Senin, 23 Juni 2003

Menatap Bank Syariah Pasca Pelepasan Penjaminan Pemerintah

Oleh Erwin FS


Tahun 2002 lalu perkembangan perbankan syariah melaju pesat. Sementara perbankan konvensional setidaknya juga mulai mengalami pencerahan di tahun yang sama. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan laba bersih perbankan konvensional semenjak 2000 hingga 2002 berturut-turut adalah Rp 6,92, 9,26 dan 14,5 triliun. Namun demikian perbankan konvensional masih sangat berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Sampai dengan kuartal pertama 2003, penyaluran kredit perbankan konvensional baru mencapai 49% dari jumlah pengumpulan dana pihak ketiga. Penempatan dana pada SBI juga mengalami peningkatan dari Rp 76,9 triliun pada Desember 2002 menjadi Rp 108,8 triliun pada Februari 2003.

Sementara itu, perkembangan perbankan syariah dapat dilihat dari beberapa indikator (berdasarkan statistik perbankan syariah BI). Total asset perbankan syariah pada Juni 2002 adalah Rp 3,3 triliun dan pada Maret 2003 meningkat menjadi Rp 4,5 triliun. Kewajiban dan modal pada Juni 2002 adalah Rp 3,3 triliun dan meningkat menjadi Rp 4,6 triliun pada Maret 2003. Sementara komposisi dana pihak ketiga perbankan syariah pada Juni 2002 adalah Rp 2,24 triliun, dan pada Maret 2003 meningkat menjadi Rp 3,32 triliun. Disamping itu komposisi pembiayaan perbankan syariah pada Juni 2003 adalah Rp 2,71 triliun dan pada Maret 2003 meningkat menjadi Rp 3,66 triliun. Sementara pembiayaan non lancar (Non Performing Financings) secara persentase mengalami penurunan dari 4,33% pada Juni 2002 menjadi 3,96% pada Maret 2003. Adapun pangsa perbankan syariah terhadap bank konvensional untuk total asset pada Agustus 2002 adalah 0,33% meningkat menjadi 0,42% pada Juni 2003.
Meskipun di tahun 2002 perbankan konvensional mulai menggeliat dan memperlihatkan pencerahan, dibalik itu ada kekhawatiran yang mungkin sudah dirasakan. Hal itu adalah akan dilepasnya penjaminan pemerintah. Penjaminan pemerintah kepada perbankan konvensional dimulai semenjak 1998 dimana sebelum itu terjadi likuidasi 16 bank yang berdampak kepada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Penjaminan pemerintah ini berdampak kepada meningkatnya kembali kepercayaan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya simpanan dana pihak ketiga. Pada 1999 dana yang terkumpul adalah sebesar Rp 617 triliun dan pada 2002 meningkat menjadi Rp 835 tiliun. Namun biaya penjaminan yang dikeluarkan oleh pemerintah juga cukup besar. Pemerintah mengeluarkan dana penjaminan Rp 60 triliun setiap tahunnya. 
Penjaminan pemerintah akan dihilangkan secara bertahap mulai Juli 2003. Kemudian per Agustus 2003 pemerintah hanya akan menjamin dana masyarakat maksimal Rp 5 miliar. Lalu pada Februari 2004 dana masyarakat yang akan dijamin maksimal Rp 100 juta. Masyarakat yang memiliki dana maksimal Rp 100 juta ini merupakan 93% dari jumlah nasabah yang ada di Indonesia.
Meskipun penjaminan pemerintah pada Februari 2004 adalah dana masyarakat maksimal Rp 100 juta yang merupakan mayoritas nasabah, bukan berarti masyarakat tidak dihinggapi kegalauan. Boleh jadi mereka akan mencari tempat yang aman untuk menyimpan uang mereka.
Salah satu tempat yang relatif aman adalah menaruh dana pada perbankan syariah. Perbankan syariah pada waktu terjadinya krisis ekonomi tergolong kategori A sehingga terlepas dari program rekapitalisasi perbankan (pada waktu itu bank umum syariah baru Bank Muamalat). Bahkan pada waktu itu jumlah nasabah perorangan di bank syariah semakin meningkat, sementara di perbankan konvensional pada waktu itu terjadi rush dan penurunan kepercayaan kepada perbankan.
Ini adalah peluang emas bagi perbankan syariah untuk menarik dana masyarakat yang berasal dari perbankan konvensional karena dengan melihat kinerja dan pretasi perbankan syariah sampai saat ini, masyarakat yang rasional tentunya akan mulai melirik perbankan syariah. Disamping itu, ini adalah momen untuk lebih berkompetisi dengan perbankan nasional karena dengan pelepasan penjaminan pemerintah perbankan konvensional akan lebih mandiri. Sebenarnya perbankan syariah juga mendapat penjaminan dari pemerintah, namun kinerjanya nampak lebih kompetitif dibanding dengan perbankan konvensional. Sebagai contoh, menurut statistik BI, per Maret 2003 pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah dibanding dengan jumlah pengumpulan dana pihak ketiga melampaui 100%. Sementara  perbankan konvensional berjumlah 49%.
Seiring dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, momen pasca pelepasan penjaminan pemerintah adalah peluang untuk menjangkau sebanyak-banyaknya nasabah dan menjadikan perbankan syariah sebagai pilihan bagi masyarakat dalam mempercayakan pengelolaan dananya. Disamping itu, tentu saja perbankan syariah juga harus mempersiapkan diri pasca pelepasan penjaminan pemerintah agar bisa berkompetisi dengan perbankan konvensional dalam meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat.
Tulisan ini dimuat di Republika, 23 Juni 2003 dan merupakan tulisan asli sebelum mengalami pengeditan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post