Selasa, 01 April 2003

Invasi AS dan Fenomena Neo Gold Capitalism

Oleh Erwin FS


Invasi AS ke Irak telah memakan korban jiwa yang begitu banyak. Dalih AS yang berubah-ubah, dari melucuti senjata pemusnah massal sampai menegakkan demokrasi menandakan bahwa orientasi invasi AS ke Irak diwarnai motif-motif tertentu. Berbagai analisa yang berkembang baik dari para pengamat maupun media massa semakin mendukung bahwa terdapat multidalih tersembunyi yang akan diimplementasikan bila Irak berhasil didudukkan.
AS yang selama ini senantiasa mendapat kritikan dari dunia internasional terhadap sepak terjangnya terhadap berbagai masalah di dunia selalu mencari pembenaran sehingga tidak sedikit masyarakat internasional yang mengalami pembodohan oleh AS melalui propagandanya.

Sepak terjang AS di dunia internasional semakin melaju semenjak runtuhnya Uni Sovyet. Sebelum kejatuhan Uni Sovyet juga sudah terjadi ketegangan ketika perang dingin terjadi antara Uni Sovyet dan AS yang memunculkan Blok Timur dan Barat serta Gerakan Non Blok (GNB).
AS sebagai pemenang perang dunia meletakkan dasar-dasar bagi terbentuknya tata dunia baru. Hal ini dibuktikan dengan pemberian bantuan kepada Eropa pasca perang dunia, dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa, Perjanjian Bretton Woods yang melahirkan IMF dan WTO. WTO disepakati sebagai badan pengatur perdagangan dunia setelah mengalami evolusi yang cukup panjang.
Tatanan dunia baru bentukan AS tersebut pada awalnya meginginkan terbentuknya dunia yang damai dan sejahtera di bawah payung AS. Namun hal itu bukan realita yang terjadi hingga saat ini. Sebaliknya, dominasi AS dalam pergaulan internasional telah menyebabkan munculnya berbagai kesenjangan yang membuat sekelompok masyarakat dunia semakin mengalami kesulitan hidup dan sebagian lagi mengalami kehidupan yang lebih sejahtera meskipun dari hasil menghisap sebagian masyarakat yang lain.
Salah satu bukti hal ini adalah keberpihakan AS terhadap Israel yang merupakan negara yang melakukan penjajahan kolonial klasik satu-satunya di dunia yang masih ada. Dengan bantuan AS, kolonialisme Israel menjadi langgeng. Sementara AS yang selalu menyuarakan kebebasan dan demokrasi telah menjelma menjadi reprentasi dari imperialisme abad 21. Pada imperialisme klasik dikenal adanya 3 G yaitu Gold, Glory dan Gospel. Dalam sejarah terlihat bahwa Gold merupakan tujuan utama imperialisme.
Gold
Imperialisme klasik menggunakan penjajahan sebagai jalan untuk menguras kekayaan suatu bangsa. Hasil pengurasan ini membuat negeri kaum imperialis semakin sejahtera dan makmur, sementara bangsa yang dijajahnya semakin sengsara. Penjajahan tersebut juga bertujuan membuka pasar baru. Eksploitasi kekayaan suatu bangsa oleh kaum imperialis akan mengakibatkan kemiskinan, kebodohan dan penderitaan yang luar biasa.
Apa yang dilakukan oleh imperialisme AS juga sama. Dengan dalih membebaskan rakyat Irak dari rezim Saddam Husein, AS melakukan serangan militer yang ilegal karena tidak disetujui oleh PBB. Padahal yang diingini AS dari invasi ke AS salah satunya adalah cadangan minyak Irak. Hal seperti ini pernah dilakukan sebelumnya di Afghanistan, namun dalam kasus Afghanistan, sebagian masyarakat internasional mempercayai bahwa Usamah bin Ladin adalah pelaku penyerangan terhadap gedung WTC pada 11 September 2001 sehingga jatuhnya korban sipil di Afghanistan tidak bisa membuka mata masyarakat internasional mengenai kekejaman AS di Afghanistan. Masyarakat internasional mengalami pembodohan oleh propaganda AS. Motif yang dilakukan AS pun sama antara kasus Afghanistan dan Irak yaitu mengincar satu orang pelaku. (Usamah dan Saddam). Namun untungnya masyarakat internasional cepat belajar dari modus AS menginvasi Irak, sehingga demo menentang invasi AS terjadi di berbagai belahan bumi.
Gospel
Dalam imperialisme klasik, salah satu tujuan imperialisme adalah penyebaran agama. Namun imperialisme yang dilakukan oleh Amerika ini mengalami modifikasi. Agama yang dibawa oleh Amerika adalah demokrasi dan eliminasi terhadap perkembangan Islam di dunia. Hal ini juga diperkuat oleh tesis Hutington yang menyatakan pasca perang dingin akan terjadi benturan peradaban antara Barat, Islam dan Konfusiusme. Islam dan Konfosiusme adalah idiologi, sementara Barat bukanlah idiologi. Disinilah kepintaran Barat dalam meramu teori yang berimplikasi kepada pengkerdilan pemahaman terhadap Islam oleh kalangan non Islam serta eliminasi perkembangan Islam di dunia. Maka tak mengherankan bila Usamah bin Ladin identik dengan seorang muslim yang berprofesi sebagai teroris bagi sebagian masyarakat internasional.
Disamping itu agama demokrasi yang dibawa oleh AS menjadi hal yang ambigu. Di satu sisi sistem ini sebenarnya memiliki potensi untuk kebaikan manusia, namun di sisi lain hal ini dapat menjadi alat untuk menguasai suatu kelompok atau negara. Amartya Sen, peraih nobel bidang ekonomi 1998 menyatakan bahwa "Peran instrumental demokrasi (mencakup pemilihan umum, politik multipartai, media yang bebas, dan lain-lain) dalam memastikan bahwa pemerintahan benar-benar menanggapi kebutuhan dan kesulitan rakyatnya memiliki signifikansi praktis yang besar" (Demokrasi Bisa Memberantas Kemiskinan, Mizan, 2000).
Pada sisi lain, demokrasi hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan. Noam Chomsky dalam Secrets, Lies and Democracy (Katjasungkana, 1997) memaparkan bagaimana AS sendiri melakukan tindakan menentang demokrasi. CIA melakukan operasi penggulingan pemerintahan sosalis Chili hasil pemilihan umum pada dawarsa 1960-an dan awal 1970-an. Di Haiti, AS melakukan operasi "program memperkuat demokrasi" yang bertujuan menggulingkan pemimpin terpilih hasil pemilu, Jean Aristide dan berusaha menggantikannya dengan Marc Barzin guna kelancaran kepentingan bisnis AS di Haiti. Sementara di AS sendiri, meskipun terdapat pemilu, kebebasan berpartai dan lain-lain, ternyata keterlibatan publik dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sangat marginal, yang menjalankan pemerintahan AS justru kelompok-kelompok bisnis.
Glory
Motif mencapai kejayaan dalam imperialisme klasik sebenarnya terjadi pula pada imperialisme yang dilakukan AS. Sebagai satu-satunya negara adidaya, AS semakin percaya diri untuk melakukan berbagai manuver untuk meraih kejayaannya melalui berbagai cara. Penghalalan segala cara untuk memperoleh kejayaan ini mengakibatkan penindasan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia.
Penutup
Invasi AS ke Irak telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang amat parah. AS sebagai negara yang pada kondisi tertentu telah mencapai tingkat kemakmuran dan kesejahteraan seharusnya mampu mempertunjukkan tingkat peradaban yang lebih baik. Namun ironisnya, semakin mengalami kemajuan, justru watak imperialisme AS semakin menjadi-jadi. Mungkin teori yang dipakai AS adalah teori ekonomi Pareto, yaitu suatu kelompok tidak akan menjadi lebih baik kondisinya bila tidak menyebabkan kelompok lain menjadi lebih buruk kondisinya.
Kemajuan ekonomi dan teknologi yang amat pesat hingga awal milenium ketiga ternyata memunculkan AS sebagai fenomena neo gold capitalism. Dan itu artinya, semakin tua peradaban maka kapitalisme dan imperialisme akan lahir dalam bentuk lain yang mungkin akan lebih membahayakan kemanusiaan.
1 April 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post