Selasa, 01 Maret 2005

Berharap di Tahun Keuangan Mikro


Oleh Erwin FS

Pencanangan tahun 2005 oleh pemerintah sebagai tahun keuangan mikro Indonesia (TKMI) merupakan kelanjutan pencanangan Tahun Mikro Kredit Internasional 2005 oleh PBB. Implementasi dari hal ini adalah penerbitan SK Menko Perekonomian No. 4 Tahun 2005 tentang pembentukan panitia pencanangan program pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan tahun keuangan mikro Indonesia 2005.

Pada masa menjelang kampanye pemilihan presiden tahun 2004, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyaluran kredit tanpa agunan sebesar Rp 1 juta untuk usaha mikro. Sayangnya, keberlanjutan program ini tidak terdengar lagi pada saat ini. Padahal mendapat sambutan yang cukup baik.
Pembiayaan bagi usaha mikro memang meruapakan masalah utama. Adanya upaya pemerintah untuk menetapkan kredit perbankan sampai jumlah Rp 50 juta sebagai kredit yang tidak perlu agunan tambahan adalah kebijakan yang menggembirakan. Mudah-mudahan hal ini akan terealisasi dan berkelanjutan. Pemerintah diharapkan pada tahun ini mengeluarkan berbagai insentif dan kebijakan yang mendorong usaha mikro untuk tampil lebihnmandiri dan kompetitif. 
Saat ini sekitar 41 juta unit usaha mikro menyerap lebih kurang 60 juta tenaga kerja. Dari 68 juta tenaga kerja, 88 persen tenaga kerja berada di Indonesia Dengan persentase sekitar 99 persen jumlah unit usaha di Indonesia, dorongan dari pemerintah akan sangat berarti membantu sektor riil  di usaha mikro untuk tumbuh. Meskipun memberikan kontribusi untuk PDB sekitar 39 persen, keberadaan usaha mikro sangat membantu tegaknya eknomi Indonesia.
Pelaku usaha mikro diasumsikan mayoritas berpendidikan SD, SMP dan SMU. Dengan memperhatikan data BPS jumlah angkatan kerja tahun 2003 berdasarkan tingkat pendidikan adalah 54,82; 20,57 dan 14,16 juta jiwa. Artinya, usaha mikro sangat membantu mereka yang berpendidikan rendah untuk mencari nafkah. Pada saat ini jumlah angkatan kerja adalah 106 juta jiwa dimana pengangguran terbuka sekitar 10,52 juta jiwa.
Dorongan terhadap usaha mikro sangat signifikan bila kita melihat bahwa terjadinya penurunan lapangan kerja formal saat ini, baik di perkotaan maupun pedesaan. Kebijakan yang mendukung usaha mikro merupakan salah satu upaya mengurangi pengangguran. Fenomena TKI ilegal yang bertahan di Malaysia meskipun mendapatkan ancaman hukuman berat adalah bukti betapa sulitnya mencari pekerjaan di negeri sendiri. 
Meskipun pemerintah memberikan berbagai upaya untuk membantu usaha mikro, msalah makro ekonomi tetap perlu mendapat perhatian karena mengingat usaha mikro rentan terhadap kenaikan inflasi. Pada tahun 2004 inflasi berada pada kisaran 5-6 persen, masih di bawah satu digit. Inflasi akibat kenaikan harga BBM selama ini tidak pernah diatasi secara signifikan sehingga kenaikan harga melebihi besarnya kenaikan harga BBM yang berkaibat penurunan daya beli masyarakat serta pendapatan riil.
Bank sebagai lembaga intermediasi hingga saat ini masih enggan mengucurkan kreditnya. Pengucuran cana dari APBN tentunya sangat terbatas. Oleh akrena itu perbankan perlu diberikan insentif agar menyalurkan dananya kepada usaha mikro. Untuk mengatasi masalah skala ekonomi dan biaya overhead perlu dibentuk lembaga antara untuk menjembatani perbankan dengan usaha mikro. 
Lembaga antara tidak hanya bertugas menjembatani bank dengan usaha mikro, akan tetapi memberdayakan pelaku usaha mikro, baik wawasan maupun keterampilan. Selama ini usaha mikro kurang mendapatkan wawasan maupun keterampilan yang berkaitan dengan masalah keuangan maupun hal yang terkait dengan usaha mereka semisal masalah teknologi maupun teknologi informasi.
Keberpihakan pemerintah kepada usaha mikro sebaiknya tidak hilang selepas tahun 2005 seperti halnya pencanangan program tertentu untuk tiap tahunnya. Hal inimembutuhkan pendekatan politis yang diiringi pendekatan prosedural birokrasi. 
Selain itu usaha mikro juga membutuhkan tempat untuk berkembang. Pasar tradisonal adalah salah satu tempat bagi usaha mikro untuk berkembang. Sayangnya perhatian terhadap pembangunan maupun penambahan pasar tradisional oleh pemerintah masih kurang.
Usaha kecil dan menengah bisa menempati pusat perdagangan seperti trade center, mall, plaza maupun ruko. Pembangunan trade center, mall dan plaza sangat pesat, berbeda dengan pembangunan pasar tradisional. Disamping terhimpit dengan hal di atas, maraknya mini market juga menambah ketatnya persaingan. 
Tampaknya pemerintah perlu memperhatikan penataan lokasi usaha, baik dari mini market hingga trade center agar keberadaan usaha ikro tetap berjalan. Emskipun usaha mikro secara alami melakukan penyesuaian, tetap saja membutuhkan peran pemerintah untuk membantunya. Namun demikian pasar tradisional bukan satu-satunya tempat bagi usaha mikro menjalankan usahanya. 
Dukungan kepada usaha mikro akan berhasil lebih baik jika mereka mendapatkan pelayanan kesehatan maupun pendidikan bagi anak-anak mereka. Mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan akan menyebabkan pelaku usaha mikro berada pada posisi subsistence lebvel (hidup hanya cukup untuk makan saja). 
Fasilitas kesehatan dan pendidikan ini sejalan dengan target daeri tahun mikro kredit internasional yaitu mengurangi julah penduduk miskin. Jika menggunakan standar bank dunia, pendapatan US$ 2 per hari, maka 47% orang Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Dan ini akan lebih memprihatinkan bila terjadi kenaikan harga BBM karena BPS memperikrakan 20 % orang miskin memiliki potensi kedalam kemiskinan absolut. 
Indonesia adalah satu dari delapan negara yang menjadi contoh pengembangan kredit mikro di dunia. Untuk itu, kepercayaan ini seharusnya digunakan sebaik-baiknya oleh pemerintah untuk melakukan perubahan yang nyata bagi usaha mikro. Kondisi makro ekonomi yang kondusif dan pemerintahan yang kredibel (dipilih langsung oleh rakyat) adalah modal bagi pemerintah mendukung usaha mikro.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Kebijakan pemerintah kepada usaha mikro sangat sesuai dengan semangat yang terkandung dalam ayat di atas.
1 Maret 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post