Senin, 24 Maret 2003

Prospek Ekonomi Umat di Tahun 1424 Hijriah

Oleh Erwin FS


Umat Islam di seluruh dunia baru saja meninggalkan tahun 1423 H dan memasuki tahun baru 1424 H. Layaknya fenomena yang berkembang selama ini di tanah air, peringatan tahun baru Hijriyah tidak dirayakan sebagaimana manusia merayakan kedatangan tahun baru Masehi. Di satu sisi nampaknya sebagian umat lebih terbiasa merayakan tahun baru masehi dan kemungkinan kurang mengetahui makna ataupun kaitan sejarah yang terkandung dalam tahun Hijriyah yang merupakan konsekuensi infiltrasi budaya Barat dalam kehidupan keseharian umat Islam.

Tahun hijriyah diawali dengan hijrahnya nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah. Nabi melihat bahwa dakwah tidak mungkin mengalami perkembangan di Mekkah, sementara di sisi lain intimidasi yang dilancarkan oleh kaum kafir semakin kuat.
Sebelum menjadikan Madinah sebagai tempat hijrah, Nabi telah melakukan beberapa kebijakan yang memungkinkan penduduk Madinah menerima Nabi. Dan dalam kenyataannya penduduk Madinah kebanyakan memeluk Islam sehingga memungkinkan bagi Nabi dan umat Islam untuk melakukan hijrah.
Hijrah yang dilakukan Nabi bersama umat Islam pada kala itu merupakan ujian yang berat karena begitu banyak harta kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekkah, sementara di Madinah mereka tidak pernah membayangkan bagaimana nasib mereka selanjutnya. Kaum muslimin yang hijrah bersama nabi ini kelak dinamakan dengan kaum Muhajirin dan kaum muslimin Madinah dinamakan kaum Anshor.
Nabi Muhammad yang menyadari bahwa hijrah yang dilakukan oleh umatnya tidak dibekali dengan ekonomi yang memadai kemudian melakukan beberapa kebijakan yang mendorong terciptanya kesempatan kerja bagi kaum Muhajirin dan peningkatan produktivitas bagi kaum Anshor. Di sini terlihat bagaimana Nabi memandang pentingnya memulihkan kondisi ekonomi kaum Muhajirin yang hijrah tidak membawa bekal yang cukup.
Kebijakan Nabi yang dilakukan di Madinah tersebut di antaranya adalah berupa muzara’a dan musaqat yaitu kaum Muhajirin mengolah lahan di ladang dan kebun-kebun kaum Anshor dengan perjanjian pembagian hasil panen. Hasil dari kebijakan ini telah memulihkan kondisi ekonomi kaum Muhajirin dan membantu meningkatkan produktivitas di Madinah (Karim, 2002).
Hikmah yang dapat diambil dari uraian tersebut adalah bahwa Nabi sangat memperhatikan masalah ekonomi umatnya di awal kehidupan baru di Madinah. Perintah hijrah yang diserukan kepada umat Islam yang dilaksanakan dengan penuh ketaatan dimana kaum Muhajirin sewaktu pergi belum bisa membayangkan akan nasib mereka di Madinah telah mendapat jawaban yang jelas dari Nabi yaitu dengan mempersaudarakan kaum Anshor dengan Muhajirin dan diikuti dengan memperbaiki kondisi ekonomi kaum Muhajirin dengan melakukan kegiatan produktif bersama. Kelak hasil dari kegiatan ini umat Islam mampu menguasai ekonomi Madinah setelah sebelumnya dikuasai Yahudi.
Disamping itu, nampak bahwa Nabi pada masa awal di Madinah melakukan kebijakan sektor riil yang mengakibatkan meningkatnya produksi dan jumlah tenaga kerja. Nabi telah mampu mengatasi masalah “pengungsi” dan pengangguran.
Dalam konteks kekinian, apa yang dilakukan oleh Nabi tersebut merupakan pelajaran yang berharga bagi umat Islam dimana sektor riil menjadi ujung tombak untuk menggerakkan perekonomian.
Pada saat ini dimana momentum hijrah Nabi telah memasuki kali ke-1424 adalah saat untuk merenung kembali tentang perekonomian umat, khususnya di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, potensi untuk memberdayakan sektor riil relatif besar. Apalagi dengan menggunakan prinsip-prinsip yang telah dilaksanakan Nabi. Hal positif yang patut dicermati dari tindakan Nabi tersebut adalah Nabi mampu menggeliatkan ekonomi kaum muslimin tanpa dibantu masalah keuangan (meskipun dana merupakan hal yang penting perkembangan Islam), cukup dengan kebijakan mempersaudarakan dan melakukan kerjasama yang menguntungkan meskipun pada sisi lain Nabi juga melakukan kebijakan ekonomi dengan menggunakan dana Baitul Maal.
Kebijakan Nabi non-keuangan tersebut sesungguhnya bisa diterapkan oleh umat Islam pada saat krisis ini meskipun masih ada syarat-syarat lain yang dipenuhi seperti masalah kepercayaan.
Sementara itu pada sektor keuangan, perkembangan bank syariah di Indonesia juga terbilang maju cukup pesat, terutama sampai tahun 1423 H. Meskipun  total aset perbankan syariah terbilang masih sangat kecil, namun percepatan pertumbuhan perbankan syariah boleh dikatakan relatif baik. Hal ini tergambar dari pembukaan unit-unit syariah oleh bank konvensional yang terus bertambah. Disamping itu, dari segi kelompok nasabah yang dilayani untuk pembiayaan memang masih tergolong kelas menengah atas. Namun demikian, hal itu tidak bisa dijadikan indikator untuk melemahkan perkembangan bank syariah karena untuk melayani kelompok di bawahnya terdapat Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Baitul Mal watTamwil (BMT) yang sosialisasi maupun perkembangannya juga turut menggembirakan.
Selain perbankan syariah, bertumbuhnya lembaga-lembaga yang fokus terhadap ekonomi syariah juga semakin bertambah disamping minat untuk mempelajari ekonomi syariah di kalangan akademisi maupun praktisi yang diperlihatkan dengan adanya berbagai kegiatan seperti seminat maupun kuliah informal. Hal ini sedikit banyaknya menunjukkan telah adanya sosialisasi ekonomi syariah yang simultan, meskipun belum menjangkau masyarakat lapisan bawah atau masyarakat secara keseluruhan.
Perkembangan lembaga yang menangani masalah kaum dhuafa juga boleh dibilang lebih menggembirakan. Dengan telah adanya lembaga amil zakat infak dan sodaqoh yang disahkan oleh Departemen Agama turut memacu sektor swasta untuk menjadi lembaga amil zakat dan sekaligus melakukan pembinaan kepada kaum dhuafa yang  disantuni. Meskipun belum mampu menjangkau umat secara keseluruhan, langkah awal yang baik ini telah memotivasi umat untuk lebih giat melakukan usaha-usaha untuk membantu saudaranya yang kekurangan. Hal ini juga berkat kinerja lembaga-lembaga pengelola zakat, infak dan sodaqoh yang amanah, profesional dan transparan sehingga mampu menggembirakan hati pada dermawan yang telah memberikan sebagian miliknya kepada kaum yang membutuhkan.
Adanya Dewan Syariah Nasional juga turut menambah semangat untuk mengembangkan ekonomi syariah. Peran DSN turut membantu para nasabah maupun pelaku ekonomi syariah dalam melakukan aktivitas di sektor ini.
Meskipun di tengah suasana dunia yang mencemaskan yaitu adanya perseteruan antara AS dengan Irak, dan di tengah kondisi Indonesia yang penuh ketidakadilan dan korupsi, implementasi untuk mengembangkan ekonomi syariah tidak menyurut. 
Peran MUI maupun para tokoh Islam dalam memotivasi umat untuk tetap berusaha semaksimal mungkin sangat dibutuhkan. Dengan melihat kondisi APBN yang tidak berpihak kepada rakyat, umat Islam sebaiknya juga tidak bergantung kepada APBN tersebut.
Potensi umat Islam untuk saling menolong antar sesamanya sesungguhnya  ada, hanya saja ini belum dikelola dengan baik. Namun, sedikit demi sedikit potensi itu mulai muncul dan mewarnai kehidupan ekonomi umat. Memang jalan yang dilalui masih panjang dan waktu yang akan ditempuh masih lama untuk memakmurkan umat secara keseluruhan. Namun, melihat pada tahun-tahun sebelumnya, prospek umat Islam untuk mandiri terbentang luas. Hanya saja, tinggal menunggu kesungguhan dari umat karena dengan kesungguhan itu cita-cita akan tercapai. 
Dari pengalaman pelaksanaan haji pada tahun 1423 H dimana terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi menyangkut pelaksanaan oleh BPH ataupun Departemen Agama, adanya ide untuk membuat tabung haji adalah suatu hal yang diharapkan mampu menolong para jamaah haji dan juga masyarakat. Di Malaysia tabung haji pernah berperan menyelamatkan perekonomian Malaysia, kiranya hal ini dapat pula terjadi pada diri umat Islam Indonesia.
Disamping itu, sampai 1423 H, pelaksanaan qurban telah berskala nasional dimana hal ini dilakukan oleh berbagai lembaga dan perusahaan. Ini merupakan hal yang menggembirakan dan makna qurban yang lebih besar lagi kiranya bisa diimplementasikan pada 1424 ini. Pelaksanaan qurban secara nasional adalah perkembangan baru dimana umat Islam mampu berpikir secara makro dan menimbulkan solidaritas pada tingkat nasional. 
Di awal 1424 ini beberapa kejadian penting juga patut mendapat perhatian. Hal itu di antaranya adalah penyelenggaraan Islamic Book Fair (IBF) kedua dan peluncuran pasar modal syariah. Pada IBF kali ini terlihat bertumbuhnya penerbit buku Islam dan juga bertumbuhnya buku-buku Islam yang diikuti bertambahnya penggemar dan peminat buku-buku Islam tersebut. Ini adalah fenomena yang menggembirakan dimana kemauan membaca umat Islam sudah semakin tinggi. Sementara itu adanya pasar modal syariah diharapkan menambah gairah investasi para pengusaha muslim maupun para pengusaha Timur Tengah yang tengah mencari daerah penanaman modal. Diharapkan multiplier effect dari hal ini akan terimbas kepada umat Islam.
Satu hal yang juga patut mendapat catatan adalah berdirinya kepengurusan resmi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) pada 1423 yang lalu. MES merupakan salah satu bukti komitmen para praktisi ekonomi maupun para akademisi untuk mengembangkan ekonomi syariah dengan lebih baik, berkelompok (jamaah) dan berkelanjutan.
Momentum bulan Muharam ini seyogyanya mampu menjadi landasan bagi umat untuk menatap masa depan yang lebih baik sebagaimana dulu kaum muslimin melakukan hijrahnya dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT dan Rasulnya akan menolong mereka di tempat yang baru. Dan bulan Muharam ini juga seyogyanya mampu menghijrahkan umat kepada kondisi yang lebih baik yang diberkahi Allah SWT di tengah carut marut korupsi dan kegilaan akan kekuasaan. Wallahu a’lam.
Artikel ini dimuat di peka online (www.peka.or.id), 24 Maret 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post