Kamis, 01 Mei 2003

Hidup Susah di Alam Demokrasi (Kontemplasi Menghadapi Pemilu 2004)

Oleh Erwin FS


Bagi sebagian aktivis berbagai gerakan, reformasi yang ditandai kejatuhan Soeharto sedikit banyaknya telah membawa perubahan baru dalam kehidupan bangsa. Hal positif yang bisa dilihat dan dirasakan adalah adanya kebebasan menyatakan pendapat yang dulu sangat dikekang, kebebasan pers dan kebebasan membentuk organisasi. Hal ini adalah sebagian dari hal positif terjadinya reformasi.

Namun bagi sebagian rakyat yang umumnya pendidikan mereka masih rendah, reformasi tidak menjadikan hidup mereka lebih baik. Bahkan sebaliknya, kehidupan mereka semakin hari semakin memprihatinkan. Meskipun terdapat saluran menyampaikan aspirasi, fakta memperlihatkan hal tersebut tidak memiliki korelasi signifikan dengan perubahan kebijakan. Berbagai kenaikan harga yang terjadi semenjak era reformasi adalah sebuah bukti betapa makin sulitnya kehidupan rakyat, dan demikian pula halnya dengan korupsi yang merajalela.
Sementara itu, para aktivis gerakan reformasi yang telah memperjuangkan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam realitanya tidak mendapat respon positif dari para penentu kebijakan di negara ini. Kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi setidaknya terlihat sebagai penghias kehidupan demokrasi dimana pemerintah sendiri menghargai aspirasi dan pendapat yang berkembang namun tetap tidak  merubah kebijakannya yang umumnya tidak berpihak kepada perbaikan ekonomi rakyat.
Jika demikian halnya, maka era reformasi ini hanya sekedar pergantian wajah. Adapun kebijakan yang dijalankan lebih berorientasi kepada kekuasaan sehingga jika kekuasaan sudah dijadikan orientasi maka sulit untuk berempati terhadap kondisi ekonomi rakyat.

Pendapat Amartya Sen

Amartya Sen, peraih penghargaan nobel bidang ekonomi 1998 menyatakan bahwa demokrasi akan mampu menghilangkan kemiskinan masyarakat.  Menurut Sen, demokrasi politik dan politik partisipatoris memainkan peranan penting untuk menjamin keselamatan dari bencana alam maupun masalah politik.
Sen menyatakan bahwa pemerintahan yang memiliki watak tidak demokratis berperan memicu terjadinya krisis ekonomi. Forum demokrasi yang efektif bisa berpengaruh dalam mencegah mal praktik, terutama di kalangan petinggi.

Ekonomi Cina

Sementara itu, jika melihat kepada Cina, perekonomiannya semakin memperlihatkan prestasi yang baik, namun di Cina sendiri tidak menerapkan sistem demokrasi.  Meskipun tidak menerapkan sistem demokrasi, Cina berhasil membangun ekonominya dengan baik. Partai komunis Cina yang memegang kendali di Cina  mampu berpikir secara rasional sehingga hal ini memungkinkan terciptanya kondisi perekonomian yang baik.
I Wibowo (2003) menyatakan bahwa pertanyaan apakah pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap demokrasi ataupun sebaliknya apakah demokrasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pernyataan David Landes tentang syarat penting sebuah pemerintahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, empat di antaranya adalah: (1) provide stable government; (2) provide responsive government; (3) provide honest government; dan (4) provide moderate, efficient, ungreedy government. Menurut Landes, pemerintahan seperti ini tidak memerlukan demokrasi karena pemerintahan yang dipilih secara demokratis atau tidak keduanya dapat menghasilkan kebijakan pro pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini menerangkan bagaimana Cina mampu menciptakan kondisi ekonomi yang baik. 

Pemilu 1999 dan 2004

Sebentar lagi rakyat akan menghadapi pemilu 2004, pemilu kedua era reformasi. Pada pemilu 1999 lalu rakyat terlihat antusias mengikuti pemilu karena pada waktu itu terdapat sebuah keinginan bersama akan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik. Namun menjelang pemilu 2004, harapan akan kondisi ekonomi yang lebih baik semakin pupus. Lalu, bagaimana halnya dengan pemilu 2004, apakah rakyat akan seantusias seperti pemilu 1999?
Dikehendaki atau tidak, pergantian kekuasaan selalu diikuti dengan harapan akan kondisi ekonomi yang membaik. Kondisi ekonomi yang lebih baik akan menunjang terciptanya pemerintahan yang baik. Hanya saja, hal ini sulit terjadi di Indonesia, terutama setelah melihat pemilu 1999 dan pemerintahan yang dihasilkan.
Demokrasi yang tidak diikuti dengan membaiknya kondisi ekonomi melambangkan kegagalan para elit dan penguasa. Hal ini berimbas kepada kesulitan hidup yang dirasakan oleh sebagian besar rakyat.
Implementasi politik uang yang mungkin akan terjadi pada pemilu 2004 juga menggambarkan betapa kerdilnya demokrasi bagi kelompok yang ingin menggapai kekuasaan. Suara rakyat yang dibeli juga menunjukkan betapa rendahnya tingkat pendidikan rakyat karena mereka seharusnya memilih kelompok yang akan menghasilkan kesejahteraan ekonomi untuk lima tahun berikutnya, bukan kesejahteraan untuk satu hari saja. Namun itulah gambaran implementasi demokrasi di Indonesia sampai saat ini, suram dan tidak mencerahkan.
Jika ada sebagian elemen masyarakat yang merasakan dampak positifnya era reformasi, maka tidak sedikit juga yang kehidupannya semakin susah di alam demokrasi ini. Kehidupan ekonomi mereka semakin sulit, sehingga anak-anak mereka pun tidak mampu bersekolah. Orang tua yang terdesak menjadikan anaknya peminta-minta di jalan-jalan dan angkutan umum. Demokrasi tidak mampu menurunkan inflasi, harga-harga yang membumbung tinggi menyebabkan rakyat harus mengencangkan ikat pinggang ekstra kuat. Bagi rakyat yang tidak mampu menahan beban penderitaan, pekerjaan yang berbau kriminal dan merusak masyarakat menjadi pilihan akhir. Kesemua hal itu memperlihatkan betapa semakin hari rakyat tidak mampu memikul beban yang begitu berat. Di seberang sana para pejabat yang umumnya bukan orang miskin tidak mampu merumuskan kebijakan handal yang mampu merubah kondisi ekonomi rakyat yang parah.
Lima tahun berlangsungnya proses demokratisasi ternyata memperlihatkan demoralisasi pemerintahan yang begitu hebat. Empati kepada rakyat adalah nomor sekian, yang didahulukan adalah kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Entah kapan bangsa ini memiliki pemerintahan yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Apakah harus kembali ke pemerintahan tangan besi seperti yang dilakukan rejim orde baru dimana sedikit banyaknya rakyat mampu untuk mencari sesuap nasi dan mampu menyekolahkan anak mereka? Ataukah pemerintahan yang (terkesan) demokratis namun korup dan lebih cenderung menyengsarakan rakyat? Kedua pilihan tersebut bukanlah pilihan yang menyenangkan.
Pemilu 1999 yang demokratis, meskipun menyimpan banyak catatan, telah meninggalkan bekas bagi rakyat, baik positif maupun negatif. Maka pada pemilu 2004, sebagian rakyat tentunya masih membekas bagaimana pemilu 1999 hingga waktu kembali mengantarkan pada pemilu 2004. Selama lebih kurang lima tahun sebagian besar rakyat hidup kesusahan di alam ‘demokrasi’. Akankah episode ini berulang pada pemilu 2004?
Jika  pada pemilu 2004 parpol pemenang pemilu maupun parpol peraih suara besar masih berperilaku seperti sekarang, maka bayangan akan kesusahan hidup akan menjadi kenyataan. Demokrasi seharusnya dipahami sebagai peluang meraih kekuasaan yang dengan itu pemerintahan yang terbentuk mampu memberi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Bukan sebaliknya, upaya meraih kekuasaan hanya untuk menguras dan mencuri uang rakyat.
Mei 2003



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post