggap hal ini sebagai bagian dari upaya menjaga
stabiltas makroekonomi. Dengan sistem makroekonomi terbuka, stabilitas
makroekonomi adalah indikator yang dapat mengundang investro masuk.
Pihak
investor luar negeri sangat berkepentingan terhadap stabilitas makroekonomi
Indonesia. Tidak mengherankan, terjadinya pergantian menteri ekonomi adalah
bagian dari upaya pemerintah merespon investor luar negeri untuk masuk ke
Indonesia. Figur Budiono yang sudah dikenal di luar negeri dan pengalamannya
dalam menstabilkan perekonomian adalah modal besar bagi pemerintah untuk menata
ekonomi ke arah yang lebih baik lagi.
Namun
demikian yang jauh lebih penting adalah seberapa besar pengaruh stabilitas
makroekonomi untuk mendatangkan investor dan menciptakan lapangan kerja. Jika
stabilitas makroekonomi hanya menguntungkan aliran modal jangka pendek maupun
pelaku pasar uang dan tidak menimbulkan efek multiplier (terutama di sektor
riil), maka bisa dipastikan hal ini akan menguntungkan segelintir orang.
Stabiltas makroekonomi hendaknya bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja
dan mengurangi angka kemiskinan.
Sementara
itu, upaya penciptaan lapangan kerja dari pemerintah akan terhambat bila
anggaran diusahakan mengalami defisit sekecil mungkin. Defisit anggaran
sejatinya untuk memberikan alokasi yang lebih banyak kepada rakyat. Namun dalam
kenyataannya defisit anggaran terjadi karena adanya kewajiban membayar utang
dan bunga utang baik domestik dan luar negeri yang relatif besar sehingga pos
untuk sektor kesejahteraan rakyat mengalami pengecilan.
Dengan
melihat kondisi di atas, permasalahan ekonomi seharusnya berputar tidak pada
masalah stabilitas makroekonomi. Stabilitas makroekonomi saja belum cukup
dan butuh suplemen agar stabilitas yang tercipta diikuti dengan perbaikan di
bidang lain, seperti upaya mengurangi kemiskinan. Inflasi yang rendah, stabilitas
nilai tukar, anggaran yang kondusif, tingkat bunga yang rasional seharusnya
diikuti dengan penguatan dan pemberdayaan pada rakyat miskin.
Upaya
pemerintah mengurangi kemiskinan sudah dilakukan dalam beberapa program,
seperti pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin yang
diberikan setiap 3 bulan sebesar 300 ribu rupiah. Disamping itu pemerintah juga
mengeluarkan program kompensasi pengurangan subsidi BBM (PKPS BBM) di bidang
pendidikan dan kesehatan.
Program
pemberian BLT pada kali pertama cukup menjadi berita kontroversial di media
massa karena muncul berbagai insiden yang cukup meresahkan hingga menyebabkan
korban jiwa dan kerugian material. Pemerintah semestinya mampu mengantisipasi
dampak yang mungkin timbul dalam penyaluran BLT.
Meskipun
mendapat kritikan dari berbagai kalangan, karena pemerintah dianggap memberikan
ikan dan bukan kail, penulis melihat bahwa ini memang diperlukan oleh
masyarakat miskin, terlepas dari alokasi penggunaannya. Masyarakat miskin yang
mendapat BLT tidak memberi respon negatif terhadap program ini karena bagi
mereka uang sebesar 100 ribu rupiah bernilai relatif besar. Memang tidak
dipungkiri uang BLT ada yang dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat sekunder
seperti pembelian telepon seluler. Namun dalam jangka panjang, jika disertai
sosialisasi dari pemerintah perihal peruntukkan BLT diharapkan masyarakat
miskin akan mengalokasikan untuk kebutuhan primer mereka.
Jumlah
100 ribu rupiah perbulan memang belum cukup untuk meningkatkan harkat hidup
masyarakat miskin. Namun boleh jadi ini awal dari implementasi sistem jaminan sosial nasional.
PKPS BBM bidang pendidikan dan kesehatan serta BLT diharapkan pemerintah dapat
membantu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Hal ini akan
efektif bila aparat terkait memiliki mental melayani masyarakat dan tidak
melakukan tindakan koruptif. Beberapa berita di media massa menyebutkan adanya
penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparat terkait penyaluran dana PKPS BBM
dan BLT.
Berbagai
program untuk membantu masyarakat miskin yang berasal dari APBN masih sangat
terbatas. Untuk itu perlu dana tambahan yang berasal dari luar APBN. Salah
satunya adalah melalui mekanisme pengumpulan zakat, yang selama ini cenderung
belum menjadi solusi alternatif pengurangan kemiskinan. Salah satu keunggulan
zakat adalah ia berasal dari orang mampu dan bukan dana hutang yang bisa
membebani APBN. Seperti diketahui, dana jaring pengaman sosial pada
pemerintahan sebelumnya berasal dari utang luar negeri yang membebani APBN.
Dengan
adanya pengumpulan zakat secara massif akan menghasilkan nilai yang signifikan
bagi upaya pengurangan kemiskinan dimana dana yang terkumpul berasal dari
penduduk dan akan berputar kepada orang yang membutuhkan. APBN pun akan
terbantu dalam mengurangi jumlah orang miskin.
Payung
hukum untuk pengumpulan zakat ini adalah UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Sayangnya, isi UU tersebut belum secara komprehensif
mengakomodasi berbagai hal yang bisa secara signifikan membantu pengurangan kemiskinan.
Hal ini juga dikeluhkan oleh mereka yang terlibat langsung dalam masalah
pengumpulan dan pengelolaan zakat.
UU
yang ada sekarang perlu diamandemen untuk mengakomodasi berbagai tuntutan yang
ada. Tanpa adanya amandemen, lembaga pengelola zakat tidak bisa leluasa
melaksanakan pengumpulan zakat dan juga tidak mendapat dukungan dana dari
pemerintah. Salah satu kendala terbesar pengumpulan zakat adalah tidak adanya
sosialisasi yang efektif karena hal ini terkait erat dengan anggaran yang
relatif besar.
Sebagai
bagian dari upaya pengurangan kemiskinan, zakat akan menjadi suplemen bagi
ekonomi Indonesia yang selama ini senantiasa berkutat kepada penguatan
stabilitas makroekonomi. Stabilitas makroekonomi yang hanya menguntungkan
sektor keuangan semata akan berdampak semu bagi upaya peningkatan kesejahteraan
ekonomi rakyat, terutama rakyat miskin. Namun bila pengurangan kemiskinan
melalui zakat berdampak signifikan, hal ini akan menjadi suplemen bagi ekonomi
dimana makroekonomi akan menjadi lebih bermakna.
Pemerintah di satu sisi juga akan
lebih percaya diri menstabilkan perekonomian manakala pengurangan kemiskinan
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan kemiskinan adalah permasalahan harkat
hidup manusia. Pemerintah akan mengalami kelesuan ketika stabilitas
makroekonomi yang dilakukan dibarengi dengan peningkatan jumlah orang miskin.
Dengan kompleksnya permasalahan
yang dihadapi saat ini, nazhab Neo Klasik maupun Keynessian yang menjadi
mainstream pemikiran dunia sulit untuk diimplementasikan di Indonesia. Mazhab Neo Klasik menganjurkan pengetatan anggaran dan
likuiditas, sementara jumlah orang miskin semakin bertambah dan perlu dibantu
oleh pemerintah. Sementara mazhab Keynessian menganjurkan pembesaran pengeluaran
pemerintah yang berimplikasi kepada defisit anggaran. Hanya saja sayangnya
defisit anggaran untuk memperbesar alokasi rakyat miskin tidak bisa diwujudkan
karena besarnya beban utang dan bunganya yang harus dibayar. Dengan demikian,
pengumpulan zakat dapat membantu permasalahan ini jika pemerintah memiliki
kemauan politik untuk mendukung secara penuh guna menghasilkan output yang
signifikan bagi ekonomi.
Zakat adalah salah satu bagian yang bisa dilakukan
untuk membantu agar ekonomi tidak hanya stabil pada tataran makro, namun juga
mengalami perbaikan bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin. Inilah suplemen yang akan
menggairahkan perekonomian. 25 Januari 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar