Enam
tahun yang lalu, tepatnya 14 Agustus 1997, Indonesia memasuki sejarah baru penerapan sistem
nilai tukarnya. Sistem mengambang terkendali (managed floating system)
yang sebelumnya mampu menjaga kestabilan ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi badai spekulasi
dan efek domino dari negara tetangga. Akhirnya sistem nilai tukar mengambang
bebas (floating system) pun menggantikannya. Sistem mengambang bebas
merupakan sistem yang paling liberal karena nilai tukar suatu mata uang
ditentukan dari penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar uang.
Penerapannya di Indonesia justru terjadi di masa krisis ekonomi.
Semenjak
penerapan sistem nilai tukar baru tersebut, berbagai kejadian mewarnai
kehidupan ekonomi Indonesia. Inflasi cenderung mendekati posisi
hiper inflasi (bottle neck). Penimbunan merajalela, fluktuasi harga
mengejutkan masyrakat karena daya beli riilnya jauh menurun.
Kemudian
di sekitar akhir 1997 dan awal 1998, IMF memasuki Indonesia dengan memberikan resep yang sangat
pahit. Satu di antaranya adalah kenaikan harga BBM. Mahasiswa dan masyarakat
mulai menggeliat terhadap kenaikan harga BBM ini. Kelanjutan dari masalah ini
adalah permintaan agar Soeharto turun dari jabatannya.
Pergantian
Soeharto dengan Habibie membuka celah kebebasan dan demokratisasi yang sampai
sekarang masih kebablasan. Namun ekonomi juga belum membaik. Pergantian oleh
Gus Dur dan Megawati ternyata tidak merubah kondisi ekonomi, bahkan kerap
terjadi kenaikan harga. Disamping itu hutang kelompok swasta beralih menjadi
hutang pemerintah. Sementara IMF justru semakin mencengkeramkan kukunya.
Reformasi ekonomi yang dimotori IMF justru menguras kekayaan negara
dan menyengsarakan rakyat.
Sebelum
terjadinya krisis, Indonesia dikenal sebagai new emerging
giant dan tergolong negara yang memiliki daya saing tinggi serta
sempat dijuluki sebagai keajaiban Asia. Namun krisis telah merubah semuanya. Bangunan ekonomi Indonesia ambruk dan yang paling tertimpa adalah
rakyat kecil, bahkan saat ini masih bisa dilihat dan dirasakan.
Sementara
itu, pemilu 1999 telah memunculkan berbagai partai politik, terutama parpol
Islam. Akibat euforia dan keran kebebasan, partai Islam tumbuh banyak, namun
sedikit memperoleh suara. Sedikitnya suara mereka ini berpengaruh terhadap peta
politik dan kebijakan. Hal ini sedikit banyaknya menimbulkan
disorientasi dan kekalahan secara psikologis. Sayangnya masalah ini kian
berlarut akibat kuatnya kaum status quo bermain di gelanggang politik. Umat
Islam yang telah lama dikebiri hak berpolitiknya turut mempengaruhi perolehan
suara partai Islam.
Akibat kuatnya partai di luar partai Islam, posisi tawar
partai Islam belum mampu memberikan warna secara signifikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik di panggung politik maupun dalam kebijakan
ekonomi. Ibaratnya partai Islam sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pembelaan
terhadap umat Islam pun semakin tidak kelihatan sosoknya, terutama yang terkait
dengan kondisi ekonomi rakyat.
Disamping secara politik partai Islam belum mampu
memiliki posisi tawar yang kuat, dalam kebijakan ekonomipun hampir senantiasa
mengalami benturan dalam menghadapi berbagai kebijakan ekonomi yang sangat
liberal. Akibat liberalisasi di sektor ekonomi ini, peran para pemilik modal
mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah yang berujung kepada bertambahnya kesengsaraan
rakyat. Terakhir kita menyaksikan nasib petani yang menghadapi impor terbuka
dan penjualan aset-aset negara.
Namun demikian, sepanjang terjadinya krisis hingga saat
ini, ada arus ekonomi baru yang memperlihatkan indikator positif dalam kehidupan
ekonomi. Ia adalah arus ekonomi syariah. Berkembangnya lembaga keuangan syariah
yang diikuti dengan kenaikan total aset dan persentase pembiayaan ini terjadi
di saat kondisi ekonomi mengalami ketidakpastian dan ketidakstabilan. Sebenarnya
momen untuk memulihkan ekonomi sempat ada, terutama di tahun 2002. Namun momen
ini justru lebih berpihak kepada sektor ekonomi syariah.
Berkembangnya sektor ekonomi syariah merupakan fenomena
baru karena gerakan ini secara umum muncul dari bawah dimana usaha kecil menengah
(UKM) maupun usaha mikro turut berkembang dengan peran serta lembaga keuangan
syariah. Disamping itu peran lembaga pengelola zakat turut membantu
berkembangnya sektor ekonomi syariah ini.
Sayangnya progresivitas sektor ekonomi syariah ini belum
mendapatkan sokongan sepenuhnya dari partai Islam, baik dalam bentuk usulan
terbentuknya UU yang menjadi payung hukum lembaga keuangan syariah maupun
lobi-lobi kepada pemerintah guna melakukan deregulasi untuk sektor ekonomi
syariah.
Reformasi Ekonomi
Reformasi ekonomi yang telah berjalan selama ini tidak
menghasilkan secara signifikan pengaruhnya terhadap sektor riil. Untuk itu,
melakukan reformasi ekonomi dengan mendukung keberadaan sektor ekonomi syariah
adalah upaya alternatif yang bisa digulirkan oleh partai Islam. Partai Islam
perlu diingatkan bahwa belum kuatnya posisi tawar mereka di panggung politik
bukan berarti tidak bisa memperbaiki nasib rakyat. Dukungan kepada sektor
ekonomi syariah adalah salah satu jalan untuk memperbaiki nasib ekonomi rakyat.
Kelebihan dari sektor ekonomi syariah ini adalah adanya
dewan syariah nasional (DSN) yang menjadi pengawas secara nasional dan juga
memiliki wewenang pembuatan fatwa maupun dewan pengawas syariah yang berada
dalam struktur lembaga keuangan syariah. Dengan keberadaan mereka, moral
hazard dapat ditekan dan kepercayaan (trust) masyarakat akan
semakin meningkat.
Sementara yang terjadi di sektor ekonomi konvensional
adalah berkembangnya spekulasi, pelanggaran, penipuan dan saling jegal yang
membuat kondisi semakin tidak menentu. Perbankan pun belum berani memberikan
kreditnya untuk investasi. Mereka lebih cenderung menyimpan di BI, bermain di
pasar uang atau mengeluarkan kredit konsumtif. Perbankan memiliki trauma
terhadap pelanggaran batas maksimal pemberian kredit (BMPK) maupunmoral
hazard lainnya.
Dukungan total partai Islam kepada sektor ekonomi syariah
merupakan kebijakan the second best, karena seharusnya yang utama
dilakukan partai Islam adalah memperbaiki ekonomi nasional. Namun the
second best ini akan menjadi best choice manakala
indikator sektor ekonomi syariah semakin menunjukkan grafik yang membaik,
terutama kepada masyarakat menengah bawah.
Dukungan dari Bank Indonesia telah diaplikasikan langsung
oleh Gubernurnya, Burhanudin Harahap. Dukungan riil dari otoritas
moneter ini harus disambut oleh partai Islam, karena ini adalah peluang emas
untuk memulihkan kondisi ekonomi rakyat. Partai Islam boleh bertambah banyak,
namun sebaiknya tidak lupa akan kondisi ekonomi rakyat. Reformasi ekonomi yang
dimotori IMF telah gagal. Kini reformasi ekonomi melalui sektor ekonomi
syariah adalah peluang emas yang harus digarap.
Catatan
Partai
Islam yang memasuki babak baru kehidupan politik (semenjak tumbangnya
Soeharto), pada periode 1999-2003 belum memberi pengaruh kepada kepada kondisi
ekonomi rakyat. Padahal, hal ini merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh siapapun untuk melanjutkan kehidupannya. Pada pemilu 2004 nanti, ada
baiknya diingatkan agar bagaimanapun kondisinya, partai Islam harus tetap memberikan
kontribusi riil bagi perbaikan kondisi ekonomi rakyat. Sektor ekonomi syariah
adalah ruang yang dapat digunakan oleh partai Islam untuk mendukung
kebijakan the second best agar nasib rakyat tetap mengalami
perbaikan, betapapun kecilnya. Adanya the second best ini
adalah jalan keluar yang kongkrit bila reformasi ekonomi yang bercorak liberal
dan penuh moral hazard mewarnai kepemimpinan nasional pasca pemilu 2004.
Tulisan
ini dimuat di Saksi No.23 Tahun V, 26 Agustus 2003, dan merupakan tulisan asli
yang belum diedit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar