AS yang selama ini senantiasa mendapat
kritikan dari dunia internasional terhadap sepak terjangnya terhadap berbagai
masalah di dunia selalu mencari pembenaran sehingga tidak sedikit masyarakat
internasional yang mengalami pembodohan oleh AS melalui propagandanya.
Sepak terjang AS di dunia internasional
semakin melaju semenjak runtuhnya Uni Sovyet. Sebelum kejatuhan Uni Sovyet juga
sudah terjadi ketegangan ketika perang dingin terjadi antara Uni Sovyet dan AS
yang memunculkan Blok Timur dan Barat serta Gerakan Non Blok (GNB).
AS sebagai pemenang perang dunia
meletakkan dasar-dasar bagi terbentuknya tata dunia baru. Hal ini dibuktikan
dengan pemberian bantuan kepada Eropa pasca perang dunia, dibentuknya
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Perjanjian Bretton Woods yang melahirkan IMF dan
WTO. WTO disepakati sebagai badan pengatur perdagangan dunia setelah mengalami
evolusi yang cukup panjang.
Tatanan dunia baru bentukan AS tersebut
pada awalnya meginginkan terbentuknya dunia yang damai dan sejahtera di bawah
payung AS. Namun hal itu bukan realita yang terjadi hingga saat ini.
Sebaliknya, dominasi AS dalam pergaulan internasional telah menyebabkan
munculnya berbagai kesenjangan yang membuat sekelompok masyarakat dunia semakin
mengalami kesulitan hidup dan sebagian lagi mengalami kehidupan yang lebih
sejahtera meskipun dari hasil menghisap sebagian masyarakat yang lain.
Salah satu bukti hal ini adalah
keberpihakan AS terhadap Israel yang merupakan negara yang melakukan
penjajahan kolonial klasik satu-satunya di dunia yang masih ada. Dengan bantuan
AS, kolonialisme Israel menjadi langgeng. Sementara AS yang selalu menyuarakan kebebasan dan
demokrasi telah menjelma menjadi reprentasi dari imperialisme abad 21. Pada
imperialisme klasik dikenal adanya 3 G yaitu Gold, Glory dan Gospel. Dalam
sejarah terlihat bahwa Gold merupakan tujuan utama imperialisme.
Gold
Imperialisme
klasik menggunakan penjajahan sebagai jalan untuk menguras kekayaan suatu
bangsa. Hasil pengurasan ini membuat negeri kaum imperialis semakin sejahtera
dan makmur, sementara bangsa yang dijajahnya semakin sengsara. Penjajahan
tersebut juga bertujuan membuka pasar baru. Eksploitasi kekayaan suatu bangsa
oleh kaum imperialis akan mengakibatkan kemiskinan, kebodohan dan penderitaan
yang luar biasa.
Apa yang dilakukan
oleh imperialisme AS juga sama. Dengan dalih membebaskan rakyat Irak dari rezim
Saddam Husein, AS melakukan serangan militer yang ilegal karena tidak disetujui
oleh PBB. Padahal yang diingini AS dari invasi ke AS salah satunya adalah
cadangan minyak Irak. Hal seperti ini pernah dilakukan sebelumnya di
Afghanistan, namun dalam kasus Afghanistan, sebagian masyarakat internasional
mempercayai bahwa Usamah bin Ladin adalah pelaku penyerangan terhadap gedung
WTC pada 11 September 2001 sehingga jatuhnya korban sipil di Afghanistan tidak
bisa membuka mata masyarakat internasional mengenai kekejaman AS di
Afghanistan. Masyarakat internasional mengalami pembodohan oleh propaganda AS.
Motif yang dilakukan AS pun sama antara kasus Afghanistan dan Irak yaitu
mengincar satu orang pelaku. (Usamah dan Saddam). Namun untungnya masyarakat
internasional cepat belajar dari modus AS menginvasi Irak, sehingga demo
menentang invasi AS terjadi di berbagai belahan bumi.
Gospel
Dalam imperialisme klasik, salah satu tujuan imperialisme
adalah penyebaran agama. Namun imperialisme yang dilakukan oleh Amerika ini
mengalami modifikasi. Agama yang dibawa oleh Amerika adalah demokrasi dan
eliminasi terhadap perkembangan Islam di dunia. Hal ini juga diperkuat oleh
tesis Hutington yang menyatakan pasca perang dingin akan terjadi benturan
peradaban antara Barat, Islam dan Konfusiusme. Islam dan Konfosiusme adalah
idiologi, sementara Barat bukanlah idiologi. Disinilah kepintaran Barat dalam meramu
teori yang berimplikasi kepada pengkerdilan pemahaman terhadap Islam oleh
kalangan non Islam serta eliminasi perkembangan Islam di dunia. Maka tak
mengherankan bila Usamah bin Ladin identik dengan seorang muslim yang
berprofesi sebagai teroris bagi sebagian masyarakat internasional.
Disamping itu agama demokrasi yang dibawa
oleh AS menjadi hal yang ambigu. Di satu sisi sistem ini sebenarnya memiliki
potensi untuk kebaikan manusia, namun di sisi lain hal ini dapat menjadi alat
untuk menguasai suatu kelompok atau negara. Amartya Sen, peraih nobel bidang
ekonomi 1998 menyatakan bahwa "Peran instrumental demokrasi (mencakup
pemilihan umum, politik multipartai, media yang bebas, dan lain-lain) dalam
memastikan bahwa pemerintahan benar-benar menanggapi kebutuhan dan kesulitan
rakyatnya memiliki signifikansi praktis yang besar" (Demokrasi Bisa
Memberantas Kemiskinan, Mizan, 2000).
Pada sisi lain,
demokrasi hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan. Noam Chomsky dalam Secrets,
Lies and Democracy (Katjasungkana, 1997) memaparkan bagaimana AS sendiri
melakukan tindakan menentang demokrasi. CIA melakukan operasi penggulingan
pemerintahan sosalis Chili hasil pemilihan umum pada dawarsa 1960-an dan awal
1970-an. Di Haiti, AS melakukan operasi "program memperkuat
demokrasi" yang bertujuan menggulingkan pemimpin terpilih hasil pemilu,
Jean Aristide dan berusaha menggantikannya dengan Marc Barzin guna kelancaran
kepentingan bisnis AS di Haiti. Sementara di AS sendiri, meskipun terdapat
pemilu, kebebasan berpartai dan lain-lain, ternyata keterlibatan publik dalam
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sangat marginal, yang menjalankan
pemerintahan AS justru kelompok-kelompok bisnis.
Glory
Motif mencapai kejayaan dalam imperialisme klasik
sebenarnya terjadi pula pada imperialisme yang dilakukan AS. Sebagai
satu-satunya negara adidaya, AS semakin percaya diri untuk melakukan berbagai
manuver untuk meraih kejayaannya melalui berbagai cara. Penghalalan segala cara
untuk memperoleh kejayaan ini mengakibatkan penindasan suatu bangsa terhadap
bangsa lain yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia.
Penutup
Invasi AS ke Irak telah menyebabkan krisis kemanusiaan
yang amat parah. AS sebagai negara yang pada kondisi tertentu telah mencapai
tingkat kemakmuran dan kesejahteraan seharusnya mampu mempertunjukkan tingkat
peradaban yang lebih baik. Namun ironisnya, semakin mengalami kemajuan, justru
watak imperialisme AS semakin menjadi-jadi. Mungkin teori yang dipakai AS
adalah teori ekonomi Pareto, yaitu suatu kelompok tidak akan menjadi lebih baik
kondisinya bila tidak menyebabkan kelompok lain menjadi lebih buruk kondisinya.
Kemajuan ekonomi dan
teknologi yang amat pesat hingga awal milenium ketiga ternyata memunculkan AS
sebagai fenomena neo gold capitalism. Dan itu artinya, semakin tua peradaban
maka kapitalisme dan imperialisme akan lahir dalam bentuk lain yang mungkin
akan lebih membahayakan kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar