Dalam pidato Presiden
yang disampaikan di depan anggota DPR RI 16 Agustus lalu, pemerintah
menargetkan penerimaan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja
negara (RAPBN) 2008 sebesar 761,38 triliun rupiah, dimana penerimaan dari pajak
direncanakan sebesar 583,67 triliun rupiah dan penerimaan bukan pajak
direncanakan sebesar 175,64 triliun rupiah. Sementara anggaran belanja
direncanakan berjumlah 836,41 triliun rupiah.
RAPBN 2008
mengasumsikan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 6,8 persen. Alasan pertumbuhan
ini dapat tercapai dilihat dari konsumsi masyarakat yang masih cukup tinggi
akibat daya beli masyarakat yang meningkat, dan iklim investasi yang kondusif
yang diharapkan menjadi daya tarik investor domestik dan asing dimana hal ini
akan memperluas lapangan kerja dan mengurangi tingkat pengangguran dan
kemiskinan.
Di sisi lain, salah
satu tantangan pokok kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan yang
dihadapi adalah mempercepat pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Sementara
masalah-masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan di antaranya
adalah: 1. peningkatan kualitas akses pendidikan dan kesehatan dan 2.
peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan.
Jika melihat dari
belanja pemerintah pusat menurut organisasi, dimana Depdiknas sebesar 48,27
triliun rupiah, Depkes 18,76 triliun rupiah, Depsos 3,6 triliun dan subsidi
sebesar 92,62 triliun rupiah, maka belanja pemerintah menurut fungsi adalah,
sub fungsi pelayanan umum dan lainnya 245,82 triliun rupiah, fungsi kesehatan
16,76 triliun rupiah, fungsi pendidikan 61,40 triliun rupiah, fungsi
perlindungan sosial 3,47 triliun rupiah. Sementara belanja pemerintah pusat
menurut jenis, subsidi 92,62 triliun rupiah, bantuan sosial 67,40 triliun
rupiah. Sedangkan pembayaran cicilan bunga utang sebesar 91,54 triliun rupiah.
Angka-angka yang diperlihatkan di atas umumnya terkait langsung dengan
penanganan kemiskinan seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, bantuan
sosial dan subsidi. Sementara cicilan bunga utang hanyalah untuk membandingkan
dengan dana-dana yang dialokasikan untuk sektor-sektor yang terkait dengan
penanganan kemiskinan.
Besarnya dana untuk
menangani kemiskinan adalah sebuah hal yang positif. Dengan dana yang semakin
besar, jumlah penduduk yang bisa dijangkau akan semakin banyak dan kualitasnya
bisa ditingkatkan. Namun, besarnya dana juga mesti diikuti dengan kualitas
sumber daya manusia yang menangani kemiskinan. Penulis menyebut hal ini dengan
penanganan kemiskinan berbasis sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang berkualitas dalam menangani kemiskinan akan
membantu mempercepat penangan kemiskinan. Hambatan besaran dana bukanlah suatu
hal yang dipermasalahkan selama sumber daya manusia yang menanganinya berperan
optimal, karena dengan sumber daya manusia yang berperan optimal, diharapkan
pengaruhnya kepada orang miskin pun juga jauh lebih besar dan bermanfaat.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang tepat untuk menangani
kemiskinan, salah satunya adalah dengan melakukan rekrutmen yang berkualitas
dan diikuti dengan penempatan yang tepat. Jika pemerintah sangat serius untuk
menangani kemiskinan melalui peran aparatur negara, maka sudah selayaknya
pemerintah mengoptimalkan potensi para aparatur negara pada posisi yang tepat. Jangan
sampai aparatur yang ditempatkan selama ini ternyata tidak cocok potensinya
bekerja di bagian yang menangani kemiskinan. Pekerjaan menangani kemiskinan
harus dilihat sebagai pekerjaan yang profesional dan bukan kerja sosial semata.
Pekerjaan menangani kemiskinan memiliki kriteria tertentu, misalnya saja
dilihat dari segi inteligensi, minat dan kepribadian orang yang akan bekerja di
sektor yang terkait dengan penanganan kemiskinan. Individu yang memiliki minat
sosial yang sedang atau tinggi misalnya, dapat memenuhi kriteria ini. Sementara
individu dengan kepribadian tabah, senang bergaul bisa memenuhi kriteria.
Karakter pekerjaan perlu dirumuskan terlebih dahulu untuk berbagai posisi
pekerjaan yang terkait dengan penanganan kemiskinan. Setelah itu dirumuskan
karakter individu yang akan menempati posisi yang telah ditentukan. Kemudian
dilihat kesesuian antara karakter pekerjaan dengan karakter individu. Jika
terjadi kesesuaian, maka individu bisa menempati posisi yang telah ditentukan.
Dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang direkrut melalui proses
rekrutmen yang baik, maka individu tersebut selanjutnya menjalani pelatihan,
pengembangan dan penempatan. Dengan demikian, sumber daya manusia yang handal
telah dipersiapkan untuk menangani kemiskinan yang merupakan proyek besar dan
membutuhkan kerja keras dan juga berbagai inovasi.
Disamping itu, atas keprofesionalannya dalam bekerja maka para aparat perlu
mendapat gaji dan tunjangan yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa
yang loyal kepada kami dalam pekerjaan, dan dia tidak memiliki rumah; atau
tidak memiliki istri, maka hendaklah dia menikah, atau tidak memiliki pembantu,
hendaklah dia mengambil pembantu; atau tidak memiliki kendaraan, hendaklah dia
mengambil kendaraan; dan barangsiapa yang mendapatkan sesuatu selain hal
tersebut, maka dia korupsi (HR Ahmad dalam Al Musnad, hadits no. 175554,
175556, 175558, HR Abu Dawud dalam As-Sunan,hadits no. 2945). Hadits Rasulullah
tentang upah ini membicarakan upah untuk mereka yang bekerja di lembaga negara
(Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab) dimana perlu
ada sebuah standar kecukupan untuk mereka agar bisa bekerja optimal dan amanah.
Sementara, bagi masyarakat miskin, sebenarnya mereka pun memiliki potensi. Namun
biasanya terkendala dana. Masyarakat miskin sangat banyak yang melakukan
wirausaha, namun pendapatan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga. Adapun anak-anak mereka, di antaranya ada yang memiliki
kecerdasan tinggi tapi tidak bisa melanjutkan sekolah karena kendala dana.
Untuk anak-anak orang miskin yang memiliki kecerdasan tinggi, maka
pemerintah seharusnya memberikan beasiswa penuh untuk membiayai pendidikan
mereka. Dengan
demikian, orang tua mereka tidak terbebani dengan biaya pendidikan anaknya. Sementara
bagi orang miskin yang anaknya memiliki kecerdasan rata-rata ataupun di bawah
itu, pemerintah tetap perlu memberi bantuan yang dapat meringankan beban orang
tua.
Sementara bagi orang tua, kemiskinan yang ada pada diri mereka, meskipun telah
berusaha berwirausaha maupun bekerja, kiranya pemerintah bisa mengadakan
semacam asesmen untuk mengetahui potensi mereka yang bisa dikembangkan. Selama
ini orang miskin banyak yang tidak tahu potensi yang ada dalam diri mereka,
sehingga mereka pun tidak tahu ke arah mana melakukan pemberdayaan potensi yang
dimiliki.
Pemerintah selama ini telah memberikan bantuan kepada orang miskin berupa
bantuan langsung tunai, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan modal
usaha dan lainnya. Namun belum memberikan bantuan berupa pengenalan potensi
yang dimiliki orang miskin.
Asesmen untuk Menangani Kemiskinan
Asesmen adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi yang benar
tentang potensi inteligensi, minat dan kepribadian individu. Dengan mengikuti
asesmen, aparatur negara bisa diseleksi untuk ditempatkan di sektor-sektor yang
menangani kemiskinan. Melalui asesmen akan bisa dilihat aparatur seperti apa
yang bisa membantu penanganan kemiskinan. Di samping itu, aparatur yang selama
ini kurang cocok untuk bekerja di sektor yang menangani kemiskinan bisa
dipindahkan ke tempat lain yang sesuai dengan potensi dirinya, dan aparatur
yang memiliki potensi untuk bekerja di sektor yang menangani kemiskinan bisa
lebih banyak didapatkan.
Sementara bagi orang
miskin, dengan mengikuti asesmen mereka bisa mengetahui potensi diri mereka dan
ke arah mana mengembangkannya. Misalnya saja, individu yang selama ini
berwirausaha namun tidak mengalami kemajuan, ternyata setelah mengikuti asesmen
ia memiliki potensi intelektual yang tinggi, maka ia bisa mengembangkan potensi
dirinya ke arah pekerjaan yang membutuhkan potensi intelektualitas. Ada
juga yang selama ini memberdayakan potensi intelektualitasnya, ternyata setelah
mengikuti asesmen ia memiliki potensi yang besar untuk berwira usaha.
Dengan demikian,
asesmen bisa membantu program pemerintah dalam menangani kemiskinan dengan
berbasis kepada sumber daya manusia, baik yang ada di jajaran birokrasi maupun
bagi orang miskin sendiri. Tentunya, asesmen ini tidak bisa berdiri sendiri
sebagai solusi untuk menangani kemiskinan. Tetap dibutuhkan hal-hal lain yang
ikut menunjang terlaksananya program penanganan kemiskinan.
Jakarta, 26 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar