Tahun 2002 lalu perkembangan perbankan syariah
melaju pesat. Sementara perbankan konvensional setidaknya juga mulai mengalami
pencerahan di tahun yang sama. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan laba
bersih perbankan konvensional semenjak 2000 hingga 2002 berturut-turut adalah
Rp 6,92, 9,26 dan 14,5 triliun. Namun demikian perbankan konvensional masih
sangat berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Sampai dengan kuartal pertama
2003, penyaluran kredit perbankan konvensional baru mencapai 49% dari jumlah pengumpulan
dana pihak ketiga. Penempatan dana pada SBI juga mengalami peningkatan dari Rp
76,9 triliun pada Desember 2002 menjadi Rp 108,8 triliun pada Februari 2003.
Sementara itu, perkembangan perbankan
syariah dapat dilihat dari beberapa indikator (berdasarkan statistik perbankan
syariah BI). Total asset perbankan syariah pada Juni 2002 adalah Rp 3,3
triliun dan pada Maret 2003 meningkat menjadi Rp 4,5 triliun. Kewajiban
dan modal pada Juni 2002 adalah Rp 3,3 triliun dan meningkat menjadi Rp 4,6
triliun pada Maret 2003. Sementara komposisi dana pihak ketiga perbankan
syariah pada Juni 2002 adalah Rp 2,24 triliun, dan pada Maret 2003 meningkat
menjadi Rp 3,32 triliun. Disamping itu komposisi pembiayaan perbankan syariah
pada Juni 2003 adalah Rp 2,71 triliun dan pada Maret 2003 meningkat menjadi Rp
3,66 triliun. Sementara pembiayaan non lancar (Non Performing
Financings) secara persentase mengalami penurunan dari 4,33% pada Juni 2002
menjadi 3,96% pada Maret 2003. Adapun pangsa perbankan syariah terhadap bank
konvensional untuk total asset pada Agustus 2002 adalah 0,33% meningkat menjadi
0,42% pada Juni 2003.
Meskipun di tahun
2002 perbankan konvensional mulai menggeliat dan memperlihatkan pencerahan,
dibalik itu ada kekhawatiran yang mungkin sudah dirasakan. Hal itu adalah akan
dilepasnya penjaminan pemerintah. Penjaminan pemerintah kepada perbankan
konvensional dimulai semenjak 1998 dimana sebelum itu terjadi likuidasi 16 bank
yang berdampak kepada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Penjaminan
pemerintah ini berdampak kepada meningkatnya kembali kepercayaan masyarakat
yang ditandai dengan meningkatnya simpanan dana pihak ketiga. Pada 1999 dana
yang terkumpul adalah sebesar Rp 617 triliun dan pada 2002 meningkat menjadi Rp
835 tiliun. Namun biaya penjaminan yang dikeluarkan oleh pemerintah juga cukup
besar. Pemerintah mengeluarkan dana penjaminan Rp 60 triliun setiap
tahunnya.
Penjaminan
pemerintah akan dihilangkan secara bertahap mulai Juli 2003. Kemudian per
Agustus 2003 pemerintah hanya akan menjamin dana masyarakat maksimal Rp 5
miliar. Lalu pada Februari 2004 dana masyarakat yang akan dijamin maksimal Rp
100 juta. Masyarakat yang memiliki dana maksimal Rp 100 juta ini merupakan 93%
dari jumlah nasabah yang ada di Indonesia.
Meskipun penjaminan
pemerintah pada Februari 2004 adalah dana masyarakat maksimal Rp 100 juta yang
merupakan mayoritas nasabah, bukan berarti masyarakat tidak dihinggapi
kegalauan. Boleh jadi mereka akan mencari tempat yang aman untuk menyimpan uang
mereka.
Salah satu tempat
yang relatif aman adalah menaruh dana pada perbankan syariah. Perbankan syariah
pada waktu terjadinya krisis ekonomi tergolong kategori A sehingga terlepas
dari program rekapitalisasi perbankan (pada waktu itu bank umum syariah baru
Bank Muamalat). Bahkan pada waktu itu jumlah nasabah perorangan di bank syariah
semakin meningkat, sementara di perbankan konvensional pada waktu itu
terjadi rush dan penurunan kepercayaan kepada perbankan.
Ini adalah peluang emas bagi perbankan
syariah untuk menarik dana masyarakat yang berasal dari perbankan konvensional
karena dengan melihat kinerja dan pretasi perbankan syariah sampai saat ini,
masyarakat yang rasional tentunya akan mulai melirik perbankan syariah.
Disamping itu, ini adalah momen untuk lebih berkompetisi dengan perbankan
nasional karena dengan pelepasan penjaminan pemerintah perbankan konvensional
akan lebih mandiri. Sebenarnya perbankan syariah juga mendapat penjaminan dari
pemerintah, namun kinerjanya nampak lebih kompetitif dibanding dengan perbankan
konvensional. Sebagai contoh, menurut statistik BI, per Maret 2003 pembiayaan
yang disalurkan perbankan syariah dibanding dengan jumlah pengumpulan dana
pihak ketiga melampaui 100%. Sementara perbankan konvensional
berjumlah 49%.
Seiring dengan semakin berkembangnya
perbankan syariah, momen pasca pelepasan penjaminan pemerintah adalah peluang
untuk menjangkau sebanyak-banyaknya nasabah dan menjadikan perbankan syariah
sebagai pilihan bagi masyarakat dalam mempercayakan pengelolaan dananya.
Disamping itu, tentu saja perbankan syariah juga harus mempersiapkan diri pasca
pelepasan penjaminan pemerintah agar bisa berkompetisi dengan perbankan
konvensional dalam meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat.
Tulisan ini dimuat
di Republika, 23 Juni 2003 dan merupakan tulisan asli sebelum mengalami
pengeditan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar