Bagi sebagian
aktivis berbagai gerakan, reformasi yang ditandai kejatuhan Soeharto sedikit
banyaknya telah membawa perubahan baru dalam kehidupan bangsa. Hal positif yang
bisa dilihat dan dirasakan adalah adanya kebebasan menyatakan pendapat yang
dulu sangat dikekang, kebebasan pers dan kebebasan membentuk organisasi. Hal
ini adalah sebagian dari hal positif terjadinya reformasi.
Namun bagi sebagian
rakyat yang umumnya pendidikan mereka masih rendah, reformasi tidak menjadikan
hidup mereka lebih baik. Bahkan sebaliknya, kehidupan mereka semakin hari
semakin memprihatinkan. Meskipun terdapat saluran menyampaikan aspirasi, fakta
memperlihatkan hal tersebut tidak memiliki korelasi signifikan dengan perubahan
kebijakan. Berbagai kenaikan harga yang terjadi semenjak era reformasi adalah
sebuah bukti betapa makin sulitnya kehidupan rakyat, dan demikian pula halnya
dengan korupsi yang merajalela.
Sementara itu, para
aktivis gerakan reformasi yang telah memperjuangkan untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat dalam realitanya tidak mendapat respon positif dari para penentu
kebijakan di negara ini. Kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi
setidaknya terlihat sebagai penghias kehidupan demokrasi dimana pemerintah
sendiri menghargai aspirasi dan pendapat yang berkembang namun tetap
tidak merubah kebijakannya yang umumnya tidak berpihak kepada
perbaikan ekonomi rakyat.
Jika demikian
halnya, maka era reformasi ini hanya sekedar pergantian wajah. Adapun kebijakan
yang dijalankan lebih berorientasi kepada kekuasaan sehingga jika kekuasaan
sudah dijadikan orientasi maka sulit untuk berempati terhadap kondisi ekonomi
rakyat.
Pendapat
Amartya Sen
Amartya Sen, peraih
penghargaan nobel bidang ekonomi 1998 menyatakan bahwa demokrasi akan mampu
menghilangkan kemiskinan masyarakat. Menurut Sen, demokrasi politik
dan politik partisipatoris memainkan peranan penting untuk menjamin keselamatan
dari bencana alam maupun masalah politik.
Sen menyatakan bahwa
pemerintahan yang memiliki watak tidak demokratis berperan memicu terjadinya
krisis ekonomi. Forum demokrasi yang efektif bisa berpengaruh dalam mencegah
mal praktik, terutama di kalangan petinggi.
Ekonomi
Cina
Sementara itu, jika
melihat kepada Cina, perekonomiannya semakin memperlihatkan prestasi yang baik,
namun di Cina sendiri tidak menerapkan sistem demokrasi. Meskipun
tidak menerapkan sistem demokrasi, Cina berhasil membangun ekonominya dengan
baik. Partai komunis Cina yang memegang kendali di Cina mampu
berpikir secara rasional sehingga hal ini memungkinkan terciptanya kondisi
perekonomian yang baik.
I Wibowo (2003)
menyatakan bahwa pertanyaan apakah pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh
terhadap demokrasi ataupun sebaliknya apakah demokrasi akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pernyataan David Landes tentang
syarat penting sebuah pemerintahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, empat di
antaranya adalah: (1) provide stable government; (2) provide responsive
government; (3) provide honest government; dan (4) provide moderate, efficient,
ungreedy government. Menurut Landes, pemerintahan seperti ini tidak memerlukan
demokrasi karena pemerintahan yang dipilih secara demokratis atau tidak
keduanya dapat menghasilkan kebijakan pro pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini
menerangkan bagaimana Cina mampu menciptakan kondisi ekonomi yang baik.
Pemilu
1999 dan 2004
Sebentar lagi rakyat
akan menghadapi pemilu 2004, pemilu kedua era reformasi. Pada pemilu 1999 lalu
rakyat terlihat antusias mengikuti pemilu karena pada waktu itu terdapat sebuah
keinginan bersama akan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik. Namun
menjelang pemilu 2004, harapan akan kondisi ekonomi yang lebih baik semakin
pupus. Lalu, bagaimana halnya dengan pemilu 2004, apakah rakyat akan seantusias
seperti pemilu 1999?
Dikehendaki atau
tidak, pergantian kekuasaan selalu diikuti dengan harapan akan kondisi ekonomi
yang membaik. Kondisi ekonomi yang lebih baik akan menunjang terciptanya
pemerintahan yang baik. Hanya saja, hal ini sulit terjadi di Indonesia,
terutama setelah melihat pemilu 1999 dan pemerintahan yang dihasilkan.
Demokrasi yang tidak
diikuti dengan membaiknya kondisi ekonomi melambangkan kegagalan para elit dan
penguasa. Hal ini berimbas kepada kesulitan hidup yang dirasakan oleh sebagian
besar rakyat.
Implementasi politik uang yang mungkin
akan terjadi pada pemilu 2004 juga menggambarkan betapa kerdilnya demokrasi
bagi kelompok yang ingin menggapai kekuasaan. Suara rakyat yang dibeli juga
menunjukkan betapa rendahnya tingkat pendidikan rakyat karena mereka seharusnya
memilih kelompok yang akan menghasilkan kesejahteraan ekonomi untuk lima tahun berikutnya, bukan kesejahteraan
untuk satu hari saja. Namun itulah gambaran implementasi demokrasi di Indonesia sampai saat ini, suram dan tidak
mencerahkan.
Jika ada sebagian elemen masyarakat yang
merasakan dampak positifnya era reformasi, maka tidak sedikit juga yang
kehidupannya semakin susah di alam demokrasi ini. Kehidupan ekonomi mereka
semakin sulit, sehingga anak-anak mereka pun tidak mampu bersekolah. Orang tua
yang terdesak menjadikan anaknya peminta-minta di jalan-jalan dan angkutan
umum. Demokrasi tidak mampu menurunkan inflasi, harga-harga yang membumbung
tinggi menyebabkan rakyat harus mengencangkan ikat pinggang ekstra kuat. Bagi
rakyat yang tidak mampu menahan beban penderitaan, pekerjaan yang berbau
kriminal dan merusak masyarakat menjadi pilihan akhir. Kesemua hal itu
memperlihatkan betapa semakin hari rakyat tidak mampu memikul beban yang begitu
berat. Di seberang sana para pejabat yang umumnya bukan orang miskin tidak mampu merumuskan
kebijakan handal yang mampu merubah kondisi ekonomi rakyat yang parah.
Pemilu 1999 yang demokratis, meskipun
menyimpan banyak catatan, telah meninggalkan bekas bagi rakyat, baik positif
maupun negatif. Maka pada pemilu 2004, sebagian rakyat tentunya masih membekas
bagaimana pemilu 1999 hingga waktu kembali mengantarkan pada pemilu 2004.
Selama lebih kurang lima tahun sebagian besar rakyat hidup kesusahan di alam ‘demokrasi’.
Akankah episode ini berulang pada pemilu 2004?
Jika pada pemilu 2004 parpol
pemenang pemilu maupun parpol peraih suara besar masih berperilaku seperti
sekarang, maka bayangan akan kesusahan hidup akan menjadi kenyataan. Demokrasi
seharusnya dipahami sebagai peluang meraih kekuasaan yang dengan itu
pemerintahan yang terbentuk mampu memberi kesejahteraan dan keadilan bagi
rakyatnya. Bukan sebaliknya, upaya meraih kekuasaan hanya untuk menguras dan
mencuri uang rakyat.
Mei 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar