Ketua Center for Human Analysis and Resource Management (CHARM)
Tahun 2014 Indonesia mengalami pergantian presiden. Sedikit banyaknya telah mempengaruhi konstelasi ekonomi politik. Apalagi sejak pengangkatan presiden baru, muncul kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan alasan untuk melonggarkan ruang fiskal. Kebijakan ini mempengaruhi daya beli masyarakat lapisan bawah karena harga barang dan jasa mengalami kenaikan. Dengan kebijakan awal seperti ini, apakah di tahun 2015 ekonomi Indonesia bisa membaik, terutama bagi masyarakat banyak?
Kebijakan
menaikkan harga BBM telah dilakukan oleh banyak presiden, yang memiliki alasan
tersendiri. Namun untuk kenaikan harga BBM di tahun 2014 memang sedikit
paradoks, karena harga minyak dunia mengalami penurunan. Kebijakan menaikkan
harga BBM sangat mempengaruhi sektor riil. Apalagi jika di sektor riil ini
keseimbangan harga barang dan jasa mengikuti mekanisme pasar. Dengan kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang ada saat ini, mekanisme pasar lebih
menguntungkan pemodal atau pedagang.
Sementara
itu di sektor moneter, rupiah mengalami pelemahan. Jika mengacu kepada sistem
nilai tukar yang dipakai Indonesia saat ini, sistem mengambang bebas,
seharusnya nilai rupiah bisa menguat karena pemerintahan baru didukung oleh
media. Dalam sistem mengambang bebas, pengaruh berita maupun rumor bisa
menguatkan atau melemahkan rupiah. Dengan dukungan media, seharusnya rupiah
bisa lebih menguat dan terkendali.
Namun
demikian, faktor faktor lain yang membuat rupiah melemah pun tak sepenuhnya
mampu dikendalikan pemerintah maupun diminimalkan media karena sebenarnya
penerapan sistem mengambang bebas ini diterapkan di negara yang sudah sejahtera
penduduknya. Sedangkan penduduk Indonesia masih banyak yang berada di wilayah
kemiskinan.
Permintaan
yang massif akan mata uang asing, pelarian modal ke luar negeri, dan juga
spekulasi maupun rekayasa keuangan adalah contoh faktor yang bisa mempengaruhi
pelemahan rupiah.
Di
tahun 2015, rencana pemerintahan lama kemungkinan masih dominan digunakan.
Sehingga pemerintahan baru belum bisa mewujudkan rencana-rencananya. Maka baru
di tahun 2016 lah pemerintahan baru ini bisa menjalankan program-program maupun
janji-janji kampanyenya.
Melihat
hal ini, maka perekonomian Indonesia di 2015 tidak akan jauh beda dengan 2014,
dan akan mengalami penyesuaian akibat kenaikan harga BBM serta kenaikan tarif
listrik rumah tangga. Keseimbangan baru dalam perekonomian baru akan dicapai
ketika masalah distribusi sudah bisa distabilkan kembali akibat kenaikan harga
barang dan jasa.
Selain
itu, masalah kemiskinan akan menjadi salah satu pehatian pemerintahan baru.
Setiap kenaikan harga BBM umumnya memunculkan orang miskin baru yang sebelumnya
mereka berada sedikit di atas garis kemiskinan. Dan yang sudah ada di wilayah
kemiskinan bertambah miskin karena daya beli makin berkurang. Sebelum kenaikan
harga BBM, harga barang dan jasa sudah naik selepas hari raya Idul Fitri 2014
lalu. Dan sebelumnya, di 2013 harga BBM juga dinaikkan. Dengan demikian,
rentetan kenaikan harga ini telah menambah jumlah orang miskin. Kendati belum
ada data statistiknya, namun dalam kehidupan keseharian ini bisa dilihat dan
dirasakan.
Ada
fenomena baru yang mungkin belum banyak dirasakan masyarakat. Yaitu,
perseteruan antara KMP dan KIH selama ini tidak mempengaruhi jalannya
perekonomian. Dan justru hal ini sudah dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan
yang sudah dijeluarkan pemerintah. Maka, jika media mencoba mengaitkan
kegaduhan parlemen dengan perekonomian, pada saat ini masih sulit dikaitkan. Opini
bisa saja terbangun, tetapi kekuasaan eksekutif sulit dipungkiri jauh lebih
mempengaruhi perekonomian.
Tugas
berat pemerintah adalah menjaga agar semaksimal mungkin mengurangi jumlah orang
miskin yang bertambah akibat rentetan kenaikan harga. Karena di situ juga ada
potensi meningkatnya angka kriminalitas. Jika kriminalitas sulit di atasi, ini
akan berdampak kepada jalannya aktivitas ekonomi masyarakat.
Berkaca
pada krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia ditopang oleh usaha mikro kecil dan
menengah. Sektor informal yang relatif mandiri saat itu mampu bertahan.
Sedangkan sektor formal mengalami penurunan karena beratnya penyesuaian yang
harus dilakukan, sehingga menimbulkan PHK besar-besaran.
Untuk
itu, penguatan sektor informal juga tetap harus terus menerus dilakukan, karena
mereka umumnya masih banyak yang belum mampu mendapatkan bantuan dari bank.
Dan
tak kalah pentingnya adalah komunikasi pemerintah kepada masyarakat mengenai
perkembangan kondisi ekonomi mesti dilakukan dengan terbuka. Masyarakat mesti
diberikan informasi yang benar agar mereka juga bisa melakukan berbagai
antisipasi dalam menghadapi dinamika ekonomi.
Meskipun ruang
fiskal telah longgar menurut pemerintah, penyesuaian masyarakat secara umum
masih membutuhkan waktu yang lebih lama. Di sektor formal, pendapatan belum
tentu naik secara proporsional sesuai kondisi terkini. Sementara di sektor
informal, penyesuaian terhadap pembelian dan penjualan barang dan jasa belum
tentu menjadikan kondisi mereka lebih baik maupun sama dengan kondisi sebelum
kenaikan harga BBM.
Pertumbuhan ekonomi yang didorong konsumsi kemungkinan akan melambat karena melemahnya daya beli dan adanya penyesuaian dengan waktu yang cukup lama. Di sini dituntut upaya pemerintah agar pencapaian pertumbuhan ekonomi mengedepankan pertimbangan keadilan kepada masyarakat yang lebih banyak akibat kebijakan kenaikan harga BBM. Sistem nilai tukar yang telah mengikuti mekanisme pasar, harga BBM bersubsidi yang sudah mendekati mekanisme pasar, jangan sampai melemahkan perhatian kepada masyarakat berpendapatan menengah bawah yang jumlahnya mayoritas ini. ۞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar