Jumat, 20 Mei 2011

Kebangkitan Nasional dan Kepedulian Bangsa

Oleh Erwin FS

Dokter Wahidin Sudirohusodo, pengagas berdirinya Budi Utomo dikenal sebagai dokter yang memiliki kepedulian kepada masyarakat, terutama masyarakat tidak mampu. Ia sering mengobati masyarakat tidak mampu tanpa mengenakan biaya. Ia juga mengusulkan pemberian beasiswa bagi pelajar tidak mampu yang memiliki kecerdasan.
Meskipun tidak menjadi pendiri maupun pengurus Budi Utomo, dr Wahidin telah menjadi peletak kebangkitan nasional. Bangkit dari ketertindasan, keterjajahan, kebodohan, dan kemiskinan yang pada waktu itu tengah dirasakan oleh rakyat pada masa itu.
Dokter Wahidin telah menjadi teladan dengan peduli kepada rakyat melalui pengobatan gratis dan pengusulan pemberian beasiswa. Inilah yang dibutuhkan oleh rakyat pada hari ini, kepedulian akan ketidakmampuan akibat ”penjajahan”. Penjajahan pada masa itu tentu berbeda konteksnya dengan penjajahan saat ini.
Saat ini, penjajahan itu bersumber dari perilaku individualisme. Dengan berkembangnya budaya neoliberalisme yang mengedepankan individualisme dan uang, kondisi sosial masyarakat mengalami perubahan. Menyelamatkan nyawa tanpa ketersediaan uang adalah hal yang mustahil saat ini. Uang harus tersedia jika ingin nyawa selamat.
Individualisme didorong oleh kurangnya sikap menjalankan ajaran agama secara benar. Perzinahan terjadi di mana saja. Bahkan sambil naik motor dan bisa dilihat orang. Tidak sedikit orangtua tidak mampu mendidik anak perempuan mereka untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam. Lalu lintas semrawut, kebut-kebutan dan melanggar rambu lalu lintas dan marka jalan. Banyak laki-laki dewasa yang tidak melaksanakan Shalat Jumat, belum lagi shalat 5 waktu.  

Ketika kondisi yang tidak kondusif bagi kemanusiaan kita ini semakin menjalar ke bebagai tempat, maka obatnya adalah dengan memperbaiki diri, lalu memperbaiki keluarga bagi yang sudah berkeluarga dan kemudian memperbaiki masyarakat. Tidak mungkin bisa memperbaiki orang lain tanpa memperbaiki diri dahulu.

Cita-cita kebangkitan nasional adalah sejalan dengan semangat Proklamasi dan juga UUD 1945 yang dilahirkan pada saat itu. UUD 1945 pada saat dilahirkan sarat dengan nilai agama, kepedulian, kebersamaan dan pemerataan. Hal ini dikarenakan para pembuatnya merasakan langsung pahitnya dijajah, diambil hasil buminya oleh penjajah dan kepahitan lainnya.

Namun, saat ini seolah-olah semangat kepedulian dan pemerataan itu hilang. Yang muncul ke permukaan justru individualisme di segala level tingkat pendapatan masyarakat. Namun demikian, usaha memperbaiki kondisi selalu dilakukan oleh orang-orang yang sadar akan bahaya yang mengancam.

Lalu, bagaimana mengimplementasikan kepedulian itu dan mewujudkan pemerataan? Siapa yang bisa dijadikan model? Menjawab hal ini, maka salah satu model yang bisa dilihat adalah Nabi Muhammad SAW.  

Ketika hijrah Rasulullah ke Madinah, yang dilakukan pertama kali adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor. Dengan persaudaraan ini, biaya hidup kaum Muhajirin ditanggung. Namun demikian, kaum Muhajirin juga berusaha agar bisa mandiri.

Setelah Rasulullah SAW menjadi pemimpin di Madinah, kebijakan yang dilakukan adalah membentuk baitul mal, di mana lembaga ini berfungsi memberikan santunan kepada orang-orang miskin. Kemudian ketika Rasulullah wafat dan digantikan Abu Bakar Siddiq ra, Abu Bakar Siddiq memerangi orang yang tidak mau membayar zakat. Kemudian ketika kepemimpinan Abu Bakar Siddiq digantikan oleh Umar bin Khaththab ra, Umar tetap memperhatikan pentingnya pemerataan dan kepedulian. Salah satu cerita yang terkenal adalah ketika Umar membawa sendiri makanan untuk seorang ibu yang tidak memiliki makan untuk anaknya.

Kepemimpinan sejak Rasulullah SAW hingga Khulafaur Rasyidin mengedepankan kepedulian kepada orang tak mampu (dhuafa). Kepedulian mereka kepada rakyatnya adalah bagian dari ajaran Islam yang diterima Rasulullah dan diajarkan kepada sahabatnya serta masyarakat serta buah dari pemahaman agama yang lurus.
Maka, untuk menumbuhkan kepedulian, dibutuhkan pemimpin yang juga memahami agamanya maupun nilai-nilai universal. Karena pemimpin yang memahami agamanya akan mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, termasuk Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz berhasil menjadikan rakyatnya pembayar zakat setelah sebelumnya ia membagikan zakat kepada rakyatnya. Di samping itu, tata kelola pemerintahan ia luruskan agar sesuai dengan amanah yang diemban.
Kebangkitan nasional yang telah dialami masyarakat jazirah Arab di zaman Rasulullah SAW merupakan inspirasi bagi kita agar kembali mendalami ajaran agama dan sekaligus menunjukkan kepedulian kepada sesama, terutama kaum dhuafa.
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS 7:96).
Rasulullah SAW dan para sahabat telah mengaplikasikan keimanan mereka dengan peduli kepada kaum dhuafa. Kebangkitan nasional di masa Rasulullah SAW adalah implementasi dari pemahaman agama yang lurus dan dirasakan manfaatnya hingga kini.
Meskipun jazirah Arab juga mengalami kebangkitan nasional setelah tahun 1900, namun berbeda dengan kebangkitan nasional yang terjadi pada zaman Rasulullah. Di mana pada saat itu ajaran Islam dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Sehingga manfaatnya langsung terasa oleh masyarakat.
Kebangkitan nasional akan bermakna ketika tersedia sumber daya manusia yang mampu membawa perubahan ke arah lebih baik dengan menjunjung nilai-nilai universal dan menunjukkan keteladanan sehingga terbentuk budaya organisasi yang menstimulus masyarakat untuk bekerja dengan baik. (*)
Dimuat di Padang Ekspres 20 Mei 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post

Dilema Inklusi Keuangan di Indonesia

Oleh Erwin FS Bank Dunia merilis data terkait inklusi keuangan (Kompas, 17/4/2015), pada rentang 2011-2014 700 juta orang di dunia men...

Popular Post